Dark/Light Mode

Jokowi Komitmen Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca 29%

Jumat, 6 Desember 2019 05:55 WIB
Pertemuan delegasi negara Tingkat Tinggi tentang Hutan “Meningkatkan Peran Hutan dalam Solusi Berbasis Alam” di Panel 3 dengan tema ‘Menyeimbangkan Artikel 5 dari Perjanjian Paris’ di Meeting Room  25 North Convention Center, Ifema Madrid, Spanyol, Kamis (5/12)
Pertemuan delegasi negara Tingkat Tinggi tentang Hutan “Meningkatkan Peran Hutan dalam Solusi Berbasis Alam” di Panel 3 dengan tema ‘Menyeimbangkan Artikel 5 dari Perjanjian Paris’ di Meeting Room  25 North Convention Center, Ifema Madrid, Spanyol, Kamis (5/12)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi pada Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) ke-21 di Paris, pada 2015 menegaskan, kembali komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% di bawah Business As Usual (BAU) pada tahun 2030, dan hingga 41% dengan dukungan internasional. 

Hal itu disampaikan Wamen KLHK Alue Dohong dalam Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Hutan “Meningkatkan Peran Hutan dalam Solusi Berbasis Alam” di Panel 3 dengan tema ‘Menyeimbangkan Artikel 5 dari Perjanjian Paris’ di Meeting Room  25 North Convention Center, Ifema Madrid, Spanyol, Kamis (5/12). 

“Peningkatan ketahanan terhadap perubahan iklim adalah salah satu program strategis di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Karena itu, implementasi Paris Agreement dipastikan berjalan di 2020,”kata putra asli Dayak ini. 

Ia mengatakan, bahwa dampak global perubahan iklim telah menjadi perhatian serius bagi komunitas global dan negara-negara dunia, termasuk Indonesia. 

Baca juga : Jokowi Terima Surat Kepercayaan Dari 14 Negara Sahabat

Lebih lanjut Alue menjelaskan, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sumber daya nasional dan keanekaragaman hayati berada pada risiko besar terkena dampak negatif dari perubahan iklim. Tetapi juga memiliki potensi besar untuk berperan dalam mitigasi dan adaptasi terhadap dampak negatif dari perubahan iklim. 

Dalam menghadapi perubahan iklim, kata Alue setiap pemangku kepentingan termasuk masyarakat harus menangani dua hal, yaitu adaptasi dan mitigasi. 

Adaptasi adalah menyesuaikan diri dengan dampak perubahan iklim, sedangkan mitigasi mengacu pada upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui gaya hidup rendah emisi dalam kehidupan kita sehari-hari. 

“Ini adalah kunci untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan cadangan karbon untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Kita dapat mengintegrasikan upaya adaptasi dan mitigasi ke dalam berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat setempat, dengan memperhatikan faktor-faktor risiko iklim dan kemungkinan dampak dari perubahan iklim,”terangnya. 

Baca juga : Top, Hamilton Kunci Gelar Juara Dunia

Ia mengungkapkan, saat ini lebih dari 50% penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan sekitar 83.000 desa. Populasi pedesaan ini sekitar 3 kali ukuran seluruh populasi di Spanyol. 

“Itulah sebabnya, Indonesia mengambil langkah pertama melalui Program Desa Iklim, atau lebih dikenal sebagai Proklim. Tujuannya, merangsang masyarakat untuk melakukan upaya untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap perubahan iklim,” jelasnya. 

Proklim, adalah program nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meningkatkan partisipasi publik, serta pemangku kepentingan lainnya, dalam memperkuat kemampuan adaptasi mereka terhadap perubahan iklim, dan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. 

Program ini juga bertujuan untuk memberikan pengakuan terhadap program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang ada, yang telah berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan sesuai dengan situasi setempat.

Baca juga : Jokowi Pastikan Harga Gas Industri Tidak Naik

Untuk mempertahankan beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim, kata Alue membutuhkan dukungan dan pemberdayaan masyarakat, kebijakan dan peraturan yang relevan, pendanaan, partisipasi gender, kapasitas publik, dan dukungan dari para pemangku kepentingan eksternal termasuk pemerintah, sektor swasta, organisasi non-pemerintah, dan akademisi. institusi. 

“Ini penting untuk memastikan bahwa program pemberdayaan dan partisipasi masyarakat efektif dan tepat sasaran. Sehingga akan terus menciptakan nilai-nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta membantu mengurangi risiko bencana terkait iklim di tingkat local,” tandasnya. 

Adapun narasumber yang hadir, Mario Boccucci (Head, UN-REDD), Javier Manzanares (Deputy Executive Secretary, Green Climate Fund), Laura Tuck (Vice-President Sustainable Development, World Bank), Tiina Vähänen (Head of Forest Policy and Resources, FAO) dan Carol Saint-Laurent (Deputy Head, Global Practice in Forests and Climate, [FIK]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.