Dark/Light Mode

Menteri LHK Luruskan Soal Deforestasi dan Hutan Primer

Jumat, 5 Juni 2020 10:29 WIB
Presiden Jokowi bersama Menteri LHK, Siti Nurbaya saat meninjau penanaman pohon di kawasan hutan.
Presiden Jokowi bersama Menteri LHK, Siti Nurbaya saat meninjau penanaman pohon di kawasan hutan.

RM.id  Rakyat Merdeka - Laju deforestasi kawasan hutan di Indonesia menurun tajam di era pemerintahan Presiden Jokowi. Penurunan tersebut, dilakukan dalam hitungan areal dari citra satelit. 

Hasil itu sejalan dengan upaya-upaya yang cukup gigih dan keras dilakukan pemerintah dan masyarakat, termasuk dorongan aktivis di tingkat lapangan, terutama dengan penegakan hukum dan pengendalian regulasi seperti moratorium.

"Tidak tepat apabila hasil kerja keras itu kemudian direka-reka dengan membangun justifikasi atas alasan metode, yang menghasilkan data yang menjadikan rancu.Kerancuan ini tidak saja memanipulasi data, tetapi lebih fatal dan menjadi buruk kepada perkembangan dunia akademi bidang studi kehutanan," kata Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, Jumat (5/06).

Oleh karena itu, Siti memerintahkan kepada Kepala Biro Humas LHK dan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan yang secara teknis menangani untuk menjelaskan bagaimana metode, definisi dan batasan dijelaskan ke ruang publik supaya masyarakat mendapatkan informasi yang adil.

Baca juga : Menteri Siti: Pemda Berperan Penting Atasi Perubahan Iklim

Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Belinda Arunarwati Margono mengatakan, dalam pengelolaan hutan di Indonesia, hutan primer dan hutan sekunder merupakan bagian dari hutan alam. 

“Hutan Primer didefinisikan sebagai seluruh kenampakan hutan yang belum menampakkan bekas tebangan/gangguan. Sedangkan seluruh kenampakan hutan yang telah menampakkan bekas tebangan/gangguan disebut hutan sekunder. Secara sederhana, hutan alam merupakan gabungan antara hutan primer dan Hutan sekunder; sedangkan hutan sendiri mencakup hutan primer, hutan sekunder, dan hutan tanaman,” papar Belinda.

Menurut Belinda, menyamakan terminologi Primary Forest yang dipakai Global Forest Watch (GFW) yang merupakan hutan dengan kerapatan tutupan pohon minimum 30%, dengan hutan primer sesuai definisi Indonesia, adalah kurang tepat. 

Karena apabila memperhatikan batasan yang dipakai tersebut, maka yang dinamai Primary Forest sesungguhnya adalah hutan alam dan tidak sama dengan definisi hutan primer yang digunakan Pemerintah Indonesia. 

Baca juga : Menperin Ramal Pertumbuhan Industri Triwulan II 2,7 Persen

“Perbedaan terminologi ini harus diluruskan karena pengertiannya yang beda dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda. Dan pengertiannya tidak sama dengan pengertian hutan primer yang berlaku umum dan standar di Indonesia,” tuturnya.

Metodologi yang digunakan KLHK, termasuk penggunaan definisi hutan primer, telah dipublikasikan kepada publik internasional melalui dokumen resmi negara berjudul “National Forest Reference Emission Level (FREL) yang secara resmi dikeluarkan oleh KLHK pada, 18 September 2015. 

Dokumen tersebut telah diterima serta disetujui oleh UNFCCC melalui proses verifikasi internasional pada, November 2016. Hal ini menggambarkan bahwa metode dan data Indonesia sudah well-recognized di dunia internasional.

“Maka definisi dan terminologi yang digunakan selain yang bersumber dari dokumen tersebut, harus diberikan keterangan dan informasi yang memadai agar tidak menimbulkan interpretasi yang salah,” ucapnya.

Baca juga : Menteri Luhut Minta Legalisasi Produk Hutan Berkelanjutan Melalui SVLK

Lebih lanjut, Belinda menyampaikan KLHK juga mempunyai sistem Pemantauan Hutan sendiri yang independen dan diakui di dunia internasional yaitu National Forest Monitoring System/NFMS SIMONTANA), dan dipakai dalam pelaporan-pelaporan ke dunia Internasional, seperti laporan ke FAO, UNFCCC (termasuk FREL), dan UNFF.

“Oleh karena itu, kami sebetulnya keberatan terhadap penggunaan informasi berbasis tutupan pohon (tree cover) yang sering di adopsi beberapa kalangan dan dikaitkan dengan perhitungan luas deforestasi di Indonesia. Karena itu tidak tepat,” tegasnya. [FIK]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.