Dark/Light Mode

ESDM: Hilirisasi Nikel Ciptakan Nilai Tambah Dan Daya Tahan Ekonomi

Rabu, 14 Oktober 2020 12:41 WIB
Biji nikel. (Foto: Reuters)
Biji nikel. (Foto: Reuters)

RM.id  Rakyat Merdeka - Keberadaan hilirisasi nikel dinilai dapat memberikan dampak positif bagi perkonomian negara. Selain dapat meningkatkan nilai rantai pasok produksi, hilirisasi dapat menyelamatkan komoditas bijih nikel dari gejolak harga. 

Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin dalam keterangannya, Rabu (14/10).

"Di hulu pertambangan itu praktis lebih mudah dilakukan dengan keuntungan yang lebih besar. Namun ketika tarik di hilir muncul istilah keekonomian bahwa nilai tambah keuntungan tidak seimbang dengan investasi (besar). Inilah sedang kita coba sehingga keseimbangan itu terjadi," jelas Ridwan.

Baca juga : Dewan Pers Minta Polisi Jelaskan Aksi Kekerasan Pada Wartawan

Aspek keekonomian, sambung Ridwan, merupakan aspek krusial atas keputusan kebijakan hilirasasi nikel di Indonesia. "Ketika keekonomian itu dikaitkan dengan pohon industrinya atau rantai pasok dari produk-produk hilir belum berjalan sesuai harapan," ungkapnya.

Ridwan mengakui, perencanaan keberadaan kawasan industri nikel selama ini tumbuh berkat dorongan dari pelaku industri. "Ini menyadari industri nikel itu penting," tegasnya. Dorongan tumbuhnya industri pengolahan berdasarkan besarnya potensi nikel kadar rendah yang dimiliki oleh Indonesia.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif mengatakan, konsep hilirisasi tidak berhenti ketika mineral diproses menjadi setengah jadi (intermediate product). "Hilirisasi harus lebih dikembangkan lebih jauh sampai produk menjadi bahan dasar atau pelengkap tahapan paling akhir dalam pohon industri," katanya.

Baca juga : Hasil Survei BI: Keyakinan Konsumen Turun Terhadap Ekonomi

Menurut Irwandy, konsep nilai tambah itu juga bukan semata rasio antara harga produk terhadap harga bahan baku. "Jangan hanya untuk diri kita sendiri, tapi berbagi kepada masyarakat," tegas Irwandy.

Ia menggambarkan proses bijih nikel menjadi FeNi atau konsentrat, lalu diolah menjadi Ni-sulfat dan Co-sulfat. Setelah itu diproses lagi menjadi precursor yang menjadi bahan dasar material baterai. "Dari bahan dasar baterai inilah dihasilkan baterai jenis lithium-ion battery," ungkapnya.

Apabila hilirisasi ini dilakukan secara berkelanjutan dan terintegrasi akan mendukung kekuatan industri dalam negeri. "Tanpa hilirisasi industri dalam negeri akan selalu bergantung pada impor bahan baku, sehingga sangat rapuh dan mudah goyah oleh faktor non teknis dalam bentuk nilai tukar rupiah," kata Irwandy.

Baca juga : Melihat kelucuan Panda di Taman Safari Bogor

Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton (tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik 228 juta ton) dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton (terbukti 3.360 juta ton dan terikira 986 juta ton). Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.

Indonesia sendiri telah menempatkan diri sebagai produsen bijih nikel terbesar di dunia pada tahun 2019. Dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia, Indonesia telah memproduksi 800 ribu ton, jauh mengungguli Filipina (420 ribu ton Ni), Rusia (270 ton Ni), dan Kaledonia Baru (220 ribun ton Ni). [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.