Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Estimasi Patokan Pengurangan Sampah Organik Sebagai Acuan Modifikasi Perilaku Strategis Untuk Meningkatkan Kehidupan Rendah Karbon di Masyarakat

Rabu, 28 Desember 2022 09:55 WIB
ilustrasi lingkungan
ilustrasi lingkungan

Pemenuhan tujuh belas Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi suatu capaian yang penting diraih oleh pemerintah-pemerintah dunia agar terciptanya kesejahteraan di masyarakat luas.

 Salah satu capaian yang penting, tetapi masih terhambat oleh banyak kendala terutama di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, adalah SDGs nomor 12 mengenai jaminan pola produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan (United Nations, 2021). 

Khususnya pada target 12.5; 12.7; dan 12.8 mengenai ketercapaian pengurangan sampah untuk dapat meningkatkan kehidupan yang ramah terhadap alam menggunakan strategi pencegahan, pengurangan, dan daur ulang melalui perencanaan aksi ataupun peraturan undang-undang. 

Selain SDGs, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk tahun 2020-2024 juga sudah mencanangkan target untuk pengurangan sampah sebesar 30% serta penanganan sampah sebesar 70% sebagai upaya untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) serta peningkatan kualitas sanitasi masyarakat. 

Capaian ini dibuat bukan tanpa alasan, karena ditemukan salah satu permasalahan lingkungan di masyarakat yang masih memiliki banyak rintangan yaitu pada pengelolaan sampah dimana sebanyak 24% yang belum terkelola dari keseluruhan sampah di Indonesia (cnnindonesia, 2018). 

Hal ini tentu merugikan terutama bila kita lihat dari data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada produksi sampah dari tiga tahun ke belakang yang sangat tinggi, yakni secara total dihasilkan timbunan sampah sebanyak 32.326.762, 30.900.246, serta 2.845.553 pada tahun 2020, 2021, dan 2022 secara berurutan –dimana untuk 2022 data yang tersedia belum lengkap. 

Baca juga : Perlu Inovasi Untuk Tingkatkan Budaya Baca Masyarakat

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021 dilaporkan bahwasanya penyumbang terbesar timbunan sampah berasal dari rumah tangga yakni sebesar 42,23% atau setara dengan 13.043.174 timbunan pada tahun tersebut, dimanah sampah makanan menjadi yang mendominasi yaitu sebesar 57% atau setara 7.434.610 timbunan. 

Melihat banyaknya timbunan sampah organik yang dihasilkan oleh rumah tangga serta kurangnya pengelolaan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi lingkungan ataupun masyarakat luas. 

Beberapa dampak risiko yang dapat ditimbulkan oleh sampah organik terhadap ekosistem seperti terjadinya proses eutrofikasi dimana terjadinya peningkatan produktivitas fitoplankton yang disebabkan oleh tingginya unsur nutrien pada suatu badan air (Chislock et al., 2013). 

Proses tersebut dapat mengganggu ekosistem sungai, dikarenakan dapat mengurangi kadar oksigen dari suatu badan air –seperti sungai, sehingga mematikan banyak ikan besar yang membutuhkan oksigen tersebut. Selain itu dampak dari sampah organik bila tidak dikelola dengan baik juga terjadi saat hal tersebut sudah dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). 

Salah satunya yakni bilamana TPA tersebut belum mengadopsi sistem yang baik, seperti open dumping (sistem terbuka) yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia, dimana hal ini dapat menimbulkan risiko polusi tanah dan air, meningkatkan produksi gas rumah kaca seperti metana, serta menjadi tempat tumbuhnya binatang pengganggu (Puspa, 2022;Sharma et al., 2019).

Sekalipun risiko yang ditimbulkan sangat beragam dan negatif, akan tetapi dalam pengelolaannya di ranah rumah tangga juga terlihat belum baik. 

Baca juga : Wagub Riza Patria Sampaikan Duka Mendalam Atas Meninggalnya Azyumardi Azra

Seperti yang ditemukan oleh Susilo et al. (2021), dimana ternyata banyak dari masyarakat Indonesia belum memperhatikan pengelolaan sampah organik mereka yakni sebanyak 62%, atau sekalipun sadar akan tetapi tetap acuh untuk mengelolanya dengan baik sebesar 20%, sehingga menyisakan 18% responden yang sadar akan permasalahan sampah organik dan melakukan aksi nyata untuk mengatasinya. 

Bila kita telaah dari sisi landasan perilaku, maka terdapat dua faktor prediktor yang signifikan dapat memunculkan perilaku masyarakat Indonesia untuk melakukan pengelolaan sampah organik yakni; attitudes towards behavior & subjective norm (Ariyani & Ririh, 2020). Attitudes towards behavior diartikan sebagai evaluasi yang menentukan sebagai suatu hal yang negatif atau positif bila melakukan suatu perilaku. 

Menurut Canova & Manganelli  (2020), ditemukan bahwasanya evaluasi ini dilakukan berdasarkan  proses (1) Kognitif yang mencakup penilaian berdasarkan  instrumen dari perilaku –e.g. konsekuensi atau benefit. Terakhir (2)  Afektif yang mencakup penialain terhadap pengalaman yang  dirasa mengenai perilaku ataupun secara emosi. 

Sementara subjective norm diartikan sebagai suatu evaluasi bahwa adanya suatu keharusan perilaku dilakukan dikarenakan significant others. Menurut Willis et al (2020), ditemukan  bahwasanya evaluasi ini dapat dilihat berdasarkan proses.

 (1)  Descriptive norm yang dipahami sebagai persepsi individu terhadap  perilaku umum bagi kelompok (e.g. anak psikologi tidak boleh  judgement). Terakhir (2) Injunctive norm yang dipahami sebagai  persepsi individu dalam melihat perilaku diterima ataupun tidak  diterima secara moral oleh grup.

Melihat landasan motivasi itu, penulis mengajukan hipotesis bahwasanya diperlukan suatu patokan yang spesifik perihal berapa jumlah sampah organik yang harus direduksi oleh rumah tangga agar mencapai kehidupan yang rendah karbon. 

Baca juga : BEM Nusantara Sebut Bansos Solusi Pemerintah Pertahankan Daya Beli Masyarakat

Hal ini dikatakan demikian karena, dengan diberikannya suatu patokan nyata oleh pemerintah terhadap masyarakat maka dapat meningkatkan dimensi attitudes towards behavior, utamanya masyarakat dapat lebih memiliki gambaran bahwa melakukan pengelolaan sampah tidaklah buang-buang waktu serta akan terasa lebih berarti karena secara spesifik saat mereka berhasil menggapai target yang diberikan maka mereka membantu berkontribusi terhadap mitigasi isu lingkungan. 

Selain itu, dengan diberikannya suatu target secara nasional yang spesifik maka hal ini juga dapat memberikan intervensi secara sosial bahwasanya tiap rumah tangga itu harus mencapai pengurangan tersebut dan akhirnya memberi patokan evaluasi dari tetangga lainnya. 

Hal ini penulis ajukan karena melihat dari sudah tersedianya patokan atau benchmark yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (2020) terhadap penggunaan energi di bangunan-bangunan, akan tetapi belum adanya patokan yang tersedia dalam sektor sampah. Hal ini terutama dibutuhkan karena sampah organik sendiri juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan gas rumah kaca (Nordahl et al., 2020). 

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis melalui esai ini mengajukan estimasi patokan pengurangan sampah organik sebagai acuan modifikasi perilaku strategis untuk meningkatkan kehidupan rendah karbon di masyarakat.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.