Dark/Light Mode

Catatan Agus Sutoyo

Mengupas Digitalisasi Naskah Kuno Dari The British Library, London

Kamis, 29 Juni 2023 08:32 WIB
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas Agus Sutoyo bersama bersama Senior Librarian British Library Dr. Annabel Teh Gallop. (Foto: Istimewa)
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas Agus Sutoyo bersama bersama Senior Librarian British Library Dr. Annabel Teh Gallop. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Saya bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala keputusan-Nya, dan saya juga berterima kasih kepada Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando yang mengizinkan, memberi kesempatan dan mendorong saya dan tiga pustakawan (Agung Kriswanto, Didik Purwanto, dan Ade Riri Riyani) untuk datang langsung ke negeri “Gubernur Jenderal Raffles”, yang di negeri ini banyak sekali tersimpan naskah-naskah kuno nusantara yang dapat dilihat dalam bentuk fisik dan digitalisasinya. Perjalanan yang melelahkan hampir 18 jam itu terbayar ketika kami melihat langsung gedung perpustakaan yang cukup megah, nyaman, tertata apik nan elok itu sangat menginspirasi dan kita bisa berlama-lama disini menikmati sajian literasi.

Sebagai seorang pustakawan di bidang layanan, yang juga membawahi berbagai layanan naskah kuno, tentu pengalaman ini sesuatu yang luar biasa untuk bisa diinformasikan. Sehingga pemahaman masyarakat pun dapat lebih kuat tentang naskah-naskah nusantara, khususnya naskah Melayu dan Jawa yang memang begitu banyak tersimpan dan tertata rapih di The British Library, London, United Kingdom.

Menurut Senior Librarian British Library Dr. Annabel Teh Gallop, yang menerima kami cukup antusias, ramah, dan baik hati, koleksi naskah kuno Asia Tenggara yang tersimpan dan sudah digitalisasi di British Library lebih dari 100 ribuan. Naskah-naskah Indonesia telah dilestarikan di dalam koleksi Asia Afrika di Inggris sejak tahun 1627. Sejak awalnya naskah ini dikumpulkan sebagai barang barang aneh oleh para kolektor yang menunjukkan perhatian terhadap hasil budaya asing. Golongan kolektor yg lain adalah para pejabat yang bertugas di Indonesia atas nama East India Company. Salah satu tokoh yang penting adalah ialah William Marsden, perintis pengkajian Indonesia di Inggris yg bertugas di Bengkulu dari tahun 1772 hingga 1779. Jejak Marsden diikuti oleh John Crawfurd, John Leyden, dan Collin Mackenzie, dan yang paling terkenal Thomas Stamford Raffles yang menjabat Letnan Gubernur Jawa (1811-1816) dan Bengkulu (1818-1824).

Melalui karya Raffles, History of Java (London, 1817), untuk pertama kalinya kebudayaan Jawa diperkenalkan kepada dunia barat secara mendalam. Banyak naskah Indonesia yang disalin, khusus atas permintaan para pejabat ini. Antara lain ada yang dihadiahkan sedangkan sejumlah lain dibeli, termasuk Hikayat Raja Bone, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Tanah Jawa, Undang-Undang Melaka dan Hikayat Nabi Yusuf dan Al-Qur'an yang ditulis dalam kertas Eropa yang benar-benar bernilai tinggi bagi sebuah peradaban kebudayaan bangsa Indonesia.

Menariknya, koleksi naskah-naskah kuno nusantara yang tersimpan ini ditulis dalam berbagai bahasa daerah Indonesia, termasuk bahasa Bali, Batak, Bugis, Jawa, Makasar, Madura, Melayu dan Sunda. Dengan wahana tulisnya yang juga cukup beragam seperti kertas eropa, daun lontar dan nipah, kulit kayu, bambu, perunggu dan bahkan emas. Naskah yang termasuk paling tua tersimpan di sini adalah prasasti perunggu berbahasa Jawa Kuno abad 13-15 semasa zaman Majapahit, salinan prasasti asli yang dikeluarkan Raja Sindok. Sedangkan naskah yang tergolong baru yang tersimpan di sini adalah naskah lontar bergambar cerita Ramayana yang dilukis oleh Ida Bagus Adnyana di Pliatan Bali sekitar tahun 1975, yang membuktikan bahwa tradisi manuskrip di Bali masih tetap terjaga.

Salah satu yang menarik perhatian saya, adalah naskah-naskah kuno yang berupa surat-surat para raja masa lampau, jikalau hal ini bisa memungkinkan dipamerkan kembali di negeri asalnya itu naskah sungguh luar biasa. Kita bersyukur, literasi yang dilakukan para nenek moyang kita masih tersimpah abadi di negeri yang sangat peduli kepada nilai-nilai historis suatu bangsa di dunia. Jikalau itu diizinkan untuk kembali tersimpan di negara kita suatu proses “perjuangan” yang luar biasa yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Walaupun sekarang ini naskah-naskah itu yang “diselamatkan” oleh Raffles sudah di digitalisasi dan sudah juga diserahkan kembali ke Indonesia, tentu akan lebih baik lagi jika ditindaklanjuti dengan pengajuan antar negara atas koleksi naskah-naskah kuno yang asli maupun salinan aslinya dapat tersimpan di Perpustakaan Nasional Indonesia.

Baca juga : I La Galigo Dalam Perspektif Literasi

Dengan menggunakan kata kunci ‘Melayu’ atau ‘Jawi’, siapa saja dapat dengan mudah mengakses manuskrip-manuskrip yang penuh informasi atas segala sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan nusantara itu. British Library menyimpan sejumlah besar manuskrip Melayu di dalam repositorinya, dan memang lebih besar koleksinya itu terkait dengan kesusastraan, sejarah dan Undang-Undang yang ditulis dalam aksara Jawa, yang berawal dari abad ke-17 hingga akhir abad ke-19. Annabel Gallop mengatakan, tidak banyak dalam koleksi kami. Hanya kira-kira 100 manuskrip Melayu, dan semuanya sudah di digitalkan. Lengkap dari awal hingga akhir.

Saya dengan tim pustakawan ini berkesempatan melihat langsung ruang konservasi koleksi, dimana para konservator sedang merawat buku-buku langka, naskah kuno yang memerlukan preservasi kembali koleksinya. Yang tak kalah menariknya saya dan tim juga berkesempatan datang langsung dan melihat ruang penyimpanan di bawah tanah di bestmen tiga, dimana koleksi Asia Afrika tersimpan disana dengan deretan katalogisasi (penomorannya) yang sudah tertata apik dan mudah dalam penelusurannya. Bahkan sudut mataku memandang khusus, salah satu koleksi yang menurut saya sangat unik, karena ada sebuah buku mahakarya Bone, Surat Raja Bone yang dengan senang hati Dr Annabel mengambil dan memperlihatkannya kepada saya. Amazing!

Sekali lagi terima kasih Annabel, seorang librarian, kurator naskah-naskah Melayu yang sering diminta menjadi narasumber ahli dibidang pernaskahan melayu kuno itu, khususnya koleksi Asia Tenggara itu selalu mengangkat mengenai “Art and Artists in Malay Manuscript Books” yang dianjurkan oleh Perpustakaan Nasional di Asia Tenggara dalam usaha mengkaji kesusasteraan Melayu tradisional.

Naskah Melayu Tertua

Saya masih berdiri memandang dan melihat langsung koleksi-koleksi naskah dan buku langka yang diperlihatkan Annabel. Karena ruang baca dan penyimpanan koleksinya yang jauh berbeda tempat, maka para pemustaka di sini diminta untuk meminjam koleksi untuk dibaca diharuskan mengajukan permintaan peminjaman koleksi untuk dibaca itu sehari sebelumnya. Jadi, ketika ingin membaca koleksi tersebut, kita diminta secara online via email dan form pengajuan (yang sudah menjadi member tentu saja, dan saya sudah mendapatkan itu) untuk menuliskan pemesanan koleksi yang diinginkan. Keesokan harinya buku sudah siap diruang baca yang sudah ditentukan oleh pustakawannya.

Di sini saya melihat begitu profesionalnya dan begitu dihargainya profesi librarian ini. (kembali ke laptop). Literasi yang sejak dulu sudah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia cukup beragam dan mempunyai kelebihan masing-masing. Tetapi memang karya para pendahulu itu patut di apresiasi jika hal itu apalagi bisa memberikan dampak bagi kondisi kekinian suatu bangsa. Ini sangat berharga bagi mereka yang menyimpannya dan bisa diinformasikan kandungan isinya.

Salah satu koleksi yang menjadi perhatian saya dan tim berempat adalah koleksi yang berkaitan dengan Raja Bone Sulawesi Selatan. Kekayaan baca tulis di Sulsel menjadi saksi dari rasa ingin tahu yang besar serta kepekaan akan hal-hal yang rinci. Naskah naskah ini ditulis dalam Bahasa Bugis atau Makasar diatas daun Lontar, tetapi sejak abad 17 kertas buatan Eropa digunakan pula. Isi manuskrip mulai dari kronik sejarah dan risalah tentang senjata api, Undang-Undang, kitab doa-doa dan tasawuf, peta maritim dan pedoman membangun kapal, obat-obatan dan bahkan catatan tentang permainan kartu dan sabung ayam. Naskah kesusastraan yang terpenting dan sering diangkat adalah epos besar I La Galigo. Barangkali jenis naskah paling menarik adalah buku harian para pejabat istana atau bahkan raja sendiri, suatu tradisi yang khas daerah Sulawesi Selatan.

Baca juga : Menanggapi Eskalasi Ketegangan Di Laut China Selatan

Naskah-naskah Melayu yang tertua yang tersimpan di British Library umumnya dari abad dibawah abad 19, bahkan ada yang lebih tua lagi. Salah satu koleksi naskah Melayu yaitu surat dari Sultan Alaudin Syah dari Aceh yang diperkirakan ditulis pada tahun 1602. Naskah melayu tertua berbentuk buku berisi tentang hikayat tentang Rama, yang telah dihadiahkan oleh Uskup Agung Laud pada tahun 1633. Kedua naskah lama itu, menurut Annabel Gallop sekarang ini disimpan di Bodlein Library Oxford. Koleksinya yang terpelihara dengan baik itu meliputi banyak tulisan yang berasal dari abad ke-17.

Annabel juga menambahkan bahwa surat-surat kuno dan menarik dari raja-raja dan pembesar-pembesar dari berbagai daerah seperti Aceh, Ambon, Badung, Mengwi, Buleleng, Karangasem, Bandung, Banjarmasin, Bone, Lingga, Palembang, Pontianak, Riau, Sambas, Siak Sumenep, Surakarta, Ternate, Tidore dan Yogyakarta. Dan semua naskah-naskah itu ditulis dalam berbagai Bahasa daerah seperti Bugis, Batak, Jawa, Madura, Makasar dan Melayu. Naskah-naskah kuno Indonesia itu terdapat didalam kira-kira dua puluh empat lembaga yang terkenal, dan tersebar keseluruh Inggris, seperti yang didaftarkan didalam Katalogus terkenal susunan M.C Ricklefs dan P. Voorhoeve (Indonesian manuscripts in Great Britain, Oxford University press, 1977, dan Indonesian manuscripts in Great Britain: Addenda et Corrigenda dalam Bulettin of the School of Oriental and African studies, 1982).

Kepustakaan Bugis klasik mengenal dua bentuk pustaka peninggalan budaya lama, yaitu pustaka yang tergolong karya sastra dan pustaka yang bukan karya sastra. Jenis pustaka yang pertama terbagi dalam beberapa jenis, yang dalam bentuknya terdiri atas dua macam, yaitu puisi dan prosa. Yang tergolong puisi terbagi lagi dalam dua jenis, yakni puisi naratif yang ceritanya pada umumnya panjang, yang lazim disebut dengan puisi galigo dan tolok. Jenis puisi lainnya adalah puisi singkat yang disebut elong (bukan cerita). Puisi itu hanya terdiri atas beberapa larik atau bait, tetapi sudah dapat mengungkapkan maknanya secara utuh atau lengkap. Selanjutnya, karya sastra tergolong prosa yang pada umumnya berupa cerita. Karya sastra prosa ini kalau dilihat bentuknya ada yang tergolong hikayat, dongeng, atau cerita rakyat.

Selanjutnya, jenis pustaka yang kedua adalah yang bukan sastra disebut Lontara. Pustaka jenis ini pun bermacam-macam; ada yang menyangkut masalah perjanjian, ada yang berupa silsilah raja-raja, ada yang mengenai perundang-undangan, dan ada pula yang menyangkut obat-obatan. Pustaka yang tergolong lontara ini lebih dekat dengan catatan sejarah. Namun, jenis pustaka ini tidak dimaksudkan sebagai historiografi. Pustaka jenis ini lebih menyerupai catatan harian yang merekam berbagai jenis peristiwa masa lalu. Pustaka yang tergolong sastra secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut. Pertama, I La Galigo (diperkirakan masa pertumbuhannya antara abad ke-7 hingga abad ke-14) merupakan puisi naratif (wiracarita) yang disusun dengan pola kaki sajak lima atau empat suku kata yang secara tetap membentuk larik.

Cerita galigo pada umumnya panjang dan terdiri atas beberapa episode dengan ribuan halaman naskahnya. Cerita ini tergolong sastra suci yang disakralkan oleh masyarakat Bugis pada masanya. Ceritanya tidak berpijak pada dunia nyata. Latar ceritanya adalah dunia atas (langit), dunia bawah (pertiwi), dan dunia tengah (kawah). Tokoh-tokohnya pun merupakan titisan dewa yang diturunkan dari langit atau dinaikkan dari pertiwi untuk berkuasa di bumi (kawah). Kedua, jenis puisi naratif yang kedua adalah tolok (masa pertumbuhannya diperkirakan abad ke-17 hingga awal abad ke-20).

Puisi ini juga menipakan puisi wiracarita yang disusun dengan pola kaki sajak delapan suku kata yang secara konsisten membentuk larik. Tolok mengandung kisah kepahlawanan seorang raja dalam mempertahankan negerinya (kerajaannya) dari gangguan yang berasal dari luar. Tokoh dan peristiwanya pun benar-benar pemah terjadi, tetapi kisah jenis ini dianggap sebagai karya sastra dan bukan sejarah.

Baca juga : Kepala Perpusnas: Digitalisasi Naskah Kuno Nusantara Harus Dilakukan

Dengan demikian, tolok lebih tepat disebut epos atau kisah kepahlawanan. Ketiga, jenis puisi yang terakhir disebut elong. Sastra jenis ini tidak berbentuk cerita, tetapi berupa pernyataan singkat. Elong terdiri atas beberapa jenis, tetapi yang paling banyak terdiri atas tiga larik atau berlarik tiga dengan pola kaki sajak (konvensi); larik pertama terdiri atas delapan suku kata, larik kedua terdiri atas tujuh suku kata, dan larik ketiga terdiri atas enam suku kata. Karena elong ini bukan cerita, tentunya jenis ini juga tidak memiliki pelaku. Elong secara harfiah berarti nyanyian, dan elong pun dinyanyikan seperti nyanyian populer yang ada dewasa ini.

Meskipun karya sastra ini mengandung nilai estetis dan nilai etika, unsur hiburannya temyata sangat menonjol. Hal inilah yang membedakan puisi jenis elong dari kedua jenis puisi lainnya, La Galigo dan tolok. Naskah sastra Bugis klasik "Tolok Rumpakna Bone" (disingkat TRB) yang ditransliterasi dan diterjemahkan pada kesempatan ini telah dipulihkan teksnya dari berbagai jenis kesalahan yang diduga terjadi akibat proses penurunan atau penyalinan yang berlangsung terhadap kedua teks cerita tersebut. Pemulihan teks naskah ini dilakukan melalui kajian filologis. Dengan demikian, edisi teks dalam bentuk transliterasi dan terjemahan ini dipandang sudah layak dikaji dari berbagai aspek dan dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya kajian sastra, linguistik, historis, sosiologi, antropologi, dan kajian religius. Sampai di sini catatan kecil ini yang diturunkan dari keheningan malam di negeri modern Raja Charles. London, 21 Juni 2023. Salam Literasi.***

Agus Sutoyo, Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Perpustakaan Nasional RI

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.