Dark/Light Mode

Hapus Stigma Islamofobia dengan Keberkahan Puasa Ramadan

Jumat, 22 Maret 2024 22:07 WIB
Peneliti Senior Badan Litbang Kemenag Abdul Jamil Wahab. (Foto: Istimewa)
Peneliti Senior Badan Litbang Kemenag Abdul Jamil Wahab. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Maraknya kekerasan dan radikalisme di penjuru dunia menyisakan residu yang bernama Islamofobia. Hadirnya Bulan Ramadan merupakan momentum untuk menggugah semangat toleransi dan perdamaian.

Menyoroti keutamaan ibadah Puasa Ramadan, mantan Peneliti Senior Badan Litbang Kementerian Agama (Kemenag) Abdul Jamil Wahab mengajak umat Islam untuk menghayati intisari Puasa Ramadan. Puasa tidak hanya sebagai ritual ibadah, tetapi juga sebagai alat untuk mengatasi berbagai konflik dan mengurangi polarisasi antaragama.

“Seperti yang bisa kita lihat di berbagai pemberitaan, Bulan Ramadan ternyata tidak hanya dirayakan umat Islam yang berpuasa, namun juga banyak non-Muslim yang membagikan makanan untuk berbuka puasa,” ungkapnya, di Jakarta, Jumat (21/3).

Menurut Abdul Jamil, hal ini sebagai suatu kehebatan Bulan Ramadan. Datangnya kewajiban Puasa Ramadan bagi mereka yang Muslim nampaknya juga menjadi berkah bagi semua golongan karena bisa menjadi penghubung antargolongan.

Baca juga : Cara Beckham Jaga Kebugaran Selama Ramadhan

Selain dengan yang berbeda keimanan, Puasa Ramadan juga seringkali menambah intensitas interaksi antarmasyarakat dalam hidup bertetangga. Hal ini biasanya terlihat ketika mengadakan buka puasa bersama, atau saling memberikan makanan untuk disantap ketika Adzan Maghrib berkumandang.

Tidak hanya perkara kerukunan dan kebersamaan, Abdul Jamil juga berpendapat bahwa Puasa Ramadan dapat menurunkan tensi Islamofobia yang diakibatkan ulah kelompok radikal, yang hingga kini umat Islam sedunia masih menanggung efek negatifnya. Walaupun demikian, akademisi pemerhati isu keagamaan ini menyadari perlunya penanganan islamofobia secara holistik.

“Pertama-tama, dari pihak Muslim sendiri, penting untuk menghindari tindakan atau sikap yang dapat memberikan alasan bagi pihak lain untuk menilai negatif terhadap Islam. Contoh nyatanya adalah serangan 11 September 2001 yang hingga kini dianggap sebagai salah satu serangan terorisme terburuk yang pernah ada, menyebabkan masyarakat Barat menilai negatif terhadap Islam,” terang Abdul Jamil.

“Kedua, dari pihak Barat, diperlukan pemahaman yang lebih objektif terhadap Islam dan masyarakat Muslim. Ketidaktahuan akan karakteristik dan ajaran Islam sering kali menjadi penyebab dari Islamofobia,” imbuhnya.

Baca juga : Bamsoet Dorong Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa

Abdul Jamil berharap, meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk dengan menerapkan toleransi secara menyeluruh. Dia menegaskan, seluruh ajaran agama yang diakui di Indonesia, mengandung nilai-nilai perdamaian, kerukunan, dan harmoni.

“Dalam ajaran Islam banyak nilai-nilai yang mengajarkan kepada kedamaian dan kerukunan untuk hidup dengan harmonis. Salah satunya, di Bulan Ramadan itu ada kewajiban zakat fitrah. Saya seringkali sampaikan bahwa zakat fitrah itu jangan hanya untuk kelompok Muslim, namun juga harus dibagi pada mereka yang non-muslim jika membutuhkan,” tambah Abdul Jamil.

Keharmonisan hidup bermasyarakat juga dapat dicapai jika masyarakat menerima exposure yang cukup terhadap pemahaman nilai-nilai keagamaan secara lebih luas. Hal ini tentu tidak hanya terbatas pada pengetahuan agama Islam saja, agar kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dapat dicapai.

Abdul Jamil beranggapan, jika saja masyarakat telah matang dalam memandang perbedaan, maka Indonesia dengan kemajemukannya dapat merespons kebutuhan sesama manusia tanpa memandang perbedaan agama.

Baca juga : Promag Edukasi Generasi Muda Indonesia Agar Puasa Tanpa Dramaag

“Dalam hal ini, Indonesia memiliki keunggulan karena sejak awal republik ini berdiri, kita berada dalam keadaan yang sudah pluralistik. Kualitas pemahaman pluralisme dalam masyarakat Indonesia harus terus ditingkatkan untuk menciptakan masyarakat yang lebih toleran dan inklusif,” jelasnya.

Abdul Jamil berharap, agar Ramadan tidak hanya dipandang sebagai momen untuk beribadah, tetapi juga sebagai kesempatan untuk menguatkan kerja sama antarumat beragama dan merespons tantangan radikalisme serta Islamofobia.

“Tantangan umat Islam dengan adanya fenomena Islamofobia harus disikapi secara lebih bijaksana dan toleran. Tidak hanya kita mengharapkan untuk dimengerti oleh pihak lain, namun kita juga harus bisa menyediakan ruang yang sehat bagi semua golongan. Semoga upaya-upaya ini dapat terus dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan damai di Indonesia dan di seluruh dunia,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.