Dark/Light Mode

Belajar Dari Perang Ukraina-Rusia

Pakar: Kunci Sukses Menang Perang Terletak Pada The Man Behind the Gun

Kamis, 13 Oktober 2022 13:53 WIB
Pasukan Rusia. (Foto: Ist)
Pasukan Rusia. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Lumpuhnya tank-tank kavaleri dalam perang Azerbaijan vs Armenia dan Ukraina vs Rusia akibat penggunaan drone tempur menimbulkan pertanyaan tentang relevansi satuan kavaleri dalam perang moderen.

CEO Romeo Strategic Consulting M. Iftitah Sulaiman menegaskan satuan kavaleri masih relevan.

"Meski drone di Ukraina sukses menghajar lebih dari 2.435 tank rusia, tetapi kehadiran drone tidak serta merta meniadakan satuan lain. Tidak mungkin juga meniadakan Satuan Kavaleri," kata Iftitah, Kamis (13/10). 

Ia juga menekankan bahwa pasukan Kavaleri adalah satuan manuver, atau pasukan darat (ground forces). Sementara drone adalah komponen pertempuran udara (airland battle).

Baca juga : Guru Besar UI Puji Peran Jokowi Di Panggung Dunia

Untuk menduduki dan menguasai suatu wilayah daratan, tentu yang dibutuhkan adalah pasukan darat. Di samping itu, lanjut Iftitah, tidak semua negara memiliki kecanggihan drone.

Senjata drone dan anti drone juga masih barang mahal. Kemampuan SDM untuk mengendalikan drone pun, katanya, memiliki tantangan yang tidak mudah.

Peraih Adhi Makayasa dan lulusan terbaik Akademi Militer 1999 ini juga mengajak untuk belajar dari masa lalu. Kehadiran Tank, kata Iftitah, tidak lantas meniadakan kehadiran pasukan berkuda. Untuk jalan-jalan sempit dan tertutup, kehadiran pasukan berkuda tetap dibutuhkan.

Jadi kehadiran teknologi, sifatnya saling melengkapi, bukan saling meniadakan. Selain faktor senjata dan teknologi, Iftitah mengatakan bahwa kunci sukses memenangkan perang adalah the man behind the gun.

Baca juga : Pisah Dari Ibu, Orang-orang Berteriak Ingin Keluar Kiev

Ia mencermati fighting spirit Ukraina sangat besar. Rusia kalah jauh. Banyak warga dan pemuda Rusia yang kabur dari kewajiban berperang.

Bahkan Iftitah mencermati adanya jenderal- jenderal tua Rusia yang telah purnawirawan, harus diaktifkan lagi, karena tidak ada yang mau bertempur di Ukraina. Berbeda dengan Rusia, kata Iftitah, warga Ukraina merelakan dirinya untuk ikut wajib militer membela negaranya.

Mantan Komandan Batalyon Kavaleri 4/Tank Kodam III Siliwangi ini, juga merujuk kepada pelajaran dari Perang Dunia II. Salah satu kesuksesan Jerman dalam perang kilat adalah Auftragstaktik.

Auftragstaktik, kata Iftitah, adalah filosofi militer yang menekankan kepada pemberian ruang dan waktu kepada komandan bawahan, untuk mengambil sejumlah inisiatif.

Baca juga : Jelang HUT RI, Warga Bumi Pamulang Pratama Bikin Pawai Dan BPP Fashion Week

Auftragstaktik adalah ruang kreasi komandan bawahan, untuk melakukan sejumlah tindakan yang diyakininya, akan mampu mencapai keberhasilan tugas pokok. Tentu tetap dalam koridor petunjuk perencanaan komandan atasannya.

"Jadi, komandan bawahan tidak selalu bertanya; Izin Komandan, mohon petunjuk, dalam setiap langkahnya. Cukuplah komandan atasan mengatakan: Ini misi yang harus dicapai, dalam waktu tertentu. Soal bagaimana mengeksekusinya diserahkan kepada komandan bawahan," bebernya.

Tapi Iftitah menegaskan, tentu Auftragstaktik tidak bisa seketika dijalankan. Harus dimulai dengan melakukan reformasi pendidikan militer di semua bidang.

Auftragstaktik ini, katanya, ditiru oleh oleh Inggris dengan Mission Type Order-nya, ditiru juga oleh Amerika Serikat dengan Mission Command-nya, hingga sekarang.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.