Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kalau Perang Nuklir Terjadi

Satu Dunia Bakal Terkena Getahnya

Minggu, 26 Februari 2023 08:53 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin. (Foto: BBC)
Presiden Rusia Vladimir Putin. (Foto: BBC)

RM.id  Rakyat Merdeka - Panasnya hubungan Rusia dengan Amerika Serikat setelah setahun invasinya ke Ukraina, makin mengkhawatirkan. Ketegangan itu dikhawatirkan bisa memicu terjadinya perang nuklir yang tentunya mengancam dunia, termasuk Indonesia. Padahal di dalam negeri saat ini, tengah bersiap menyelenggarakan Pemilu lima tahunan. Pertanyaannya, apakah perang nuklir itu bisa menunda Pemilu di Indonesia?

Lebih dari setahun perang Rusia-Ukraina, belum terlihat tanda-tanda adanya perdamaian di kedua negara. Bahkan, hubungan Amerika Serikat sebagai pendukung utama Ukraina makin panas dengan Rusia. Dalam sepekan ini, Presiden Rusia Vladimir Putin  dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyampaikan pidato keras yang makin mempertajam konflik dan memperdekat jalan ke perang nuklir.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menyampaikan kekhawatiran soal itu. Kepada pemimpin redaksi di Jakarta, Andi menilai, pidato Putin terbaru menunjukkan kemungkinan perang Rusia berubah menjadi perang nuklir.

Dalam kesempatan itu, Andi menceritakan pengalamannya bertemu dengan Putin pada Oktober 2022. Dalam kesempatan itu, kata dia, Putin menitipkan pesan kepada Presiden Jokowi. Pesannya begini: Rusia tidak akan mempertimbangkan  senjata nuklir. "Namun, jika ada serangan udara ke wilayah Rusia, kami mempertimbangkan untuk menggunakan nuklir," kata Andi, mengutip omongan Putin.

Kata Andi, yang menjadi pertanyaan adalah yang wilayah udara Rusia ini. Apakah benar-benar Rusia, ataukah termasuk empat wilayah di Ukraina yang sekarang dikuasai Rusia yang sudah referendum bergabung ke Rusia, atau bahkan Krimea yang sejak 2004 secara de facto Rusia.

Jika wilayah Rusia itu termasuk empat wilayah di Ukraina, Andi menilai ancaman perang nuklir itu makin dekat. Soalnya, pasukan NATO yang dikomandoi AS sudah membantu persenjataan Ukraina mulai dari amunisi hingga tank. Terakhir NATO  juga mempertimbangkan untuk memberikan bantuan pesawat tempur  F-16 bahkan sampai ke F-35.

"Nah begitu pesawat tempur itu melakukan serangan ke wilayah Rusia,  Putin mengatakan akan mempertimbangan serangan nuklir," kata Andi.

Baca juga : Kejutan, Peringkat 1 Dunia U-15 Tampil Di Liga Tenis Meja Berhadiah Rp 2,5 Miliar

Melihat ancaman perang nuklir yang kian dekat itu, Andi menilai saat ini kita sedang berjalan di atas kaca. Bisa dilalui, tapi harus melangkah dengan sangat hati-hati agar kaca tidak retak dan ambyar. Jika perang makin meluas, tentu saja mengancam berbagai agenda nasional.

"Mudah-mudahan kita bisa melewati 2023 ini menuju 2024 dengan berjalan di atas kaca tersebut. Tapi ini skenario terburuknya, dan perangnya bisa terjadi bermacam-macam," ujarnya.

Seberapa dekat dunia dengan perang nuklir? Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah mengatakan, perang nuklir nyaris pernah meletus  pada tahun 1962, saat Uni Soviet menaruh peluru kendali di Kuba.  Sementara AS membaca peluruh kendali itu berpotensi bermuatan nuklir. Insiden itu dikenal dengan istilah "accidental detonation".

Saat itu,  awak kapal selam Rusia hampir menembak kapal AS yang memburunya dengan tembakan nuklir. "Untungnya pasukan di dalam kapal selam tidak melepaskan tembakan. Perang nuklir pun terhindarkan," kata Rezasyah, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

Melihat sejarah itu, kata Rezasyah, kecelakaan kecil bisa menghindarkan perang dari perang nuklir. Namun, kecelakaan kecil juga bisa memantik perang Rusia-Ukraina menjadi perang nuklir.  Serangan kecil dalam kondisi perang di lapangan bisa saja memantik perang nuklir itu. Bila terjadi, dampaknya bukan hanya di dua negara tersebut, tapi bisa menyebabkan kiamat di dunia.

Rezasyah menjelaskan, satu ledakan nuklir bisa menghancurkan kawasan sebesar 10 kilometer persegi. Artinya, dampaknya bakal lebih besar ketimbang ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki Jepang. Dalam situasi saat ini, dampaknya bisa setara dengan meletusnya Gunung Krakatau pada 1883. Debu nuklir yang beracun bisa menyelimuti permukaan bumi dan melenyapkan kehidupan.

"Satu dunia bakal terdampak," ungkapnya.

Baca juga : Kalau Terjadi Perang Nuklir, Apa Yang Harus Kita Siapkan?

Dalam kondisi ini, kata dia, Indoenesia harus ikut terlibat mencegah konflik di Rusia-Ukraina makin tajam. Menurut dia, konflik Rusia dan AS saat ini masih berupa perang urat syaraf. Masih sebatas psywar. Masih bisa dicegah untuk tidak melewati batas.

Dalam kondisi ini, ia menilai Rusia tidak akan mau begitu saja meninggalkan wilayah Ukraina. Harus ada jalan tengah. Misalnya menjadikan wilayah yang dikuasai Rusia saat ini sebagai wilayah zona demiliterisasi. Tidak digunakan untuk pengerahan militer baik oleh Rusia ataupun NATO.

"Indonesia adalah negara netral. Tidak berpihak ke AS, tidak ke Rusia dan tidak ke China. Indonesia sebagai pemimpin ASEAN tahun ini bisa memimpin gerakan non blok," paparnya.

Sudahkan ancaman perang nuklir mengganggu agenda nasional seperti Pemilu 2024? Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, belum melihat adanya gangguan tersebut. Kata dia, hingga kini belum ada force majeure atau kegentingan memaksa untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024.

Kata dia, untuk menunda pemilu harus ada kondisi yang harus terpenuhi. Misalnya kejadian luar biasa seperti pandemi atau kejadian lain seperti  perang nuklir. "Pemerintah tetap konsentrasi menjalankan Pemilu sesuai ren­cana serta tahapan berdasarkan aturan yang sedang berlaku. Ka­mi belum menemukan kondisi yang membuat penundaan ini,” kata Doli, kemarin.

Politikus Golkar ini menegaskan, DPR khususnya Komisi II yang membidangi masalah Pemilu terus komitmen melak­sanakan perencanaan pemilu yang sudah diputuskan pada 14 Februari 2024.

”Kita berdoa saja tidak ada apa-apa sampai tanggal itu sehingga tidak perlu penundaan,” ucapnya.

Baca juga : Jelang Puasa, Emak-emak Di Jaksel Tanam Ratusan Pohon Cabe Bareng Mak Ganjar

Komisioner KPU Idham Kholik menyampaikan hal yang serupa. Kata dia, Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengamanatkan pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Merujuk aturan itu,  Pemilu  harus digelar pada 2024, mengingat Pemilu terakhir dilaksanakan pada 20219. Idham mengatakan KPU terus melaksanakan tahapan-tahapan yang ada, sembari menghitung waktu pencoblosan yang kurang dari satu tahun lagi, yakni 14 Februari 2024. "Kami meyakini bahwa tahapan ini on the track," tutur Idham.

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan, Rusia memang telah menyampaikan ancaman  penggunaan nuklir sebagai bentuk retaliasi jika Amerika Serikat dan sekutunya memperkuat dukungan pada Ukraina. Meski begitu, ia melihat hal tersebut belum akan sangat dekat dengan perang nuklir yang nyata.

"Saya cenderung melihat kecemasan itu lebih difabrikasi untuk memperkuat sentimen anti Rusia dan meningkatkan tekanan internasional pada Moskow," kata Khairul, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

Jika Rusia benar-benar mengabaikan kesepakatan pengendalian senjata nuklir, maka negara-negara lain sangat mungkin akan mengikuti dengan berlomba-lomba mengembangkan teknologi persenjataan nuklir.

Tentu saja itu akan ada dampaknya bagi Indonesia. Mau tidak mau, Indonesia harus meningkatkan postur pertahanannya hingga pada level yang dapat mengantisipasi ancaman secara signifikan. Dalam kondisi ruang fiskal yang kurang memadai, tentu saja itu masalah serius.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.