Dark/Light Mode

Rusia Bantah Danai Demo Pro-Palestina Di AS

Rabu, 7 Februari 2024 10:39 WIB
Aksi Demonstrasi Pro Palestina di AS. (Foto: Ist)
Aksi Demonstrasi Pro Palestina di AS. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rusia dengan tegas membantah pernyataan Mantan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi, yang menuding Negara Beruang Merah ikut campur dan mendanai sejumlah demo pro-Palestina di wilayah AS. 

Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan, AS selalu menganggap Rusia sebagai musuh. Oleh sebab itu, menurutnya, tidak heran Negara Paman Sam kerap mengaitkan isu sensitif untuk menyerang Rusia. 

"Tentu saja, Anda tahu, semua ini bohong dan palsu dan tidak ada hubungannya dengan kenyataan," kata Vorobieva saat melakukan wawancara khusus dengan Rakyat Merdeka, Kamis (1/2/2024).

Ketakutan akan campur tangan Rusia dalam perang di Gaza antara Hamas Palestina dan Israel membuat Nancy Pelosi, resah. Dia meminta Biro Investigasi Federal AS (FBI) memeriksa pendukung Palestina yang berdemo di AS. Ia menuding beberapa demonstrasi antiperang berafiliasi dengan musuh AS, yang dia yakini Rusia.

Dalam wawancara di acara “State of the Union” di CNN, mantan ketua DPR tersebut menyampaikan keyakinannya bahwa beberapa pengunjuk rasa terhubung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dubes Rusia mengatakan, Washington selalu berupaya untuk melemahkan dominasi global. Washington juga kerap menuduh Moskow ikut campur dalam Pemilu AS. Namun, Vorobieva mengklaim bahwa upaya apapun yang digunakan AS untuk melemahkan Rusia, tidak akan terjadi. 

Baca juga : Rupiah Langsung Melesat Di Awal Pekan

Seperti saat negara Barat dan Eropa menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, justru negara-negara Eropa itu sendirilah yang mengalami resesi. 

"Anda tahu, meski ada banyak sanksi, perekonomian Rusia tetap tumbuh. Dan kami memperkirakan tahun ini mungkin akan meningkat sebesar 4 persen," ujarnya.


Dalam urusan perang Gaza, Dubes Vorobieva menegaskan bahwa Rusia terus berupaya untuk menyelesaikan konflik ini lewat jalur diplomatik. Rusia juga bekerja sama dengan Indonesia dan negara Oraganisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengatasi situasi konflik yang telah menewaskan puluhan ribu orang di Gaza ini. 

Rusia tidak ingin perang dunia ketiga terjadi. Namun seperti diketahui, Amerika terus mendukung Israel. Vorobieva mengatakan setiap konflik yang terjadi ada pihak yang selalu diuntungkan dalam perang yang terjadi di dunia. Menurutnya, tentu saja AS diuntungkan dalam situasi.

"Jadi setiap konflik yang terjadi pihak-pihak yang bertikai akan membutuhkan senjata," ujarnya. 


Dubes Rusia kembali menegaskan, bahwa operasi militer khusus yang dilakukan negaranya di Ukraina untuk melindungi negaranya. Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin itu juga berupaya melindungi masyarakat di wilayah Donbass yang menderita selama bertahun-tahun akibat pembunuhan dan pemboman dari pihak Ukraina. 

Baca juga : Rupiah Loyo Hadapi Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS

"Mereka kebanyakan beretnis Rusia," katanya. 

Selama bertahun-tahun, pemerintah Rusia mencoba menyelesaikan situasi ini dengan cara damai. Salah satunya lewat perjanjian Minsk di tahun 2014. Perjanjian Minsk merupakan upaya untuk mengamankan gencatan senjata antara pasukan Pemerintah Ukraina dan pemerintahan pro-Rusia di timur Ukraina. Namun tidak ada kesepakatan yang terjadi dalam upaya perdamaian ini, sebab diduga ada pihak yang tidak menginginkan perdamaian. 

Dubes Vorobieva mengatakan, bukan Ukraina tidak menginginkan perdamaian. Sebab dua negara yang bersekutu itu satu rumpun. Bahkan kedua negara memiliki agama dan bahasa yang hampir sama. 

"Ada sponsor yang tidak berniat memenuhi perjanjian Minsk. Mereka hanya perlu mengulur waktu untuk memenangkan Ukraina," katanya.


"Ini tentang konfrontasi antara Rusia dan Barat. Dan yang saya maksud dengan Barat adalah AS dan sekutunya. Mereka tidak ingin berkonfrontasi langsung dengan Rusia, perihal daya nuklir. Jadi, mereka menggunakan Ukraina sebagai instrumen," lanjutnya.

Sayangnya, ini sangat menyedihkan dan tragis bagi Ukraina. Di mana rakyat Ukraina menjadi korban dan dijadikan tameng kepentingan AS. Vorobieva mengatakan, perang ini bukan hanya tentang Ukraina. Ukraina adalah korban dan bukan korban agresi Rusia, seperti yang dikatakan media Barat. Namun, korban dari kebijakan Barat.

Baca juga : Mahfud Silaturahmi Ke Ponpes Tertua Di Madura

"Mereka mengirim rakyatnya sendiri untuk dibunuh. Ini sangat tragis bagi rakyat Ukraina," ujarnya. 

Lyudmila Vorobieva memberikan gambaran, bahwa faktanya Rusia bukan negara yang agresif. Negara agresif itu bukan pula negara Cina. Negara yang paling agresif di dunia adalah Amerika Serikat sendiri. 


Dubes Rusia mengatakan, AS telah membom Jepang, di mana generasi muda di Jepang bahkan tidak mengetahui bahwa negaranya telah dibom AS. Karena hal itu tidak diceritakan dalam buku pelajaran sejarah mereka. 

"(Jepang) hanya menyebut ada seseorang yang menjatuhkan bom nuklir dari langit, dan tidak ada yang menyebutkan bahwa itu adalah Amerika Serikat," katanya. 

"Negara menyerang militer 27 negara asing. Ini bukan Rusia. Ini bukan Tiongkok. Itu Amerika Serikat. Dan kita tahu kita semua tahu tentang negara-negara ini. Di Yugoslavia. Di Afghanistan. Di Irak. Di Libya, dan banyak negara lainnya," ujarnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.