Dark/Light Mode

Gokil, Pria Asal Jerman 217 Kali Divaksin Covid, Ini Dampaknya Terhadap Tubuh

Kamis, 7 Maret 2024 07:22 WIB
Ilustrasi suntikan vaksin Covid-19 (Foto: Istimewa)
Ilustrasi suntikan vaksin Covid-19 (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Seorang pria asal Magdeburg, Jerman mendefinisikan ulang dirinya sebagai pria dalam sebuah misi. Dengan sengaja, pria berusia 62 tahun itu mendapatkan 217 suntikan vaksin Covid-19 dalam rentang waktu 29 bulan. Atau rata-rata 1 suntikan dalam 4 hari. Ini bertentangan dengan rekomendasi vaksin nasional, berdasarkan studi terbaru.

Dalam prosesnya, pria itu menjadi semacam eksperimen berjalan untuk mengetahui apa yang terjadi pada sistem kekebalan tubuh, ketika patogen yang sama berulang kali divaksin.

Korespondensi yang diterbitkan di Jurnal Lancet Infectious Diseases pada Senin (4/3/2024) menyimpulkan, untuk sementara, hipervaksinasi tersebut tidak menimbulkan efek kesehatan yang merugikan. Juga tidak secara signifikan meningkatkan atau memperburuk respons kekebalannya.

Pria yang tidak disebutkan namanya dalam korespondensi, sesuai aturan privasi Jerman, mengaku menerima 217 suntikan Covid dalam periode Juni 2021 dan November 2023.

Sebanyak 134 suntikan, dikonfirmasi oleh jaksa dan melalui dokumentasi pusat vaksinasi. Sisanya yang berjumlah 83, dilaporkan sendiri oleh yang bersangkutan.

"Ini adalah kasus yang sangat tidak biasa. Ini tidak mengikuti pedoman apa pun," kata Asisten Profesor Kedokteran, Mikrobiologi, dan Imunologi di Albert Einstein College of Medicine, Dr. Emily Happy Miller, yang tidak berpartisipasi dalam penelitian, seperti dikutip CNN International, Rabu (6/3/2024).

Pria itu tidak melaporkan efek samping terkait vaksin, dan belum terinfeksi Covid hingga saat ini. Terbukti, hasil pengujian antigen dan PCR berulang antara Mei 2022 dan November 2023 terhadap pria tersebut, selalu negatif Covid.

Namun para peneliti mengingatkan, status Covid pria itu tidak jelas karena regimen hipervaksinasinya.

"Mungkin, dia tidak terkena Covid karena terlindungi dengan baik dalam tiga dosis pertama vaksin. Tapi, kami juga tidak tahu apa-apa tentang perilakunya," papar Miller.

Tidak Bisa Digeneralisasikan

Dr. Kilian Schober, penulis senior dari studi baru dan seorang peneliti di Universitas Friedrich-Alexander Erlangen-Nürnberg menekankan, ini adalah studi kasus individu. Hasilnya tidak dapat digeneralisasikan.

Baca juga : Besok, DKPP Sidangkan Aduan Irman Gusman Terhadap KPU

Para peneliti juga tidak mendukung hipervaksinasi, sebagai strategi untuk meningkatkan kekebalan.

"Manfaatnya tidak jauh lebih besar, jika Anda divaksinasi tiga atau 200 kali," kata Schober.

Merujuk riwayat imunisasinya, pria asal Magdeburg itu mendapatkan vaksin Covid pertamanya pada Juni 2021. Pada tahun itu, dia menerima 16 kali vaksinasi di pusat-pusat di seluruh negara bagian timur Saxony.

Tahun 2022, dia makin rajin menyingsingkan lengan bajunya untuk menerima suntikan di kedua lengan kanan dan kirinya, hampir setiap hari di bulan Januari. Di bulan itu, dia menerima total 48 vaksinasi.

Dia kemudian menambah 34 suntikan pada Februari dan enam tembakan lagi di bulan Maret.

Pada April 2022, RTL yang merupakan afiliasi CNN International melaporkan, dalam periode ini, seorang anggota staf Palang Merah Jerman di kota Dresden curiga. Dia mengeluarkan peringatan ke pusat vaksinasi lainnya, dan mendorong lapor polisi, jika mereka melihat pria itu lagi.

Pada awal Maret, pria itu muncul di pusat vaksinasi di kota Eilenburg dan ditahan oleh polisi. RTL menyebut, dia dicurigai menjual kartu vaksinasi kepada pihak ketiga.

Hal itu terjadi, ketika banyak negara Eropa membutuhkan bukti vaksinasi untuk mengakses tempat umum dan perjalanan.

Jaksa penuntut umum di Magdeburg kemudian menggelar penyelidikan terhadap pria itu atas penerbitan kartu vaksinasi yang tidak sah dan pemalsuan dokumen. Namun, pada akhirnya, tidak ada tuntutan pidana yang diajukan. 

Efek Hipervaksinasi

Para peneliti membaca berita tentang pria yang getol divaksin ini. Mereka lalu menghubungi pria itu, melalui jaksa yang menyelidiki kasusnya pada Mei 2022.

Baca juga : Ayo Lengkapi Vaksin Covid, Jangan Sampai Terjadi Lonjakan Kasus Saat Nataru

Pada titik ini, pria itu sudah 213 kali disuntik. Dia setuju untuk memberikan informasi medis, sampel darah, dan air liur. Dia juga melanjutkan untuk mendapatkan empat suntikan Covid lagi.

"Ini bertentangan dengan saran medis para peneliti," kata Schober.

Para peneliti kemudian menganalisis kimia darahnya. Hasilnya, tidak ada kelainan yang terkait dengan hipervaksinasinya.

Mereka juga melihat berbagai indikator untuk mengevaluasi bagaimana sistem kekebalan adaptifnya berfungsi.

"Sistem kekebalan adaptif adalah subbagian dari sistem kekebalan yang belajar mengenali dan merespons patogen tertentu, ketika Anda menghadapinya sepanjang hidup," jelas Miller.

Ada dua jenis sel utama dalam sistem kekebalan adaptif, yakni sel T dan sel B. Pada penyakit kronis seperti HIV dan hepatitis B, sel-sel kekebalan dapat menjadi lelah karena sering terpapar patogen dan kehilangan kemampuan untuk memeranginya secara efektif.

Secara teori, hipervaksinasi bisa memiliki efek yang sama. Namun, bukan itu yang ditemukan para peneliti.

Hipervaksinasi dalam kasus ini terlihat meningkatkan kuantitas (jumlah sel T dan produk sel B), namun tidak mempengaruhi kualitas sistem kekebalan adaptif.

"Jika Anda mengambil alegori sistem kekebalan sebagai tentara, jumlah tentaranya memang lebih banyak, tapi tidak berbeda," terang Schober.

Secara total, pria itu mendapatkan delapan formulasi vaksin, termasuk vaksin mRNA dari Pfizer/BioNTech dan Moderna, vaksin berbasis vektor dari Johnson & Johnson dan vaksin protein rekombinan dari Sanofi.

Baca juga : Jokowi Terima Surat Kepercayaan 10 Dubes Negara Sahabat, Ini Nama-Namanya

"Hasil pengamatannya, tidak ada efek samping yang terlihat dari hipervaksinasi yang luar biasa. Ini menunjukkan, obat-obatan memiliki tingkat tolerabilitas yang baik," beber Schober dalam rilis berita.

Sementara Miller menilai, meski sangat menarik dari perspektif ilmiah, studi kasus individu seperti ini harus selalu diambil dengan sebutir garam.

“Saya rasa, tidak ada dokter atau ahli kesehatan masyarakat yang merekomendasikan untuk melakoni apa yang dilakukan pria ini. Ini benar-benar wilayah yang belum dipetakan,” tutur Miller.

"Bicaralah dengan dokter Anda, ikuti jadwal vaksin yang direkomendasikan. Itu harus menjadi hal terbaik untuk melindungi Anda dari ancaman Covid, tetap sehat dan aman," imbuhnya.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) merekomendasikan vaksinasi Covid untuk semua orang berusia 6 bulan atau lebih, mengikuti jadwal vaksinasi yang diuraikan dalam situs resminya.

Minggu lalu, CDC memperbarui panduannya untuk merekomendasikan dosis tambahan vaksin Covid saat ini untuk orang berusia 65 tahun ke atas.

Saat ini, jumlah orang dewasa Amerika yang telah mendapatkan vaksin Covid terbaru sesuai rekomendasi CDC, masih kurang dari seperempat populasi. Sementara cakupan pada anak-anak, masih 13 persen.

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.