Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Kinerja Industri Manufaktur Terganggu Urusan Koordinasi Antarinstansi
- KAI Tutup Posko Angkutan Lebaran, Penumpang KA Naik 18 Persen
- 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi Damai di MK, Jumat Besok
- Didampingi Ibu Wury, Wapres Gelar Halal Bihalal Bareng Pegawai Dan Media
- Bobby Tetap Mau Daftar Jadi Bacagubnya PDIP
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Kuntit Aktivitas Online, Facebook dan Google Dituding Langgar HAM
Jumat, 22 November 2019 17:50 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Siapa yang tidak kenal mesin pencari Google dan media sosial Facebook. Dua perusahaan berbasis web ini disebut telah melanggar hak asasi manusia dengan model bisnis mereka yang "menguntit kegiatan pengguna tanpa izin."
Berdasarkan laporan Gizmodo, Google dan Facebook memang mengumpulkan data dan input dari pengguna dan digunakan kembali untuk memberikan 'halaman rekomendasi' berdasarkan history penjelajahan si pengguna. Metode bisnis ala 'Big Brother' ini diklaim Amnesty International sebagai pelanggaran terhadap HAM.
Dalam laporan setebal 60 halaman, Amnesty International menyebut kedua perusahaan ini diduga melakukan praktik mengumpulkan data pribadi untuk keperluan bisnis periklanan mereka dengan melakukan 'serangan' terhadap hak pribadi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca juga : Facebook dan Google Biang Kerok Penyebar Fake News
"Penggunaan sistem algoritma perusahaan untuk menyimpulkan profil seseorang sangat rinci. Google dan Facebook juga mengancam sejumlah hak lainnya, termasuk kebebasan berekspresi dan hak atas persamaan dan non-diskriminasi," bunyi laporan organisasi HAM tersebut.
Selain itu Amnesty juga menjelaskan bahwa perusahaan itu memaksa penggunanya untuk melakukan apa yang disebut dengan tawar-menawar Faustian, selanjutnya pengguna diharuskan membagikan data dan informasi pribadi untuk mendapatkan akses layanan ke Google dan Facebook.
Kelompok hak asasi global yang berbasis di London itu meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan melindungi masyarakat dan kebebasan menggunakan layanan online tanpa 'diganggu' oleh pengiklan atau pihak ketiga lain.
Baca juga : Transportasi Online Kian Penting, AP II Desak Payung Hukum
Menanggapi laporan ini, Facebook tidak setuju praktik bisnis mereka disebut telah melangkahi dasar-dasar HAM. Direktur Kebijakan Publik Facebook Steve Satterfield membantah dikatakan bahwa Facebook menerapkan model bisnis "berbasis pengawasan".
Perusahaan menegaskan bahwa pengguna mendaftar secara sukarela untuk memanfaatkan layanan meskipun itu tidak dikenakan biaya. "Pilihan seseorang untuk menggunakan layanan Facebook, dan cara kami mengumpulkan, menerima, atau menggunakan data - semuanya secara jelas diungkapkan dan diakui oleh pengguna," ujar Satterfield.
Sementara itu, pihak Google lebih memilih bungkam menanggapi laporan ini. [DAY]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya