Dark/Light Mode

17 Menteri Mundur, PM Inggris Kembali Digoyang Isu Brexit

Sabtu, 17 November 2018 19:24 WIB
Perdana Menteri (PM) Inggris, Theresa May. (Foto: MataMataPolitik)
Perdana Menteri (PM) Inggris, Theresa May. (Foto: MataMataPolitik)

RM.id  Rakyat Merdeka - Program keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit yang tak kunjung selesai membawa dampak buruk. Satu per satu menteri inti mundur. Perdana Menteri (PM) Theresa May diuji pendukungnya sendiri. Belasan menteri mengundurkan diri karena tidak sejalan dengan prinsip May yang dirasa setengah hati untuk menjalankan hasil referendum Brexit rakyat Inggris.

Semakin banyaknya suara protes atas kebijakan May, tentunya ini akan membahayakan perjanjian Brexit yang telah disusun May selama setahun terakhir. Masalah Brexit ini adalah Perjanjian Brexit disetujui antara Inggris – Uni Eropa atau Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa perjanjian.

Analisis FXstreet, opsi pertama tentunya sangat diinginkan May dan negara Uni Eropa, tetapi tentunya ini akan berdampak kepada tingkat kepercayaan rakyat Inggris yang tercermin dari banyaknya menteri yang mundur dari kabinet May, dan secara umum maka kursi Perdana Menteri May akan terancam.

Baca juga : Istri Najib Didakwa Lagi, Terima Suap Rp 668 M

Jika opsi Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa perjanjian, maka investor akan banyak meninggalkan Inggris, dan pasar uang dunia pasti akan terguncang, sehingga perekonomian serta keuangan Inggris terancam.

Dikutip Reuters, Kamis (15/11), 17 menteri mundur, 9 di antaranya diyakini karena Brexit. Mereka adalah Michael Fallon, yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan mundur pada November 2017. Menteri Dana Bantuan Priti Patel melepas jabatannya pada November 2017. Wakil Theresa May, Damien Green mengundurkan diri pada Desember 2017. Diikuti Menteri muda Justine Greening mundur Januari lalu.

Amber Rudd meninggalkan jabatannya sebagai menteri dalam negeri pada April. Greg Hands mundur dari posisi Menteri perdagangan junior pada Juni. Di bulan yang sama, Phillip Lee melepaskan posisinya sebagai Menteri keadilan junior. Pada Juli, David Davis dan Steve Baker mengundurkan diri sebagai menteri Brexit. Setelah itu, Boris Johnson mundur dari kursi menteri luar negeri.

Baca juga : Bertemu Wapres Pence, Jokowi Ingatkan AS-RI Saling Melengkapi

Andrew Griffiths, Guto Bebb dan Tracey Crouch mundur dari posisi mereka karena tidak sejalan dengan kebijakan Brexit May. Menteri Transportasi Junior Jo Johnson resign pekan lalu, yang diikuti menteri Irlandia Utara Shailesh Vara. Pekan ini ada Dominic Rabb yang mundur dari jabatan Menteri Brexit. Dan Menteri Kesejahteraan Esther McVey juga mundur karena merasa tidak sejalan dengan May.

Pengunduran diri para menteri dan pejabat pemerintahan itu menunjukkan, Perdana Menteri Theresa May tidak mendapatkan dukungan parlemen untuk kesepakatan Brexit yang sudah dia negosiasikan dengan Uni Eropa. Reaksi pasar yang dramatis terhadap mundurnya sejumlah menteri memicu kekhawatiran akan kondisi yang harus dibayar Inggris apabila negara itu keluar dari Uni Eropa tanpa ada kesepakatan perpisahan.

Nilai tukar poundsterling anjlok 2 persen terhadap dolar AS ke bawah level 1,28 dolar AS sebelum sedikit menguat setelah May mengatakan akan berjuang mempertahankan kesepakatan yang telah disusunnya. Saham perbankan Inggris juga menukik tajam. Saham Lloys dan Barclays tergerus 4 persen, sementara saham Royal Bank of Scotland ambrol hampir 10 persen. “Ini eskalasi yang cukup serius dan pasar bereaksi sangat keras, karena risiko situasi yang lebih kacau meningkat dan sangat material,” kata John Wraith, kepala strategi di UBS.

Baca juga : Protes Gencatan Senjata Dengan Hamas, Menhan Israel Lempar Handuk

Menurut Wraith, Inggris akan jatuh ke jurang resesi pada 2019 mendatang apabila pemerintah gagal mengamankan kesepakatan dengan mitra dagang terbesarnya. Dia memprediksi ekonomi Inggris akan lebih kecil hampir 10 persen pada 2023 ketimbang apabila Inggris tetap bergabung dengan Uni Eropa. Kekhawatiran yang terjadi adalah apabila Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa ada kesepakatan transisi untuk secara temporer tetap berada di pasar Uni Eropa untuk barang dan jasa, serta bea dan cukai.

Artinya, Brexit akan memunculkan hambatan perdagangan baru, gangguan pada rantai pasok makanan, obat-obatan, serta produk-produk manufaktur. Bahkan, maskapai penerbangan pun dikhawatirkan tidak bisa beroperasi. [CNN /Reuters/ DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.