Dark/Light Mode

Di Prancis, Lelucon Agama Tidak Bisa Dituntut

Senin, 9 November 2020 19:24 WIB
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard. (Foto Paul Yoanda/RMco.id)
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard. (Foto Paul Yoanda/RMco.id)

 Sebelumnya 
Lebih lanjut, sebagai negara sekuler, Prancis tidak melarang praktik keagamaan tertentu. Misalnya, wanita Muslim diizinkan menggunakan hijab atau kerudung. Namun dalam hal pelayanan publik, simbol-simbol agama tidak diperkenankan.

Kata dia, aparatur sipil tidak diperkenankan mengenakan simbol agama atau keyakinan tertentu. Jika wanita Muslim, maka tidak boleh menggunakan kerudung. Jika Yahudi tidak boleh menggunakan kipah. "Itu karena negara adalah netral. Tidak mendukung satu agama pun," ujar Chambard.

Dia pun menjelaskan maksud dari pidato Macron yang berujung aksi boikot di sejumlah negara. Dia mengatakan, bahwa pesan itu untuk memerangi terorisme dalam bentuk Islam radikal.

Baca juga : Rame Turis, Rute Kapal Pelni Morotai Bisa Tembus Bitung

Kata dia, pesan Macron disampaikan menyusul serangan teroris yang terjadi di Conflans Sainte-Honorine pada tanggal 16 Oktober lalu, di mana seorang guru dipenggal kepalanya saat meninggalkan sekolahnya.

Yang disusul dengan serangan yang terjadi di kota Nice pada tanggal 29 Oktober, di Gereja Basilika Notre-Dame de l'Assomption, yang menewaskan tiga orang. Kata Chambard, Macron dengan jelas telah menetapkan sasaran dari strategi tersebut. Sebuah ideologi, yaitu Islamisme radikal.

Semua negara demokrasi dan hampir semua negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), menurutnya, memerangi Islamisme radikal ini. Yang sering menjadi inkubator terorisme. "Ini terjadi di Prancis selama beberapa tahun terakhir, seperti juga di Indonesia," kata Olivier.

Baca juga : Kini Perempuan Tak Bisa Dipandang Sebelah Mata

Dalam penjelasan Macron disebutkan bahwa, negara itu menganut azas Laicite. Itu dipakai sebagai landasan kebebasan beragama. Yang memungkinkan setiap komunitas beragama untuk menjalankan ibadah, dan menjaga netralitas negara terhadap semua agama. Lacite adalah salah satu azas Republik Prancis seperti halnya Pancasila yang menjadi salah satu azas Republik Indonesia. Laicite sama sekali bukan berarti penghapusan agama di ruang publik.

Kata Chambard lagi, Macron juga menyampaikan perbedaan nyata antara mayoritas warga Muslim Prancis yang damai dan moderat, dengan kelompok minoritas militan yang bersifat separatis. Yang mengabaikan hukum dan memusuhi nilai-nilai Republik Prancis. Dan, tambah Chambar, golongan terakhir inilah yang merupakan penyakit bagi mayoritas Muslim Prancis.

"Saya ingin mengatakannya lagi dengan jelas: korban pertama dari Islamisme radikal itu adalah umat Muslim sendiri," tandasnya. [PYB]

Baca juga : KLHK Pastikan UU Cipta Kerja Tidak Merusak Lingkungan

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.