Dark/Light Mode

Di Prancis, Lelucon Agama Tidak Bisa Dituntut

Senin, 9 November 2020 19:24 WIB
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard. (Foto Paul Yoanda/RMco.id)
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard. (Foto Paul Yoanda/RMco.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejumlah komunitas dan negara Muslim, protes keras atas sejumlah pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menyudutkan Islam dengan tidak melarang penerbitan kartun Nabi Muhammad. 

Menyikapi hal itu, Duta Besar (Dubes) Prancis untuk Indonesia Olivier Chambard mencoba meredakan ketegangan. Saat bertemu dengan sejumlah media di Kedubes Prancis di Jakarta, kemarin, Chambard menjelaskan, negaranya tidak menentang Islam. Sebagai penganut sekularisme, Prancis sangat melindungi semua agama.

Terkait kontroversi penerbitan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh tabloid Charlie Hebdo, dan efek yang diakibatkannya, kata Chambard, ada kesalahpahaman ketika Muslim berpikir bahwa Prancis melawan Islam, dan dianggap mendukung karikatur tersebut.

Baca juga : Rame Turis, Rute Kapal Pelni Morotai Bisa Tembus Bitung

"Jelas, ini bukanlah yang sebenarnya terjadi. Di Prancis ada enam juta warga Muslim yang hidup dengan damai. Tanpa masalah," kata Chambard.

Dia mengatakan, di Prancis, kritisisme atau membuat lelucon tentang agama tidak dapat dikategorikan kasus penistaan agama. Tidak bisa dianggap sebagai tindak pidana. Apakah ini mengkritik Paus, Nabi Muhammad, atau rabi Yahudi. Bahkan agama mana pun. Dan, Tabloid Charlie Hebdo juga melakukan hal yang sama pada agama lain.

"Mereka melakukan hal yang sama pada agama lain. Termasuk pada pemerintah, bahkan pada orang-orang kaya," terangnya.

Baca juga : Kini Perempuan Tak Bisa Dipandang Sebelah Mata

Dia bilang, penuntutan bisa dilakukan jika terdapat pihak atau individu yang menyerukan untuk membunuh dan membenci. Chambard mengerti jika ada pihak yang terluka akibat penerbitan karikatur Nabi Muhammad. Tapi tetap, kata dia, hukum di Prancis tidak dapat menuntutnya. "Dan otoritas Prancis tidak pernah mendukung atau mengutuk hal itu," tegasnya.

Chambard mengatakan telah membaca di jejaring sosial dan surat kabar yang menyebut sekularisme Prancis menentang Islam. Dia menegaskan bahwa sekularisme Prancis bermula ketika tidak ada Islam di negara tersebut.

Jadi, lanjutnya, berpikir bahwa sekularisme Prancis menentang Islam adalah hal yang tidak masuk akal. Dia menjelaskan, sekularisme telah terbentuk sejak Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18.

Baca juga : KLHK Pastikan UU Cipta Kerja Tidak Merusak Lingkungan

Awalnya, Prancis adalah negara penganut Katolisisme. Namun hal tersebut mempersulit agama lainnya. Jadi, tambahnya, jika memikirkan sekularisme Prancis, maka tiap orang bebas untuk memeluk agama apa saja. "Apakah itu Katolik, Protestan, Islam, Hindu, Yahudi," kata Chambard, yang mengenakan setelan jas hitam.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.