Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ingatkan Aksi Boikot Rugikan Ekonomi RI

Dubes Prancis Tegaskan Macron Tak Musuhi Islam

Rabu, 11 November 2020 07:45 WIB
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard. (Foto Paul Yoanda/Rakyat Merdeka)
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard. (Foto Paul Yoanda/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Duta Besar (Dubes) Prancis untuk Indonesia Olivier Chambard mencoba meredam protes keras umat Muslim di Tanah Air terhadap pernyataan Presidennya, Emmanuel Macron yang dianggap menyudutkan Islam. Antara lain, dibeberkannya, asas Laicite, landasan negaranya untuk memperlakukan sama semua agama.

Soal perlakuan sama diberikan pemerintah Prancis kepala tabloid Charlie Hebdo saat mengkritik agama lain. Chambard menggelar pertemuan dengan sejumlah media di Kedubes Prancis di Jakarta, Senin (9/11).

Chambard menyampaikan, pemboikotan terhadap produk Prancis memang berdampak buruk bagi negaranya. Tapi, hal itu juga merugikan perekonomian Indonesia. Kata dia, ada sekitar 50 ribu orang yang bekerja di perusahaan Prancis di Indonesia.

“Dan sudah pasti akan ada banyak orang yang terdampak jika aksi boikot terus dilakukan,” terangnya.

Tak hanya itu. Aksi boikot juga memberikan citra yang buruk bagi Indonesia dalam menarik investor. “Salah satu tugas saya adalah mengajak perusahaan Prancis berinvestasi di negara ini, berinvestasi jangka panjang,” tuturnya.

Dia mencatat, ada lebih dari 200 perusahaan Prancis yang beroperasi di Indonesia. Sebanyak 200 perusahaan itu terdiri dari berbagai ukuran. Dari yang skala kecil hingga raksasa. “Jika Anda bicara Danone, itu adalah perusahaan besar di Prancis, di dunia dengan 30 pabrik di Indonesia,” tuturnya.

Baca juga : Seruan Boikot Produk Prancis Bikin Pedagang dan Konsumen Menjerit

Pada pertemuan ini, Chambard meluruskan sikap Presiden Macron yang dianggap menentang Islam. Menurut Dubes yang juga pernah ngepos di Jakarta pada 1997, negaranya tidak menentang Islam.

Sebagai penganut sekularisme, Prancis sangat melindungi semua agama. Terkait kontroversi penerbitan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh tabloid Charlie Hebdo, Chambard menilai, terjadi kesalahpahaman.

Umat Muslim berpikir bahwa Prancis melawan Islam karena menganggap mendukung karikatur tersebut. “Jelas, ini bukanlah yang sebenarnya terjadi. Di Prancis ada enam juta warga Muslim yang hidup dengan damai. Tanpa masalah,” kata Chambard.

Dia mengatakan, di Prancis, kritisisme atau membuat lelucon tentang agama tidak dapat dikategorikan kasus penistaan agama. Tidak bisa dianggap sebagai tindak pidana. Apakah ini mengkritik Paus, Nabi Muhammad, atau rabi Yahudi. Bahkan agama mana pun. Dan, Tabloid Charlie Hebdo juga melakukan hal yang sama pada agama lain.

“Mereka melakukan hal yang sama pada agama lain. Termasuk pada pemerintah, bahkan pada orang-orang kaya,” terangnya.

Dia bilang, penuntutan bisa dilakukan jika terdapat pihak atau individu yang menyerukan untuk membunuh dan membenci. Chambard mengerti jika ada pihak yang terluka akibat pener- bitan karikatur Nabi Muhammad. Tapi hukum di Prancis tidak dapat menuntutnya. “Otoritas Prancis tidak pernah mendukung atau mengutuk hal itu,” tegasnya.

Baca juga : Ayo, Siapa Mau Ikut Ulama

Chambard juga menerangkan tentang isu yang menyebut sekularisme Prancis menentang Islam. Dia menegaskan bahwa sekularisme Prancis bermula ketika tidak ada Islam di negaranya. Jadi, pandangan sekularisme Prancis menentang Islam adalah hal yang tidak masuk akal.

“Sekularisme telah terbentuk sejak Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18,” imbuhnya.

Awalnya, lanjutnya, Prancis adalah negara penganut Katholisisme. Namun hal tersebut mempersulit agama lainnya. Jadi, dengan menganut sekularisme maka tiap orang bebas untuk memeluk agama apa saja. “Apakah itu Khatolik, Protestan, Islam, Hindu, Yahudi,” kata Chambard.

Dia mengeaskan,sebagai negara sekuler, Prancis tidak melarang praktik keagamaan tertentu. Misalnya, wanita Muslim diizinkan menggunakan hijab atau kerudung. Namun dalam hal pelayanan publik, simbol-simbol agama tidak diperkenankan.

Aparatur sipil tidak diperkenankan mengenakan simbol agama atau keyakinan tertentu. Jika wanita Muslim, maka tidak boleh menggunakan kerudung. Jika Yahudi tidak boleh menggunakan kipah. “Itu karena negara adalah netral. Tidak mendukung satu agama pun,” tegas Chambard.

Dia memastikan maksud dari pidato Macron yang berujung aksi boikot sebenarnya untuk memerangi terorisme dalam bentuk Islam radikal. Pesan Macron disampaikan menyusul serangan teroris yang terjadi di Conflans Sainte-Honorine pada tanggal 16 Oktober lalu, di mana seorang guru dipenggal kepalanya saat meninggalkan sekolahnya.

Baca juga : Indonesia, Nggak Ikutan ?

Yang disusul dengan serangan yang terjadi di kota Nice pada tanggal 29 Oktober, di Gereja Basilika Notre-Dame de l’Assomption, yang menewaskan tiga orang. Macron dengan jelas telah menetapkan sasaran dari strategi tersebut. Sebuah ideologi, yaitu Islamisme radikal.

“Semua negara demokrasi dan hampir semua negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) juga memerangi Islamisme radikal ini,” imbuhnya.

Dalam penjelasan Macron, paparnya, negara Prancis menganut azas Laicite. Itu dipakai sebagai landasan kebebasan beragama yang memungkinkan setiap komunitas beragama untuk menjalankan ibadah.

Dan, menjaga netralitas negara terhadap semua agama. Lacite adalah salah satu azas Republik Prancis seperti halnya Pancasila yang menjadi salah satu azas Republik Indonesia. Laicite sama sekali bukan berarti penghapusan agama di ruang publik. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.