Dark/Light Mode
Sebelumnya
Siapa saja pemain/pelaku Industri Hukum? Mahfud jawab: ya bisa polisi, jaksa, hakim, bisa juga pengacara; pihak-pihak ini berkolusi untuk membela seseorang yang sedang berperkara.
Orang yang bersalah bisa “disulap” jadi tidak salah; atau hukumannya diperingan. Orang yang tidak melakukan tindak pidana bisa dijebloskan dalam sel tahanan oleh putusan hakim.
“Bapak bisa kena 10 tahun karena jelas-jelas Bapak telah melakukan kejahatan. Tapi, saya bisa bantu hukuman Bapak diringankan, katakanlah jadi 4 atau 5 tahun.”.
Bagaimana caranya? “Bapak enggak usah tahu atau pusing memikirkannya. Semua saya yang atur!” “Tapi, untuk itu, Bapak harus bayar sekian puluh juta rupiah, bahkan sekian miliar.”
Baca juga : Dilema Subsidi Pupuk
Nah, jika negosiasi tentang “harga transaksi” tercapai, proses selanjutnya tinggal tunggu saja.
Yang hebat lagi, remisi hukuman pun bisa dijadikan produk “industri hukum”. Seorang terpidana yang dihukum 6 tahun penjara misalnya, de facto hanya menjalani hukuman 3,5 tahun, sisanya dalam bentuk remisi-remisi. Macam-macam remisi bisa diatur.
Kasus Djoko Tjandra sekitar dua tahun yang lalu jelas salah satu contoh dari produk industri hukum yang nekad, melibatkan seorang oknum jaksa, pengacara dan oknum polisi berpangkat Jenderal.
Djoko Tjandra yang jelas-jelas harus menjalankan hukuman yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung dan sudah berstatus inkrach, bisa –kata pelaku “indsutri hukum” – diatur sedemikian rupa sehingga ia akan bebas murni.
Baca juga : Negara Kita Di Penghujung 2021
Sial, konspirasi yang bernama “industri hukum” yang satu ini mendapat sorotan tajam dan kecaman habis-habisan dari banyak pihak, bahkan sampai didiskusikan dengan “hot” di satu program televisi yang kondang.
Singkat kata, permainan “industri hukum” yang hendak membebaskan Djoko Tjandra gagal total. Sebagian besar pelakunya pun satu per satu sudah dijebloskan kedalam sel tahanan.
Cerita Mahfud tentu tidak ngibul, tapi riil. Publik sudah tahu, cuma tidak bisa berbuat apa-apa. Maka, Mahfud mendapat banyak pertanyaan kritis: Sudah tahu, kenapa tidak diberantas dan ditutup “industri hukum” itu?
Sang Menko menjawab: dibutuhkan waktu lama sekali untuk membuka praktek-praktek “industri hukum”. Praktek busuk ini sudah ada sejak era Orde Baru. Ketika Jokowi jadi presiden, tentu pemerintahannya belum bisa menggebrak-gebrak; membutuhkan waktu lama untuk meneliti dan mengumpulkan datanya, sementara “industri” sudah makin besar dan makin besar!
Baca juga : Dekadensi Moral: Tantangan Serius BPIP
Begitu kira-kira jawaban Menko Polhukam. Kini kami siap memerangi “industri hukum”, karena Pemerintah sadar “industri kotor” ini tidak bisa dibiarkan terus.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.