Dewan Pers

Dark/Light Mode

Menghemat Politik Identitas (37)

Menghargai Kepemimpinan Perempuan (1)

Selasa, 20 September 2022 06:10 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Salah satu bentuk politik identitas ialah memper­soalkan perbedaan laki-laki dan perempuan dalam uru­san politik. Pandangan politik yang berasumsi bahwa perempuan adalah the second sex dan laki-laki adalah the first sex dalam urusan public adalah asumsi yang diskriminatif.

Dalam Islam, kapasitas manusia dituntut untuk sukses menjadi khalifah dan hamba (‘abid). Laki-laki dan perem­puan sama-sama sebagai khalifah dan hamba tanpa ada perbedaan dan pembedaan.

Berita Terkait : Menolak Nepotisme

Nabi Muhammad SAW tidak banyak berbicara tentang kepemimpinan perempuan. Bukan berarti Nabi menolerir kearifan lokal masyarakat Arab yang amat membatasi perempuan untuk bergerak dan mengambil peran public, tetapi mungkin bisa dimaknai sebagai bentuk kehati-hatian Nabi untuk memberikan pernyataan yang bersifat kontroversi.

Hanya sedikit sekali Nabi memberi komentar ten­tang kememimpinan perempuan, tetapi dalam banyak pernyataannya memberi hak-hak setara kaum perempuan dengan kaum laki-laki. Laki-laki dan perempuan ditegas­kan sebagai sama-sama hamba dan khalifah, sama-sama memiliki hak dan kewajiban, dan sama-sama berhak untuk mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak. Inilah substansi ajaran Islam yang disuarakan oleh Al-Qur’an.

Berita Terkait : Menghindari Tasyaddud Dan Ghuluw

Dalam beberapa hadis, Nabi memberikan komentar pendek tentang kepemimpinan perempuan, antara lain, hadis dari Abu Bakarah yang berkata: aku telah mendengar Nabi bersabda: Tidak akan beruntung suatu kaum menyerahkan/menyandarkan urusannya kepada seorang perempuan. (HR Ahmad, Al-Musnad, Jilid 5, halaman.38).
 Selanjutnya