Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Menghemat Politik Identitas (36)

Menolak Nepotisme

Senin, 19 September 2022 06:18 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Sebuah hadis riwayat Abu Burdah, dari Abu Musa, mengatakan: Aku bersama dengan dua dari anak pamanku (sepupu sekali) telah menemui Nabi. Lalu salah satu dari keduanya mengatakan: Wahai baginda Nabi, angkatlah kami sebagai pejabat dari beberapa jabatan yang diberikan oleh Allah padamu. Nabi mengatakan: Demi Allah, kami tidak mengangkat/memberikan jabatan ini kepada seseorang yang memintanya atau yang optimis terhadapnya. (HR. Ibnu Abi Syaibah, dalam kitab Musannaf Ibni Abi Syaibah).

Dalam hadis lain riwayat Abu Dzar dikatakan: Wahai baginda Nabi, angkatlah aku sebagai pejabat, lalu ia mengatakan: Nabi memukulkan tangannya ke pundakku sambil mengatakan: “Wahai Abu Dzar, aku melihatmu sangat lemah, dan sesungguhnya yang engkau minta itu adalah amanah; dan sesungguhnya hal itu di Hari Kemudian adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali yang mengambil/menjabatnya karena layak dan menunaikannya dengan baik dan sempurna. (HR. Muslim, dalam kitab Sahih Muslim, Jilid 6, halaman 6).

Baca juga : Menghindari Tasyaddud Dan Ghuluw

Kedua hadis di atas cukup tegas, Nabi menolak permintaan jabatan berdasarkan hubungan kekeluargaan. Termasuk Abu Dzar al-Gifari yang dikenal sangat dekat dengan Nabi. Ketika ia meminta jabatan, Nabi dengan tegas menolak permintaan sahabatnya seolah tanpa beban, dengan menunjukkan kelemahan yang dimiliki sahabatnya.

Berani berkata “tidak” kepada orang terdekat, tentu itu sulit, tetapi bagi Nabi dengan tegas menyatakannya. Ini contoh teramat penting bagi pejabat tinggi yang akan menentukan posisi penting dalam struktur kepemimpinannya.

Baca juga : Islam Sebagai Agama Terbuka

Nabi tidak pernah mengangkat seorang pejabat berdasarkan kekerabatan atau kolega, tetapi betul-betul berdasarkan profesionalisme. Bukan berarti Nabi tidak mempunyai keluarga atau kolega, tetapi Nabi menyerahkan urusan kepemimpinan itu kepada sebuah mekanisme secara profesional. Nabi seolah malu berbicara sebuah jabatan dihubungkan dengan anggota keluarga.

Memang Nabi tidak mempunyai anak laki-laki dewasa, karena putranya Ibrahim meninggal saat masih kecil. Akan tetapi, anak pamannya banyak, hanya Nabi tidak pernah memberikan jabatan itu karena pertimbangan keluarga. Pejabat yang ditunjuk sebagai gubernur di beberapa provinsi pun bukan dari keluarga dekatnya.

Baca juga : "Masuklah Melalui Pintu Yang Berbeda-beda"

Tidak heran ketika Nabi wafat muncul persoalan krusial, karena Nabi tidak pernah memberikan fatwa atau isyarat siapa nanti yang anak menggantinya saat ia sudah tiada.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.