Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Menghemat Politik Identitas (47)

Islam Nusantara: Anti Politik Identitas

Minggu, 2 Oktober 2022 06:29 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Islam Nusantara mulai digemakan pada Muktamar NU ke-33 pada 1-5 Agustus 2015 di Jombang. Tema Muktamar saat itu ialah: “Mengukuhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”.

Hampir setiap negara yang berpenduduk mayoritas mus­lim memiliki istilah khusus untuk mencirikan kekhususan umat Islam di negerinya. Presiden Mahatir pernah mem­perkenalkan Islam Hadharah, Pak SBY ketika menjadi Presiden sering menyebut Islam Rahmatan lil Alamin, man­tan PM Benazir Bhutto memperkenalkan Islam inklusif, dan seterusnya.

Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan Islam Nusantara, sudah banyak dijelaskan orang dalam berbagai media. Pertama, harus dibedakan, antara Islam di Nusantara dan Islam Nusantara. Islam di Nusantara konotasinya penggambaran existing Islam di wilyah Nusantara, termasuk di dalamnya sejarah perkembangan, populasi dan ciri khas Islam di kawasan Nusantara.

Baca juga : Antara Politik Islam Dan Islam Politik

Sedangkan Islam Nusantara lebih kepada keunikan sifat dan karakteristik Islam di kawasan Nusantara.

Dengan demikian, orang yang ahli tentang Islam di wilayah Nusantara belum tentu memahami konsep Islam Nusantara itu sendiri. Islam Nusantara melibatkan berbagai disiplin keilmuan, seperti ushul fikih, dan penafsiran terh­adap nash atau teks agama.

Islam Nusantara lebih banyak berhubungan dengan fenomena Islam “as the Islam” ketimbang Islam “as an Islam”. (Lihat artikel terdahulu di media ini).

Baca juga : Memelihara Akhlak Berpolemik

Prof Sayed Hussen Nasr dalam The Ideal and Reality of Islam membedakan antara kedua entitas tersebut di atas. Yang pertama (the Islam/al-islam) ialah Islam yang bersi­fat universal. Semua agama atau ajaran yang dibawa oleh para Nabi terdahulu bisa disebut Islam. Semua Nabi dan para pengikutnya yang benar bisa disebut muslim dalam artian generic.

Sedangkan yang kedua menggunakan artikel an (an Islam) dalam bentuk nakirah, tanpa menggunakan alif dan lam ma’rifah. Yang terakhir ini mengimplikasikan pengertian sistem nilai yang bersifat formal, sehingga kata Islam (an Islam) berarti nama bagi agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan dasar-dasar ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.

Islam Nusantara dihubungkan dengan The Islam, bukan an Islam. Tentu saja Islam Nusantara tidak boleh menyim­pang dari an Islam dalam menampilkan wajah the Islam.

Baca juga : Agama dan Negara Saling Mendekorasi

Islam memiliki Ajaran Dasar dan Non-Dasar. Ajaran Dasar bersifat absolut, universal, dan eternal, seperti seperti Rukun Iman dan Rukun Islam. Sedangkan Ajaran Non-Dasar bersifat fleksibel, kontemporer, dan umumnya berbi­cara tentang hal-hal yang bersifat cabang (furu’iyyah).

Wacana Islam Nusantara berada dalam ranah Ajaran Non-Dasar. Selama Islam Nusantara masih tetap di dalam wacana Ajaran Non-Dasar, maka tidak perlu dikhawatirkan akan adanya kerancuan ajaran, karena Islam sebagai agama akhir zaman selalu membuka diri untuk menerima dan di­terima oleh nilai-nilai lokal, sepanjang masih sejalan atau tidak bertentangan dengan Ajaran Dasarnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.