Dark/Light Mode

Rasisme Sayembara Mandura

Senin, 15 Mei 2023 04:52 WIB
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
Dalang Wayang Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Rasisme merupakan doktrin yang menyatakan bahwa suatu ras tertentu lebih istimewa dibandingkan dengan ras lain. Peradaban modern ternyata belum mampu mengubah watak dan perilaku manusia. Hal ini dapat dilihat masih sering terjadinya rasisme di masyarakat. Khususnya menjelang perhelatan pemilu lima tahunan. Rasisme secara vulgar digunakan pihak tertentu untuk menyerang lawan-lawan politik.

“Apakah Ratu mendatang masih didominasi trah Majapahit, Mataram, atau Demak Mo?” pancing Petruk. Romo Semar mesem tidak bernafsu untuk ikut nimbrung urusan calon ratu mendatang. Apalagi untuk membandingkan trah atau ras mana yang paling berpeluang menjadi ratu Nusantara. Romo Semar sedang happy melihat perjuangan tim sepak bola Garuda mampu mengalahkan Vietnam.

Kopi pahit dan gethuk goreng menemani sarapan pagi Romo Semar. Kepulan asap rokok klobot dibiarkan menari tiada henti. Melihat perilaku elite politik yang “sepi ing gawe rame ing pamrih” membuat miris proses suksesi kepemimpinan masa depan. Keadaan ini mengingatkan ke peristiwa yang terjadi di Kerajaan Mandura.

Baca juga : Ada Durga Di Tubuh KPK

Kocap kacarito, Narasoma merasa paling hebat dan berhak untuk menyunting Dewi Kunti, sekar kedaton Kerajaan Mandura. Sebagai putra mahkota Kerajaan Mandaraka, Narasoma tidak segan memandang rendah dan meremehkan lawan-lawannya dalam berebut sayembara rebut putri.

Setidaknya ada tiga calon kuat maju bersaing memperebutkan Dewi Kunti. Paling populer adalah Narasoma. Selain ganteng, anak Prabu Mandrapati tersebut terkenal sakti mandraguna karena memiliki ajian Candabirawa yaitu ajian yang dapat mendatangkan bala sewu. Ribuan raksasa bajang kalau dipanggil akan datang dan membantu mengalahkan musuh-musuh Narasoma. Konon, ajian Candabirawa didapatkan dari Begawan Bagaspati.

Calon terkuat kedua adalah Gendara, pangeran pati dari Kerajaan Gandaradesa. Gandara datang ke Kerajaan Mandura mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Kunti diantar empat saudaranya. Mereka adalah Gendari, Harya Suman, Anggayaksa, dan Sarabasanta.

Baca juga : Menanti Lahire Tetuko

Sedangkan calon ketiga yakni Pandu dari Kerajaan Hastina. Pandu diutus bapaknya yaitu Abiyasa untuk menyunting putri Mandura. Selain untuk merekatkan kembali hubungan Hastina dan Mandura, Pandu diberi tugas mencarikan istri untuk kakaknya, Drestarastra.

Pandu berhasil mengalahkan Narasoma. Ajian Candabirawa tidak mampu melawan senjata pamungkas Malawabumi milik Pandu. Narasoma mengaku kalah dan menyerahkan Dewi Kunti dan Dewi Madrim, adiknya, kepada Pandu. Begitu pula Gendara tidak kuat melawan kesaktian rajaputra dari Hastina. Gendara tewas mengenaskan dan kedua adiknya, yaitu Harya Suman dan Gendari, menjadi boyongan Pandu. Kelak Gendari diperistri Adipati Drestarastra dan menurunkan satria Kurawa. Sedangkan Harya Suman menjadi patih di Hastina dengan nama Patih Sengkuni.

“Pusaka Malawabumi milik Prabu Pandu sangat sakti, Mo,” celetuk Petruk membuyarkan lamunan Romo Semar. “Betul, Tole. Ajian Malawabumi sebetulnya perlambang. Kalau mau menang harus membumi dekat dengan rakyat,” jawab Romo Semar, sambil menghela napas panjang.

Baca juga : Resolusi Rama Di Tahun Politik

“Jangan pernah memandang rendah lawan. Karena merasa dirinya lebih baik dari orang lain merupakan perbuatan sombong yang justru dapat menghambat kemenangan itu sendiri,” jawab Semar, sambil ngloyor. Oye

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Live KPU