Dark/Light Mode

Menanti Lahire Tetuko

Senin, 9 Januari 2023 06:34 WIB
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
Dalang Wayang Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Dinamika perpolitikan nasional mulai menggeliat. Delapan pemimpin partai politik berkumpul di Hotel Dharmawangsa kemarin. Pertemuan tersebut sepakat untuk menolak sistem proporsional tertutup yang diwacanakan PDI Perjuangan.

Di sisi lain, PDI Perjuangan justru baru akan mengumumkan calon presidennya pada HUT mendatang. Kalau dilihat jumlah kursi, hanya partai PDI Perjuangan yang bisa mencalonkan presiden tanpa harus koalisi dengan partai lain.

“Memilih pemimpin tidak semudah membalikkan tangan, Mo,” papar Petruk, sok tahu. “Banyak variable yang harus disajikan. Sehingga rakyat tidak merasa membeli kucing dalam karung,” Petruk terus nyrocos. Romo Semar tidak mau menanggapi celoteh anaknya PetrukRomo Semar prihatin dengan bencana banjir yang melanda di berbagai wilayah Nusantara. Cuaca ekstrem yang dipicu kerusakan alam masih akan terus terjadi di pesisir utara Pulau Jawa sampai akhir bulan Januari ini.

Baca juga : Resolusi Rama Di Tahun Politik

Seperti biasa Romo Semar ditemani ubi rebus dan kopi pahit untuk sarapan paginya. Kepulan asap rokok klobot membawanya flashback ke zaman Mahabarata, di mana lahirnya Bambang Tetuko saat terjadi goro-goro di Khayangan.

Kocap kacarito, Prabu Kalapracona dan Patih Sekipu dari kerajaan Himahimantaka menyerang khayangan. Serangan mendadak para raksasa membuat para dewa kocar-kacir mencari selamat dan perlindungan. Kemarahan raja raksasa tersebut dipicu lamarannya ditolak Bethara Guru.

Bethara Guru memerintahkan Dewa Narada untuk minta bantuan kepada satria Pandawa. Di sisi lain, para Pandawa sedang sibuk menanti kelahiran anak Bima atas perkawinannya dengan Dewi Arimbi. Kedatangan Dewa Narada membuat kaget para Pandawa. Setelah Narada mengutarakan maksudnya, Pandawa bersedia membantu para dewa untuk meredam amukan raksasa dari Kerajaan Himahimantaka.

Baca juga : Pesan Toleransi Bethara Guru

Keajaiban terjadi saat jabang bayi lahir. Tali pusar jabang bayi tidak mempan dipotong dengan senjata apa pun. Melihat keanehan tersebut membuat Narada yakin bahwa yang mampu mengalahkan para raksasa adalah bayi yang baru lahir tersebut.

Tanpa membuang waktu, Dewa Narada minta izin Pandawa untuk membawa jabang bayi tersebut dibawa ke Khayangan. Anak Bima yang masih bayi oleh Narada justru dimasukkan ke dalam kawah Candradimuka. Kobaran api kawah Candradimuko tidak membakar jabang bayi. Namun sebaliknya, bayi tumbuh dewasa dan sakti mandraguna karena tempaan api kawah Candradimuka.

Bayi tersebut oleh Narada diberi nama Bambang Tetuko atau Gatotkaca. Tetuko menjadi jagonya para dewa. Terjadi pertarungan sengit antara Gatotkaca dengan Prabu Kalapracona dan Patih Sekipu. Kedua raksasa dari Himahimantaka kewalahan menghadapi kesaktian Gatotkaca. Akhirnya keduanya tewas mengenaskan di tangan Gatotkaca. Bethara Guru mengangkat Gatotkaca sebagai raja Pringgondani atas jasa-jasanya menyelamatkan Khayangan.

Baca juga : Politik Bhisma Dan Sepak Bola

“Gatotkaca lahir saat Khayangan terjadi ontrang-ontrang, Mo,” sela Petruk membuyarkan lamunan Romo Semar. “Betul, Tole. Seorang pemimpin biasanya lahir saat terjadi krisis,” jawab Romo Semar pendek. “Di sisi lain, pemimpin yang bijak adalah tahu kapan harus naik dan lengser keprabon. Tanggung jawab seorang pemimpin adalah menyiapkan penerusnya dengan baik tanpa menimbulkan kegaduhan,” papar Romo Semar. Oye. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.