Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (58)

Pemerataan Dunia Pendidikan

Kamis, 27 Juli 2023 05:48 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Salah satu upaya untuk mensosialisasi fikih siyasah Islam ialah melalui pemerataan pendidikan politik Islam di seluruh jenjang pendidikan dan di segenap warga masya­rakat.

Pemerataan dalam dunia pendidikan merupakan tantangan tersendiri bagi dunia Islam. Kita bisa mene­mukan di mana-mana betapa sulitnya mewujudkan kesetaraan dalam dunia pendidikan. Terlebih lagi dalam bidang fikih siyasah yang lebih spesifik lagi. Seolah-olah fikih siyasah dianggap tidak terlalu urgen dibanding dengan bidang-bidang fikih lain seperti fikih ibadah, fikih munakahat, dan fikih mu’amalah.

Baca juga : Mengakomodasi Kearifan Lokal

Sukses yang dicapai Nabi di dalam mengendalikan dunia Arab ketika itu karena antara lain menekankan arti pendidikan dan keterampilan. Hak memperoleh pendidikan terbuka bagi laki-laki dan perempuan, baik muslim maupun non-muslim.

Memang ada hadis yang mewajibah pendidikan itu kepada kaum muslimin laki-laki, yaitu: “Menuntut ­ilmu wajib bagi setiap muslim”, namun ini tidak berarti menuntut ilmu bagi non-muslim tidak wajib apalagi dilarang. Di dalam sejarah peradaban ­Islam, ke­terlibatan orang-orang non-muslim dalam dunia pendidikan; baik sebagai murid maupun ­sebagai guru tidak pernah dipersoalknan. Nabi menegaskan ­betapa pen­tingnya menuntut ilmu dari ayunan sampai liang lahat.

Baca juga : Menyesuaikan Trend Globalisasi Umat Islam

Ketika Perang Badar diberi­kan kebebasan bersyarat oleh Nabi berupa kewajiban menga­jarkan keterampilan kepada penduduk Madinah, maka yang ikut di dalam kelas-kelas keterampilan itu bukan hanya umat Islam tetapi juga orang-orang Madinah secara umum, baik yang beragama Islam maupun yang beragama lain.

Pilihan-pilihan keterampilan itu antara lain, keterampiran merias pengan­tin atau salon dan menyamak kulit untuk perempuan. Sedangkan kaum laki-laki disediakan kelas kete­rampilan membuat senjata, tukang besi, tukang kayu, tukang batu, dan keterampilan khusus lainnya, baik untuk perempuan maupun untuk laki-laki.

Baca juga : Dasar Toleransi Dalam Bernegara

Dalam kasus ini juga di­ketahui bahwa seluruh tawanan perang yang memilki keterampilan bisa menikmati kebebasan dari ­ancaman hukum adat perang ketika itu, berupa pembunuhan bagi kaum laki-laki dan per­budakan bagi kaum perempuan dan anak-anak. Para tawanan perang yang dibebaskan kerena keterampilan yang dimilikinya, selain menikmati kebebasan mereka juga menerima bonus. Mereka juga tidak dipaksa ­untuk ­menganut agama Islam. ­Disinilah kehebatan Islam, seharusnya diperlakukan hukum perang berupa pembunuhan bagi tentara laki-laki tetapi malah dibe­baskan dengan syarat dan syarat itu ­tidak terlalu berat ­baginya ­kerena itu sudah ­menjadi bagian dari kehidupannya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.