Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Menggapai Kesejukan Beragama (37)

Mengatur Jarak Sosial Agama dan Negara (2)

Rabu, 6 November 2019 07:07 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Sebaliknya, jika negara mengontrol ketat agama, maka agama akan menjadi subordinasi kekuatan negara yang diwakili pemerintah. Jika ini terjadi, maka dikhawatirkan bisa terjadi dua hal. Pertama, agama dirangkul dan dijadikan kekuatan legitimasi oleh penguasa untuk meraih loyalitas dan dukungan. Kedua, agama dijadikan target atau sasaran kebijakan, dan samasekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh eksistensi dan pengaruh luas di dalam masyarakat, karena agama dianggap sebagai rival yang juga menuntut loyalitas masyarakat.

Ketika sebuah rezim memperalat agama sebagai kekuatan legitimasi untuk mengukuhkan kekuasaan, maka pada saat itu agama akan tampil dengan wajah garang. Ini mengingatkan kita ketika paruh pertama rezim Orde Baru yang mengontrol agama sedemikian ketat. Seolah-olah agama, menjadi bagian dari ancaman strategis nasionalisme yang perlu dimata-matai. Berbagai akronim menakutkan ikut mengambil bagian, seperti komando jihad, kelompok fundamentalis, aliran sesat, NII, dan akronim lainnya.

Baca juga : Mengatur Jarak Sosial Agama dan Negara (1)

Aktivis agama seringkali diperhadapkan dengan institusi negara yang menakutkan seperti Kopkamtib yang pernah memiliki kewenangan amat luas itu.

Yang ideal sebenarnya ialah agama menjadi partner aktif pemerintah di dalam mewujudkan cita-cita NKRI.

Baca juga : Mengenyampingkan Strategi Liberalisme (2)

Sebaliknya jika sebuah rezim memperalat negara sebagai kekuatan legitimasi guna mengukuhkan kekuasaan, maka saat itu agama akan ditekan sehingga dianggap sebagai ancaman nasionalisme yang amat berbahaya. Negara bisa jatuh ke dalam negara totaliter yang menganggap nilai dan ajaran agama dianggap sebagai rival nilai-nilai negara yang selalu harus dicurigai. Akibatnya negara bisa jatuh menjadi negara sekuler.

Sejarah seringkali berulang. Ketika sang penguasa memegang kendali agama dan digunakan sebagai kekuatan ekstra untuk melegitimasi kekuasaan maka di situ akan terjadi bencana kemanusiaan yang mengerikan. Betapa tidak, manusia akan dipaksa tunduk di bawah otoritas penguasa. Siapapun yang berusaha membangkang dari otoritas itu bisa berarti malapetaka baginya. Peristiwa yang menimpa Galileo yang harus menjadi tumbal dari kekejaman raja sering dijadikan contoh akan bahayanya jika agama menjadi stempel legitimasi penguasa.

Baca juga : Mengenyampingkan Strategi Liberalisme (1)

Idealnya agama dan negara saling mengontrol dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan luhur bangsa. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.