Dark/Light Mode

Beragama Dalam Keberagaman (10)

Agama Sebagai Faktor Sentripetal Dan Sentrifugal (2)

Rabu, 13 November 2024 05:50 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Jika agama tidak dibina secara profesional, maka tidak mustahil agama akan tampil sebagai faktor sentrifugal, kekuatan pemecah-belah yang amat dahsyat.

Potensi dahsyat agama sebagai faktor sentrifugal melampaui ikatan-ikatan primordial seperti etnik, kesukuan, dan kekerabatan. Konflik antar etnik dan kesukuan dengan mudah bisa diatasi.

Akan tetapi, jika yang terjadi konflik agama atau berdasarkan keyakinan, akibatnya bisa sangat dahsyat. Sejarah membuktikan konflik yang betul-betul sampai kepada “tetes darah yang terakhir” ialah konflik agama.

Baca juga : Agama Sebagai Faktor Sentripetal Dan Sentrifugal (1)

Ini disebabkan karena ada pepatah yang menggambarkan: “Isy kariman au mut syahidan” (Hidup mulia atau mati syahid). Jika simbol jihad dan syahid sudah berbicara, maka kehidupan dan kematian menjadi tidak lagi bernilai.

Bangsa Indonesia menghimpun semua agama besar dunia, seperti Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain-lain.

Agama-agama tersebut masing-masing mempunyai pemeluk setia dan fanatik. Jika keyakinan tersinggung apalagi tersenggol, maka tidak ada lagi istilah minoritas atau mayoritas.

Baca juga : Dari “Islam Arab” Ke “Islam Indonesia”

Bagi penganut agama yang setia, menganggap hidup ini untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Jika Tuhan atau apa yang diyakini sebagai kekuatan spiritual dihina atau dinista, maka kebangkitan jihad akan berbicara.

Banyak contoh dalam lintasan sejarah Indonesia, gesekan kecil yang sesungguhnya bukan konflik agama bisa tiba-tiba membesar jika menggunakan “baju agama”.

Karena itu jika terjadi konflik atau pertengkaran dua kubu yang berbeda agama hendaknya jangan langsung diartikan sebagai konflik antar umat beragama tanpa dilakukan tabayyun atau klarifikasi kebenaran isu itu.

Baca juga : Agama Dan Negara Saling Mengontrol

Kasus yang masih segar di dalam ingatan kita yang pernah terjadi di Ambon dan Poso, yang menelan banyak korban, sesungguhnya bukan berawal dengan konflik agama tetapi lebih kepada persoalan kriminal biasa. Hanya para pihak yang berkonflik kebetulan berbeda agama, lalu eskalasi kasusnya menjadi besar karena diprovokasi sebagai konflik agama.

Kejadian seperti ini bukan hanya di Indonesia, tetapi juga beberapa kasus besar terjadi di luar negeri, awalnya konflik pribadi atau etnik, lalu begitu cepat membesar karena berubah isu menjadi konflik agama.

Karena itu, kita harus hati-hati menyelesaikan satu kasus yang bersinggungan dengan agama karena akibatnya bisa betul-betul fatal dan berkepanjangan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.