Dewan Pers

Dark/Light Mode

Revolusi Hijau Dan Akhlak

Senin, 23 Nopember 2020 09:35 WIB
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
Dalang Wayang Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Rencana pemberian vaksin kepada masyarakat sudah memasuki tahapan uji coba. Sehingga tahapan menuju kehidupan normal baru sudah di depan mata. Menurut International Monetary Fund (IMF) setidaknya ada tiga pilar yang harus dilakukan untuk menyongsong pemulihan pascapandemi. Pertama adalah bagaimana suatu negara dapat mengurangi emisi gas karbon ke level zero. Hal ini penting untuk menjaga lingkungan dan emisi bersih. Langkah berikutnya yaitu bagaimana pemerintah mendorong masuknya investasi hijau yang ramah lingkungan. Ketiga, memberikan bantuan ekonomi secara langsung kepada warga yang terkena dampak pandemi. Untuk memastikan berhasil tidaknya masa transisi dari era pandemi ke normal baru diperlukan keteladanan kepemimpinan yang tegas.

“Sekarang sedang ramai revolusi baliho, Mo,” celetuk Petruk sekenanya.

Berita Terkait : Ganasnya Virus Sengkuni

Romo Semar tidak tertarik untuk nimbrung pro dan kontra penurunan baliho. Masih banyak masalah di negeri ini yang memerlukan pemikiran cerdas kita semua. Romo Semar justru prihatin dengan maraknya perilaku saling menyalahkan dan merasa dirinya paling benar. Seolah pertentangan antar anak bangsa dari hari ke hari tiada henti. Covid-19 terbukti bukan saja menyerang kesehatan manusia. Akan tetapi daya rusaknya dapat memecah belah kehidupan dan peradaban.

Pisang rebus dan kopi pahit belum disentuh dan dibiarkan dingin. Rokok klobot tanpa disadari sudah menjadi abu. Pikiran Romo Semar melayang ke zaman Ramayana di mana Prabu Rama Wijaya kurang bijaksana dalam membuat keputusan. Sehingga elite Pancawati saling menyalahkan atas keputusan tersebut.

Berita Terkait : I Don`t See Red And Blue States

Kocap kacarito, perang brubuh Alengka yaitu perangnya Prabu Rama Wijaya dan Prabu Rahwana dalam memperebutkan Dewi Shinta. Rahwana gugur di medan laga dan kerajaan Alengka hancur oleh pasukan kera dari Pancawati. Dewi Shinta diboyong kembali ke kerajaan Pancawati. Pascaperang seharusnya Prabu Rama dan Dewi Shinta memasuki kehidupan normal baru. Akan tetapi kedua pasangan sejoli ini diterpa isu kurang sedap.

Prabu Rama menuduh Dewi Shinta sudah tidak suci lagi. Dewi Shinta bermain serong dengan Rahwana selama dikurung di kerajaan Alengka. Rupanya Prabu Rama tidak main tuduh. Rama mendapat informasi dari sebagian rakyat Pancawati kalau Dewi Shinta bermain cinta dengan Rahwana. Untuk menutupi rasa malu, Prabu Rama tanpa pikir panjang tega membuang Dewi Shinta ke tengah hutan. Padahal Dewi Shinta sedang hamil tua saat dibuang di tengah hutan.

Berita Terkait : Kiprah Generasi Milenial

Dewi Shinta menangis meratapi nasib yang menimpa dirinya. Walaupun Dewi Shinta sudah mengatakan yang sebenarnya, Prabu Rama tetap tidak percaya. Dewi Shinta hidup terlunta-lunta seorang diri di tengah hutan. Tanpa disadari oleh Dewi Shinta seekor gajah dan harimau mengamati dari jauh. Kedua binatang tersebut mengikuti langkah Shinta. Begitu Gajah mendekati Dewi Shinta, seekor harimau dengan trengginas menyambar dan menyerang gajah. Terjadilah pertarungan hebat antara gajah dan harimau. Shinta yang sedang hamil sembilan bulan menjerit melihat gajah dan harimau saling menyerang.

“Niat baik belum tentu diterima dengan baik, Mo,” sela Petruk membuyarkan lamunan Romo Semar. “Harimau dan Gajah sama-sama ingin menjaga keselamatan Dewi Shinta. Karena tidak ada komunikasi antara keduanya maka saling serang,” papar Petruk. "Betul Tole, Prabu Rama kurang bijaksana dalam menyikapi informasi yang belum tentu kebenarannya. Seorang pemimpin bijaksana harus turun tangan langsung memastikan informasi yang didapat benar adanya sebelum membuat keputusan. Keputusan Rama yang salah bukan saja membuat bingung rakyat Pancawati, binatang hutan pun ikut jadi korban," papar Semar. Biarkan cerita Rama dan Shinta ini menjadi wewayangan dan cermin diri bagi kita semua. Oye