Dark/Light Mode

Etika Politik Dalam Al-Qur’an (63)

Memahami Spirit Hijrah Nabi

Minggu, 7 April 2019 00:51 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Hijrah bisa dimaknai mundur selangkah untuk mencapai kemenangan. Kenyataannya, di Madinah Nabi berhasil membangun konsolidasi ummat yang pada saatnya kembali merebut kota Mekah (Fathu Makkah) dengan sangat mencengangkan.

Bagaimana mungkin revolusi besar terjadi tanpa setetes darah, itulah Fathu Makkah. Penanggalan Islam dipilih konteks hijrah Nabi, bukan milad yang sekaligus tahun kematian Nabi, bukan pula momentum turunnnya Al-Qur’an yang sekaligus pelantikannya sebagai Nabi dan Rasul.

Baca juga : Menggagas Deradikalisasi

Ini membawa hikmah lebih besar bahwa konsep dan spirit hijrah sarat berisi pesan kemanusiaan. Bila di suatu tempat kemerdekaan beriman dan berekspresi sulit berkembang maka dimungkinkan untuk hijrah.

Namun tidak mesti harus hijrah fisik tetapi bisa tetap di tempat fisik namun suasana batin dan jalan pikiran yang harus berubah.

Baca juga : Pelajaran Diplomasi Publik (24) Akhlak Bermusyawarah (1)

Bagaimana mentransformasikan diri dari suatu kondisi yang tidak kondusif mengembangkan ekspresi keberimanan kita lalu hijrah ke dalam kondisi lain yang lebih kondusif untuk hal tersebut.

Dengan demikian, hijrah harus dianggap sebagai sesuatu yang berlangsung terus menerus (on-going process) untuk sampai ke tarap yang lebih ideal sebagai hamba dan sebagai khalifah, sebagaimana visi dan misi setiap umat manusia.**

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.