Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pembagian Kursi Kekuasaan 55 Banding 45 Syarat Rekonsiliasi Versi Amien Rais

ADE IRFAN PULUNGAN : Jadilah Partai Oposisi Yang Konstruktif

Rabu, 24 Juli 2019 10:53 WIB
Ade Irfan Pulungan, Wakil Sekjen PPP
Ade Irfan Pulungan, Wakil Sekjen PPP

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais meminta dua syarat rekonsiliasi dengan kubu Jokowi-Ma’ruf. 

Syarat pertama yang disampaikan Amien, yakni ide-ide dari kubu Prabowo-Sandi harus diterima. Kedua, pembagian kursi kekuasaan 55 banding 45. 

Tak hanya itu, Amien bahkan menyebut, apabila ada partai oposisi yang nekat menyeberang ke koalisi pemerintah akan menanggung dosa. Terlebih, jika itu hanya karena menerima tawaran satu kursi menteri. 

Ucapan mantan Ketua MPR itu pun menuai kritik, lantaran membuat upaya rekonsiliasi sebagai kesempatan meraup kue kekuasaan, alias bagi-bagi kursi. Padahal, rekonsiliasi seharusnya bertujuan untuk menghentikan konflik akibat Pemilu 2019. 

Salah satu pihak yang mengkritik ucapan itu adalah pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati. Dia menilai, konsep rekonsiliasi yang ditawarkan Amien Rais hanya kedok politik transaksional. Amien atau kelompoknya ingin membidik jabatan tertentu di pemerintahan Jokowi. 

Baca juga : DRAJAD WIBOWO : Oposisi Bukanlah Musuh Pemerintah

Wasisto mengatakan, pernyataan Amien mengenai rekonsiliasi, sekadar kiasan semata. Menurutnya, pernyataan itu menandakan politik transaksional sedang dimainkan Amien sebagai syarat rekonsiliasi. 

Lantas, bagaimana pandangan PAN mengenai hal ini? Apa alasan Amien melemparkan usulan tersebut? Apakah memang untuk bagi-bagi kursi? Bagaimana pula tanggapan partai pendukung pemerintah mengenai ucapan tersebut? Berikut wawancaranya.

Bagaimana tanggapan Anda mengenai usulan Amien Rais itu? 
Pertama kita harus melihat, Amien Rais itu dalam konteks apa menyampaikan hal itu. Apakah Amien Rais sebagai peserta pilpres, kan tidak. Peserta pilpres kemarin itu Pak Jokowi, Pak Ma’ruf, Pak Prabowo dan Pak Sandiaga. Mereka yang mempunyai legitimasi hukum untuk membicarakan hal itu. 

Apakah Prabowo sudah pernah membicarakan itu dengan Jokowi? 
Pada saat pertemuan antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo, sama sekali tidak dibicarakan masalah itu. Pak Prabowo dan Pak Jokowi malah membicarakan tentang pembangunan Indonesia ke depan. Pak Prabowo ingin membantu progran pemerintah ke depan. 

Anda memaknainya seperti apa? 
Artinya, Pak Prabowo sebagai peserta pilpres, sama sekali tidak membicarakan soal bagi-bagi kekuasaan atau rekonsiliasi. Nah, sekarang apa kaitannya dengan Amien Rais. Apa legitimasi dia untuk membicarakan itu. 

Baca juga : ADE IRFAN PULUNGAN : Status Maruf Amin Bukan Kewenangan MK

Berarti, Amien Rais tidak tepat mengajukan usulan tersebut? 
Iya, saya kira tidak dalam konteksnya Amien Rais menyampaikan itu. Karena, dia tidak memiliki legitimasi untuk hal itu. 

Amien Rais itu petinggi PA 212, pendukung Prabowo? 
Apakah PA 212 sebagai peserta pemilu. Sama saja posisi PA 212 dengan kelompok relawan lainnya. 

Pendukung Prabowo banyak dari kalangan itu... 
Saya bilang tadi, 212 itu sama saja dengan relawan lainnya. Sudahlah, sekarang ini kita sebagai anak bangsa berpikir ke depan, bagaimana memajukan negeri ini. 

Bagaimana jika partai politik pengusung Prabowo-Sandi jadi oposisi? Bukankah itu lebih sehat bagi demokrasi? 
Kalau mau mengkritik, kritiklah yang konstruktif. Beri masukan kepada pemerintah agar lebih baik. Jangan mengkritik yang tidak memberikan masukan dan arahan. Kalau mau jadi oposisi, harus menjadi oposisi yang konstruktif. Jangan membuat kegaduhan yang nggak ada juntrungannya. 

Apakah Anda setuju seandainya dibagi 55-45? 
Apa korelasinya. Ini ada yang tidak punya kompetensi untuk itu, ujuk-ujuk mengatakan hal tersebut. Kami saja sepenuhnya menyerahkan itu kepada Pak Jokowi. Karena, hak prerogatif beliau untuk menunjuk pembantunya. 

Baca juga : YASONNA H LAOLY : Yang Kita Hantam Semestinya Bandar

Apakah partai pendukung Jokowi nggak setuju dengan usulan itu? 
Bukan masalah setuju atau nggak setuju, nggak ada relevansinya itu. Dia nggak punya legal standing, nggak punya konteksnya secara hukum dan politik. Legalitas politiknya apa. Dia tidak maju pilpres, cuma sebagai salah satu pengurus di BPN. Yang lebih afdol untuk menyampaikan itu, sebetulnya Pak Zulkifli Hasan. 

Ketua Umum PAN? 
Iya, kalau usulan itu dikeluarkan Pak Zul, masih ada relevansinya. Tapi dari partai politik sejauh ini kan nggak ada yang begitu. PA 212 itu kan relawan. Karena, mereka tidak punya legitimasi secara politik dan hukum sebagai pengusung capres. Dalam konteks undang-undang, peserta pilpres berdasarkan dukungan dari partai politik, bukan dukungan dari relawan. Itu dulu yang dilihat. 

Partai pendukung Jokowi sudah ada pembicaraan mengenai partai mana saja yang bergabung? 
Itu kami serahkan kepada pak Jokowi. Kalau memang mereka punya itikad baik ingin membantu pemerintahan, kenapa tidak. Kan nggak ada masalah. Yang penting adalah memang membantu program pemerintah ke depan. 

Tapi, bukankah kritik diperlukan untuk mengontrol pemerintah? 
Kalau memang pemerintah keliru dalam hal kebijakan, silakan dikritik secara konstruktif, harus ada solusinya. Kan ada DPR sebagai lembaga pengawas. [NDA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.