Dark/Light Mode

Dr. Dino Patti Djalal

Mengenang Ani Yudhoyono Sebagai Ibu Negara

Rabu, 5 Juni 2019 16:33 WIB
Ibu Ani Yudhoyono (kiri) Michelle Obama (kedua kiri), Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kanan) dan Presiden Barack Obama (kanan) dalam suatu pertemuan. (Foto: Istimewa).
Ibu Ani Yudhoyono (kiri) Michelle Obama (kedua kiri), Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kanan) dan Presiden Barack Obama (kanan) dalam suatu pertemuan. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Di pertengahan Tahun 2004, seorang diplomat Australia menanyakan kepada saya bagaimana cara meng-handle Presiden-terpilih SBY.

Hubungan Indonesia-Australia waktu itu masih dingin dan Perdana Menteri (PM) John Howard sedang berusaha memulihkan hubungan melalui SBY. Dari berbagai nasehat saya kepada diplomat tersebut, satu yang saya ingat : “Jangan disrespect Ibu Ani”. Ini bukan basa-basi. Bagi SBY, Ibu Ani jauh dari sekadar pendamping.

Dalam beberapa kejadian-misalnya, ketika dalam suatu acara SBY dipayungi namun Ibu Ani dibiarkan kehujanan oleh panitia-SBY pasti tersinggung jika istrinya diremehkan orang. Saya teringat almarhum PM Singapura Lee Kwan Yew yang menyatakan ia jatuh cinta pada isterinya karena akhirnya menemukan “My Equal”.

Saya yakin itulah yang ditemukan SBY dalam diri Ibu Ani. Saya mulai mengenal Ibu Ani ketika membantu Menko Polhukam SBY Tahun 2003. Sejak itu, pelan-pelan saya menyaksikan sendiri bahwa yang membuat SBY sukses adalah karena dalam menempuh setiap langkah, setiap tangga, setiap jurang, Ibu Ani selalu berada di sampingnya-sebagai pendukung, penasehat, kawan diskusi dan figur yang paling dipercaya beliau.

Sepanjang karier SBY sebagai militer dan anggota kabinet, Ibu Ani cenderung low-profile, dan tidak banyak disorot media dan publik. Namun sejak 2004, Ibu Ani mengemban “the role of her life”, yakni sebagai Ibu Negara.

Selama 1 dasawarsa, Ibu Negara Ani Yudhoyono tampil sebagai sosok penting di Istana Kepresidenan, menjadi saksi sekaligus figur nasional dalam sejarah Indonesia.

Saya melihat Ibu Ani selalu ingin menunaikan tugasnya sebagai Ibu Negara dengan sempurna. Beliau selalu hadir dalam rapat persiapan, dan sering ikut dalam rapat substansi. Dalam rapat, beliau tidak sungkan mengajukan pertanyaan, baik bersifat protokoler, teknis dan kadang substansi.

Melalui rapat-rapat ini, Ibu Ani memahami konteks politik dan isu-isu yang dihadapi Presiden SBY. Ibu Ani tahu pemimpin mana yang sedang digarap Presiden SBY, siapa yang membuat gundah Presiden, dan siapa yang sedang menghalangi manuver diplomatik SBY.

Baca juga : Catat, Ini Jadwal Layanan BNI Selama Libur Lebaran

Namun, terlepas apa yang diketahuinya, di ruang formal diplomasi, Ibu Ani tidak pernah menyinggung hal-hal yang menjadi porsi Presiden. Banyak yang tidak tahu ini: hubungan antar Ibu Negara bisa membantu diplomasi.

Mantan Juru Bicara Kepresidenan periode 2004-2010 Dino Patti Djalal (kiri) dan Hatta Rajasa (kedua kiri) saat melihat untuk terakhir kalinya jenazah Ibu Ani Yudhono di KBRI Singapura. (Foto : Istimewa).

Hubungan Ibu Ani dengan Ibu Negara lainnya-misalnya dengan Rosmah Najib (Malaysia), Kristy Gusmao (Timor Leste), Laura Bush (AS), Michelle Obama (AS), Ho Ching (Singapore), Therese Rudd (Australia) dan lain-lain; seecara psikologis dan moral membantu misi Presiden SBY mempererat hubungan dengan mitranya, termasuk dalam kondisi yang sulit.

Kalaupun Presiden SBY sedang berseteru dengan pemimpin negara tertentu, Ibu Ani tetap tersenyum dan baik dengan isterinya seakan-akan tidak ada apa-apa. Ibu Ani juga sering melakukan peran kreatif dalam diplomasi.

Ibu Ani Yudhoyono (kiri) dan isteri Presiden Barack Obama, Michelle Obama (kanan). (Foto: Istimewa).

Dalam kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia tahun 2010, Ibu Ani ikut berperan aktif membantu Presiden SBY, dari merancang menu kenegaraan (bakso kegemaran Obama) sampai pemberian piagam penghargaan kejutan untuk almarhum Ibunda Ann Dunham yang membuat Obama terharu menitikkan air mata.

Dalam setiap pertemuan courtesy call Presiden beserta Ibu Negara, Ibu Ani selalu aktif berbicara dan selalu yang pertama menyapa Ibu Negara yang menjadi tamunya, biasanya beberapa menit setelah Presiden SBY memulai pertemuan.

Walaupun bisa berbahasa Inggris, dalam pertemuan internasional Ibu Ani biasanya berbahasa Indonesia dan didampingi seorang penerjemah. Ibu Ani juga mempunyai kebiasaan yang unik, yaitu membaca pesan SMS dari publik.

Sebelum era media sosial Facebook, Twitter dan Instagram, Ibu Ani sudah membuka handphone (waktu itu Nokia Communicator E-90) kepada publik untuk secara langsung membaca isi hati rakyat masyarakat melalui SMS. Momen yang paling sering saya saksikan di Istana adalah Ibu Ani membacakan pesan-pesan SMS dari rakyat kepada Presiden SBY, baik yang positif maupun negatif.

Banyak pesan ini yang dibalas langsung oleh Ibu Ani. Saya bahkan mengamati Ibu Ani lebih sering membaca pesan-pesan SMS ini daripada membaca koran. Yang saya lihat juga menonjol adalah peran politiknya.

Baca juga : Ani Yudhoyono, Ibu Yang Menyatukan Bangsa

Ibu Ani banyak membantu SBY membangun Partai Demokrat, dan ikut menentukan langkah politik SBY. Karena itulah, saya tidak heran ketika mendengar laporan Wikileaks di tahun 2013 bahwa Intelijen Australia menyadap telepon Ibu Ani (dan 5 figur lainnya termasuk telepon saya), berita ini menimbulkan insiden diplomatik antara Jakarta dan Canberra dan penarikan Duta Besar Indonesia untuk Australia.

Entah bagaimana, Ibu Ani memang mempunyai instink politik yang tinggi. Antena politiknya selalu on, terutama terhadap figur-figur yang dipandangnya berniat buruk terhadap suaminya atau kedua puteranya. Ibu Ani aktif menyerap informasi mengenai rimba politik tanah air, dan selalu menyampaikan informasi penting yang didengarnya kepada Pak SBY.

Namun, silakan cek, Ibu Ani tidak pernah mengeluarkan pernyataan politik di panggung nasional. Semua posisi politik untuk publik diserahkan kepada Pak SBY, AHY atau Ibas. Walaupun beliau dan keluarganya sering merasa difitnah, Ibu Ani tidak pernah mengintimidasi atau mendzolimi orang. Baik SBY dan Ibu Ani paham sekali bahwa ini adalah bagian dalam demokrasi dan risiko menjadi pemimpin.

Hal lain yang menonjol dalam sosok Ibu Ani adalah etos pengabdian yang sangat tinggi. Ini tidak mengherankan karena Ibu Ani lahir dari keluarga militer Sarwo Edhie yang sarat dengan DNA perjuangan dan kecemerlangan. Sebagai Ibu Negara, beliau sangat profesional. Untuk segala kegiatan, Ibu Ani selalu tepat waktu, tidak pernah telat. Sepadat apapun jadwal Presiden, Ibu Ani selalu sanggup mengimbangi.

Saya tidak pernah melihat Ibu Ani mengeluh dan beliau selalu tersenyum dalam suasana dimana yang lain pada murung. Dukungan Ibu Ani terhadap SBY adalah total dan absolut. Kenapa bisa begitu? Jawabannya sederhana: karena Ibu Ani sangat mencintai suaminya. Maaf kalau agak klise, tapi begitulah adanya. Selama 47 tahun menikah, cinta Ibu Ani terhadap suaminya tidak pernah pudar.

Sebagai putri Jenderal dan anak Duta Besar dari keluarga berada, Ibu Ani menikah dengan perwira muda SBY yang datang dari keluarga bersahaja. Ibu Ani dengan setia mengikuti suaminya meniti karier dari bawah. Bahkan sempat tinggal di rumah yang (menurut kelakar SBY) luasnya hanya “10 langkah kaki dari ujung ke ujung”. Seluruh hidup Ibu Ani didedikasikan agar suaminya dapat menjadi Perwira, Jenderal, Menteri dan Presiden yang baik.

Karena itulah, Ibu Ani tidak pernah merasa lelah dan energinya datang dari cinta sejati yang tulus. Kalaupun SBY tidak pernah menjadi Presiden dan hanya menjadi orang biasa, ini tetap merupakan great love story. Hal ini tercermin dalam hal-hal kecil. Silakan amati sendiri: Sewaktu Presiden SBY berpidato, Ibu Ani akan fokus penuh memerhatikannya sambil tersenyum.

Seluruh tatapan matanya diarahkan ke suaminya. Dia tidak akan berbincang dengan orang di sebelahnya, tidak akan bermain handphone, atau terkantuk-kantuk. Mungkin ini kelihatan sepele, namun saya yakin bagi Pak SBY secara psikologis ini gesture yang penting. Ibu Ani kini telah meninggalkan kita.

Baca juga : Bupati Bogor Sambut Kedatangan Jenazah Ibu Ani Yudhoyono di Cikeas

Di awal perawatan, Ibu Ani menyatakan bertekad untuk mengalahkan penyakitnya, namun ternyata kankernya terlalu kuat. Ibu Ani menghembuskan nafas terakhirnya di depan keluarga beliau, setelah Pak SBY membisikkan di telinga Ibu Ani bahwa ia sudah ikhlas melepasnya kalau itu yang dikehendaki Allah SWT.

Ketika almarhumah dikuburkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata keesokan harinya, walaupun di siang hari yang biasanya panas di bawah terik matahari, suasana pemakaman berubah menjadi teduh, diterpa angin lembut, dikelilingi adzan silih berganti dari berbagai masjid di sekitar lokasi pemakaman.

Pemakaman itu juga dihadiri semua Presiden (ke-3, 5, 6, dan 7) yang masih hidup; suatu momen langka di Indonesia. Hari itu, semua politik nasional praktis terhenti untuk memberikan ruang bagi rakyat yang secara spontan berduyun-duyun turun ke jalan untuk mengucapkan penghormatan terakhirnya. It could not be a better funeral.

Selamat jalan Ibu Ani. We love you and we will miss you.

Penulis adalah mantan Jubir Kepresidenan 2004 - 2010.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.