Dark/Light Mode

Catatan Agus Pambagio

Kebijakan Ngawur Mengancam Transportasi Umum DKI Jakarta

Minggu, 2 Oktober 2022 22:01 WIB
Agus Pambagio (Foto: Istimewa)
Agus Pambagio (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Minggu lalu, warga DKI Jakarta kembali dikejutkan dengan pernyataan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta terkait dengan akuisisi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) melalui PT Moda Integrasi Jabodetabek (MITJ) akan terlaksana tahun ini. Persoalan ini pernah penulis kaji dan sampaikan ke beberapa media sebagai sebuah kebijakan yang ngawur. Bagaimana mungkin hasil Ratas Kabinet tanggal 8 Januari 2019 dapat menjadi dasar hukum kebijakan? Sementara Ratas tidak mempunyai tataran hukum yang mengikat dan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Peraturan Perundang Undangan dan beberapa perubahannya.

Apakah dalam aksi korporasi ini, Perseroan dapat melakukan Rencana Transaksi menjual  mayoritas 51 persen saham PT KAI di PT KCI kepada PT MRT Jakarta, hanya berdasarkan Ratas 8 Januari 2019? Lalu, apa saja tindakan hukum dan/atau produk hukum yang diperlukan oleh Perseroan untuk melakukan rencana transaksi?

Terkait dengan rencana transaksi pengalihan kepemilikan Perseroan atas saham PT KCI, baik kepada MITJ maupun PT MRT Jakarta, perlu mendapat dukungan dan persetujuan dari kementerian teknis di bidang pengelolaan transportasi, mengingat PT KCI merupakan penyelenggara sarana perkeretaapian umum.

Apakah tujuan dari integrasi transportasi sebagaimana diharapkan dalam Ratas 8 Januari 2019 dapat dicapai dengan pelaksanaan Rencana Transaksi tanpa pengalihan kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemprov DKI Jakarta? Lalu, apa risiko hukum yang mungkin dapat timbul atas Rencana Transaksi bagi Perseroan dan bagaimana mitigasi risikonya?

Baca juga : Sambut HUT Ke-24, Bank Mandiri Percepat Transformasi Digital

Dari kajian hukum yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia melalui Legal Opinion dari Kejaksaan RI, akuisisi saham seperti yang diinginkan Pemprov DKI Jakarta dapat dilakukan jika disetujui Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Keuangan dengan memberi hak pengelolaan stasiun, rute, dan kereta yang ada di DKI Jakarta dan akan diintegrasikan kepada Pemprov DKI Jakarta. Namun, bagaimana dengan Pemerintah Daerah lain yang stasiun dan rutenya juga dilewati KRL Jabodetabek?

KRL Jabodetabek saat ini melalui 7 daerah lain (Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, serta Kota Depok) selain DKI Jakarta. Mereka tentunya juga harus diberi kesempatan. Pertanyaannya, apakah mereka berminat dan mempunyai anggaran untuk mensubsidi PT KCI? Karena ketika 51 persen saham PT KCI dipindahkan ke MITJ, Pemprov DKI harus memberikan subsidi ke PT KCI yang mayoritas sahamnya sudah di Pemprov DKI.

Langkah yang Harus Dilakukan
Pastikan Pemprov DKI Jakarta membaca dan memahami beberapa peraturan perundangan yang memayungi operasi PT KCI selama ini. Jika Ratas akan dijadikan dasar akuisisi ini, pastikan Ratas mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pastikan Pemprov DKI Jakarta memahami isi beberapa UU; antara lain UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, memahami isi UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas beserta semua peraturan turunannya.

Hasil Ratas 8 Januari 2019 harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan/atau mempertimbangkan perlunya diterbitkan produk hukum  untuk pelaksanaan kebijakan pemerintah, seperti ketika Kementerian BUMN agar memberikan saham mayoritas PT KCI kepada Pemprov DKI Jakarta atau saat pembentukan perusahaan Joint Venture antara PT KAI dengan Pemprov DKI Jakarta mengenai pengelolaan stasiun.

Baca juga : Ganjar Siapkan Tiga Jurus Kendalikan Inflasi Di Jateng

Untuk rencana PT KAI menjual 51 persen saham PT KAI di PT KCI, PT KAI harus melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif sehingga langkah yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan perseroan serta memastikan terpenuhinya aspek korporat terkait dengan otorisasi dan mekanisme dalam melakukan divestasi serta memastikan kesesuaian usulan divestasi dalam RKAP dan RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan).

Terkait dengan Kebijakan PSO dan rencana transaksi pengalihan 51 persen saham PT KCI di PT KAI, harus ada pengalihan pemberian PSO dari APBN kepada PT KAI menjadi menggunakan APBD Pemprov DKI Jakarta untuk PT KCI. Untuk itu, kajian hukum dan administrasi negara harus dilakukan sebelum pengalihan saham.

Sebetulnya, untuk menjalankan arahan Presiden tidak diperlukan aksi korporasi pengalihan saham dan pembentukan JV Co. Tetapi cukup dilakukan integrasi atau interkoneksi moda, seperti yang dilakukan di Jepang dan beberapa negara Eropa (misalnya Metropolitan London, Metropolitan Amsterdam). Mereka mempunyai banyak perusahaan transportasi umum perkotaan yang saling terkoneksi dengan baik tanpa harus akuisisi satu dengan lainnya, yang akan menambah kerumitan pengelolaannya dan berpotensi melanggar peraturan perundang undangan yang ada.

Sebagai penutup, mohon kepada Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan tidak mengeluarkan peraturan baru yang ngawur dengan mengakomodasi akuisisi PT KCI, PT LRT serta moda transportasi publik lainnya melalui pembentukan JV Co seperti MITJ. Ingat pekerjaan para Menteri terkait  diatas akan lebih rumit tetapi kemacetan tetap tidak terurai bahkan bertambah buruk.■

Baca juga : Akrabnya Puan Bersama Warga Transplantasi Terumbu Karang Di Pantai Pandawa Bali

Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.