Dark/Light Mode

Mbah Moen, Setia Pada PPP Hingga Akhir Hayat

Selasa, 6 Agustus 2019 12:43 WIB
KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen (Foto: Antara)
KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ulama kharismatik KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen, wafat di Makkah Arab Saudi, Selasa (6/8) pukul 04.17 waktu setempat. 

Mbah Moen yang sedang berhaji, tutup usia ketika hendak menjalankan shalat Tahajud.

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah itu lahir pada 28 Oktober 1928 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Ia merupakan putra pasangan KH Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah binti KH Ahmad bin Syu'aib. Sejak kecil, Mbah Moen dikenal taat agama.

Tahun 1945, Mbah Moen muda bertolak ke Kota Kediri untuk mengasah ilmunya di Pondok Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang pada saat itu di bawah pengasuhan KH Abdul Karim, KH Mahrus Ali dan KH Marzuki. Empat tahun setelahnya, ia memutuskan kembali ke kampung halaman untuk mengamalkan ilmu yang sudah diperoleh.

Baca juga : Mengenal Pasangan PM Inggris Yang Penuh Warna

Setahun kemudian, pada usia 21 tahun, Mbah Moen kembali menimba ilmu di Mekah beserta kakeknya selama sekitar 2 tahun. Ia banyak belajar dengan ulama Al-Haromain dan berpengaruh. Salah satunya, Sayyid Alawi al-Maliki. Usia 25 tahun, Mbah Moen menikah dengan Fatimah, putri Haji Baidhowi Lasem. Dari Fatimah, Mbah Moen beroleh tujuh anak. Empat di antaranya meninggal ketika masih kecil.

Setelah Fatimah wafat, Mbah Moen menikah lagi dengan Nyai Masthi'ah, putri Kiai Idris asal Cepu. Dari pernikahan keduanya ini, Mbah Moen dikaruniai delapan anak, satu meninggal dunia. Salah satu anak Mbah Moen dari Nyai Masthi'ah adalah Gus Yasin atau Taj Yasin, Wakil Gubernur Jawa Tengah saat ini.

Pada 1965, Mbah Moen mendirikan Pondok Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Kemudian sekitar tahun 2008, beliau kembali mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian "diserahkan" kepada putranya, KH Ubab Maimun.

Selama ini Mbah Moen menjadi rujukan banyak ulama Indonesia dalam bidang fikih. Mbah Moen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul "Al-Ulama Al-Mujaddidun".

Baca juga : Minta Tambah Kursi Menteri, PKB Paling Agresif

Selain ulama, Mbah Moen juga dikenal sebagai tokoh politik. Tujuh tahun beliau menjadi anggota DPRD Kabupaten Rembang. Setelah berakhirnya masa tugas, ia mulai berkonsentrasi mengurus pondoknya. Tapi, rupanya tenaga dan pikiran ia masih dibutuhkan oleh negara. Sehingga, ia diangkat menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah selama tiga periode.

Mbah Moen punya pengaruh besar dalam dunia politik. Beliau adalah tokoh yang sangat disegani di Nahdlatul Ulama (NU). Nasehat dan sarannya kerap diikuti oleh banyak orang. Tetapi, Mbah Moen setia pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Di saat NU mendirikan PKB tahun 1998, Mbah Moen lebih memilih tetap di partai Ka'bah. Di PPP, Mbah Moen menduduki jabatan ketua MPP PPP pada 1995-1999, serta sebagai Ketua Majelis Syari'ah PPP sejak 2004.

Mbah Moen pernah mengatakan, PPP bukan hanya untuk agama Islam. Lebih dari itu, PPP hadir untuk Indonesia. "Kehadiran PPP bukan hanya untuk agama (Islam), tapi untuk bangsa Indonesia," ujar beliau saat menghadiri Harlah PPP di Bantul, 16 Januari lalu.

Baca juga : Apjati Minta Penempatan PMI Kudu Dibenahi

Kini, bukan cuma PPP yang kehilangan Mbah Moen, tapi juga seluruh rakyat Indonesia. Selamat jalan, Mbah Moen…. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.