Dark/Light Mode

Atasi Penurunan Muka Tanah, Tata Kelola Air Di Jakarta Perlu Dibenahi

Selasa, 14 Mei 2024 01:57 WIB
Warga berinteraksi di Taman Literasi Martha Tiahahu Blok M, Jakarta, Minggu (12/5/24). Pemprov DKI Jakarta berencana membangun serta menata 29 ruang terbuka hijau (RTH) di sejumlah wilayah dengan Total luas RTH yang dibangun mencapai 5,1 hektare pada tahun 2024l. (Foto: Khairizal Anwar/Rakyat Merdeka).
Warga berinteraksi di Taman Literasi Martha Tiahahu Blok M, Jakarta, Minggu (12/5/24). Pemprov DKI Jakarta berencana membangun serta menata 29 ruang terbuka hijau (RTH) di sejumlah wilayah dengan Total luas RTH yang dibangun mencapai 5,1 hektare pada tahun 2024l. (Foto: Khairizal Anwar/Rakyat Merdeka).

RM.id  Rakyat Merdeka - Kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta saat ini sudah memasuki zona kritis, hingga rusak akibat eksploitasi air tanah di atas ambang batas normal yang direkomendasikan.

Eksploitasi air tanah saat ini tercatat sudah mencapai 40 persen, dari batas aman 20 persen.

Jika tak dicarikan solusi, kerusakan ini akan menimbulkan berbagai dampak lingkungan, seperti kontaminasi air akuifer di bagian atas dan bawah hingga penurunan permukaan tanah atau land subsidence.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Suci Fitria Tanjung, ketika diwawancarai media, Jumat (10/5/2024).

“Ketika dieksploitasi berlebih, maka penyajian tanah di Jakarta itu sudah kehilangan kemampuannya untuk menopang tanah,” kata Suci.

Dampak yang paling terlihat, dikatakan Suci, yakni kondisi geologi di Jakarta Utara, yang tanahnya sudah berada 4 meter di bawah permukaan air laut.

Suci mengatakan, salah satu cara mengendalikan penurunan tanah ini yakni dengan mengendalikan pengambilan air tanah dalam.

Baca juga : 2 Pesan Menag untuk Jemaah Haji: Jaga Kesehatan Fisik & Jaga Niat Ibadah

Ia mengatakan, beberapa tahun lalu memang terbit aturan tentang zona bebas air tanah, utamanya di wilayah-wilayah protokol, seperti daerah Kuningan.

Namun, sambung Suci, hal itu saja belum cukup, mengingat 90 persen permukaan tanah di Jakarta tertutup beton. Menurut dia, harus ada daerah resapan air yang mengalir ke tanah dalam.

“Maka kami Walhi Jakarta mendorong pemerintah untuk memaksimalkan ruang permukaan hijau,” imbaunya.

Selain itu, dikatakan Suci, perlu adanya keseriusan pemerintah dalam tata kelola air untuk kebutuhan Jakarta.

Berdasarkan data dari PAM Jaya pada 2023, kebutuhan air di DKI Jakarta saat ini mencapai 24.000 liter per detik, sementara kapasitas produksi PAM Jaya hanya sebesar 20.225 liter per detik.

Kekurangan ini tentu mengakibatkan defisit kebutuhan air bersih sekitar 4,000 liter per detik.

Di sisi lain, menurut laporan yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap layanan sumber air minum layak dan berkelanjutan mencapai sekitar 97,93 persen, sementara cakupan layanan air bersih hanya sekitar 65,41 persen.

Baca juga : Polusi Di Jakarta Rawan Naik Lagi

“Jadi sangat jauh dari cukup. Kurang sekali untuk memenuhi kebutuhan per kapita Jakarta,” tutur Suci.

Sementara itu, Ketua Indonesian Water Institute Firdaus Ali menilai, perlu adanya peningkatan penambahan kapasitas produksi dan pembangunan jaringan baru pipa distribusi untuk mencukupi kebutuhan air bersih di Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD PAM JAYA memberi target tercapainya 100 persen penggunaan pipa akses air bersih pada 2030.

Namun, untuk mencapai target ini dibutuhkan peralihan dari masyarakat maupun pemilik gedung untuk beralih dari air tanah ke air bersih perpipaan, serta investasi yang besar yang dibutuhkan untuk menyambungkan perpipaan ke kawasan-kawasan yang cenderung lebih sulit dijangkau.

Menurut Ali, persoalan tersebut bisa teratasi asal pemerintah terlebih dahulu membuat jaringan perpipaan secara merata, untuk kemudian membuat aturan jelas.

Jika hanya memberi larangan tanpa memberikan solusi, hal ini tentu akan menimbulkan reaksi.

“Selama air perpipaan tidak cukup, ya tidak mungkin kita merealisasikan upaya pengendalian permukaan tanah tadi,” tambahnya.

Baca juga : Pasca Keputusan MK, Juniver Girsang Minta Semua Advokat Bersatu

Ali percaya, target yang diberikan pada tahun 2030 bakal terlaksana. Selain itu, Pemprov harus mulai mencari sumber alternatif air baku.

Saat ini, dikatakan Ali, 82 persen kebutuhan air Jakarta berasal dari Waduk Jatiluhur, sisanya 16 persen beli dari Tangerang.

Faktor lain yang tak kalah penting, yakni perawatan terhadap jaringan air bersih tersebut, termasuk persoalan kebocoran baik administratif maupun teknis.

”Kebocoran teknis dengan perbaikan penggantian pipa yang sudah tua-tua karena lama pipanya itu, kebocoran administratif tadi, pencurian air dan sebagainya ya itu harus dikendalikan,” tandas Ali.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.