Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ini Saran Pengamat Soal The New Normal di Sektor Transportasi Umum

Minggu, 31 Mei 2020 22:13 WIB
Ilustrasi halte Transjakarta, di tengah PSBB (Foto: Humas Transjakarta)
Ilustrasi halte Transjakarta, di tengah PSBB (Foto: Humas Transjakarta)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah, Djoko Setijowarno mengingatkan, permasalahan mendasar dalam implementasi new normal pada angkutan umum massal perkotaan, khususnya Jabodetabek, bukanlah pada pemberlakukan protokol kesehatan seperti cek suhu tubuh, penggunaan masker dan hand sanitizer, atau ketaatan publik untuk menjaga jarak (physical distancing).

Dalam hal ini, fokus utamanya adalah kapasitas angkutan umum massal, yang dapat menjamin terlaksananya physical distancing. Terutama, pada jam-jam sibuk.

Baca juga : The New Normal untuk Indonesia Lepas Landas

"Kalau kebiasaan baru, new normal, diterjemahkan sebagai semuanya masuk kerja dengan jadwal seperti kondisi sebelum pandemi, bisa dipastikan kapasitas angkutan umum massal di Jabodetabek tidak dapat menjamin pelaksanaan physical distancing atau jaga jarak," ujar Djoko dalam rilis yang diterima RMco.id, Minggu (31/5).

Menurut Djoko, sulit untuk melakukan penambahan kapasitas angkutan umum massal secara signifikan pada jam-jam sibuk. Agar tercapai physical distancing dengan demand, setara dengan pada masa sebelum pandemi.

Baca juga : JK: Jangan Dibikin Rumit

Sebagai contoh, KRL pada jam-jam sibuk tidak mungkin menambah kapasitas, agar tercapai setiap kereta hanya maksimal 35 persen dan seluruh penumpang terangkut. "50 persen saja mungkin sudah sangat berat," imbuh Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat ini.

Pengalihan ke angkutan umum massal seperti bus, kata Djoko, bisa jadi solusi. Namun, besaran tarifnya harus sesuai KRL. "Siapa yang akan memberikan subsidi? Selain itu, waktu tempuh pasti jauh lebih lama ketimbang naik KRL," tutur Djoko.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.