Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Webinar Kebangsaan MPR

Menteri PPN: Ketiadaan Haluan Negara Bikin Perspektif Pembangunan Memendek

Selasa, 16 November 2021 23:02 WIB
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (Foto: Istimewa)
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, sebagai orang yang pernah terlibat dalam penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di periode pemerintahan tahun 1982, 1987, 1992, dan 1997, dirinya merasakan manfaatnya dalam pola perencanaan pembangunan nasional. Namun, sejak amandemen kelima konstitusi tahun 2002, karena keberadaan GBHN dihilangkan, malah muncul kekhawatiran mengenai keberlanjutan pembangunan.

"Ketiadaan Haluan Negara membuat perspektif pembangunan seakan memendek menjadi hanya pada siklus lima tahunan periode kepresidenan. Menjadikan tidak adanya jaminan pembangunan yang dilakukan di satu periode pemerintahan, dilanjutkan periode pemerintahan penggantinya," ujar Suharso, dalam Webinar Series MPR dengan tema “PPHN Memperkuat Konsensus Sistem Presidensil”, Selasa (16/11), seperti keterangan MPR yang diterima redaksi.

Turut hadir menjadi narasumber antara lain, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Anggota DPD/mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie, dan pengamat parlemen Sebastian Salang.

Baca juga : MPR: PPHN Wujudkan Negara Berdaulat, Adil, Dan Makmur

Suharso menerangkan, sebagai orang yang pernah terlibat dalam penyusunan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menjadi dasar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, suasana kebatinan saat itu, keberadaan RPJPN tidak dimaksudkan untuk mengganti apalagi menghilangkan haluan negara. Sebab, haluan negara memuat aturan secara holistik yang melibatkan seluruh unsur yang merepresentasikan kekuatan bangsa. Sementara, RPJPN memberikan arah bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.

"Ke depannya, bangsa Indonesia sangat memerlukan haluan negara sebagai penjabaran lebih lanjut dari UUD NRI 1945. Haluan negara juga menjadi menjadi dasar visi dan misi presiden dalam menyusun road map, sekaligus benchmarking perencanaan pembangunan jangka panjang, menengah, dan kerja pemerintah selama lima tahunan," terang Suharso.

Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan, rencana MPR periode 2019-2024 menghadirkan kembali haluan negara dengan nomenklatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tidak lain juga untuk menyempurnakan bangunan ketatanegaraan Indonesia. Yaitu dengan adanya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai haluan konstitusional negara, dan PPHN sebagai kebijakan dasar pembangunan negara.

Baca juga : Jokowi Tegaskan Pentingnya Penguatan Kebangsaan

"Hadirnya PPHN tidak menyebabkan presiden harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada MPR. Tanggung jawab presiden tetap langsung kepada rakyat, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat. MPR tidak berwenang memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden apabila tidak melaksanakan PPHN. MPR hanya dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 Ayat (3) dan Pasal 7B Ayat (1)," tegas Bamsoet.

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, dari serangkaian diskusi yang dilakukan MPR dengan berbagai kalangan, pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia memerlukan PPHN sebagai haluan negara dalam implementasi pembangunan. Berdasarkan rekomendasi hasil kajian Badan Pengkajian MPR bersama Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, bentuk hukum PPHN yang paling ideal adalah melalui Ketetapan MPR. Bukan melalui Undang-Undang, karena sebagai haluan negara, PPHN harus mempunyai legal standing yang kuat. Tidak dapat dibayangkan jika sebuah haluan negara diatur dalam bentuk Undang-Undang, yang masih mungkin 'ditorpedo' dengan Perppu, atau diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi.

"Bentuk hukum penetapan PPHN juga sebaiknya tidak diatur dalam konstitusi, karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat. Karena PPHN bersifat direktif, tidak normatif seperti halnya konstitusi, maka tentunya materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi," pungkas Bamsoet. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.