Dark/Light Mode

Ujaran Kebencian Bukan Demokrasi, Tapi Kebebasan Liar

Jumat, 14 Januari 2022 13:57 WIB
Ketua Bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Jawa Barat (FKPT Jabar) KH Utawijaya Kusumah (Foto: Istimewa)
Ketua Bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Jawa Barat (FKPT Jabar) KH Utawijaya Kusumah (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kebebasan berpendapat adalah kebebasan yang mengacu pada hak untuk berbicara secara bebas tanpa ada pembatasan, namun tidak kebebasan menyebarkan kebencian. Sayangnya, masih banyak masyarakat salah kaprah mengartikan kebebasan berpendapat sehingga dengan mudahnya menghina dan melukai hak orang lain.

Ketua Bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Jawa Barat (FKPT Jabar) KH Utawijaya Kusumah menyayangkan fenomena yang terjadi terkait persoalan ujaran kebencian dan provokasi yang berlindung di bawah tameng kebebasan. Menurutnya, hal ini sebagai akibat dari degradasi rasa syukur sebagai anak bangsa.

Baca juga : Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Pemerintah Masih Timbang-timbang

“Akibat hilangnya rasa syukur ini mereka memanfaatkan kebebasan sebagai negara demokrasi tetapi cenderung sebagai kebebasan yang liar, bukan kebebasan yang bertanggung jawab,” ujarnya, di Bandung, Jumat (14/1).

Kiai Utawijaya menuturkan, peraturan perundang-undangan yang ada seringkali dinafikan, hingga mudah dijumpai fenomena saling lapor, saling tuduh dan saling gugat. Karena itu, perlu ada  kesadaran agar mampu menahan diri serta tidak terpengaruh ujaran kebencian. Menurutnya, ada dua syarat untuk melakukan itu. “Pertama, adalah bagaimana melakukan upaya jangan menjadi 'sumbu pendek', sedikit-sedikit marah,” jelasnya.

Baca juga : Demokrat Ingatkan Kejatuhan Orde Baru

Kiai Utawijaya menerangkan, dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 134 dikatakan, "...Wal-kāẓimīnal-gaiẓa wal-'āfīna 'anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn (...orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan)”.

“Kedua, negara ini dipimpin oleh pemerintahan yang perlu diikuti, Sami’na Wa Atho’na. Ada pun kalau ada yang kurang, ya diskusikan, kita bicarakan,  kita musyawarahkan sesuai dengan dasar negara kita yaitu Pancasila yaitu musyawarah. Nah, itu kan kita jadi pemaaf,” ungkap Pengasuh dan Dewan Kiai Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tasikmalaya ini.

Baca juga : Program MBKM Budi Luhur Jadikan Desa Jabung Jadi Desa Digital

Ia menegaskan, keberagaman bangsa ini sudah terakomodir oleh Pancasila dan perbedaan yang ada adalah karena rahmat Allah Yang Maha Esa. Dia pun mengingatkan, tugas umat adalah beribadah kepada Tuhan. “Dengan cara seperti itu, tidak ada lagi yang saling benci, saling hujat, apalagi dengan berbungkus agama,” tegasnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.