Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Recover together-recover stronger. Demikian semboyan yang diangkat Presiden Jokowi dalam Presidensi G20. Semboyang yang mengajak semua orang untuk bangkit dari keterpurukan pandemi Covid-19.
Presidensi G20 merupakan kegiatan mengelola forum kerjasama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). Berbeda dari forum multilateral pada umumnya, G20 tidak memiliki sekretariat tetap. Fungsi presidensi diampu negara anggota secara berganti setiap tahun. Indonesia mengampu Presidensi di tahun 2022, terhitung mulai 1 Desember 2021 sampai akhir November 2022.
Menko Perekonomian Airlangga Hartanto menyebut, Presidensi G20 sebagai “momentum branding Indonesia di dunia internasional”. Keterlibatan Indonesia di G20 telah berlangsung sejak 1999, ketika Indonesia tengah menghadapi krisis moneter. G20 berhasil menjadi ladang pertumbuhan ekonomi, sosial dan politik. Tercatat dalam 20 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global.
Baca juga : DEWG Presidensi G20 Tekankan 3 Prinsip Penting Pemanfaatan Teknologi Digital
Namun demikian, pencapaian Indonesia di ajang G20 sampai saat ini masih dipertanyakan. Jumlah pengangguran yang pada semester kedua tahun 2021 menaik sekitar 1 persen dari semester sebelumnya, kemiskinan yang angkanya lebih tinggi dari sebelum pandemi, korupsi yang masih terus terjadi, yang terbaru adalah operasi tangkap tangan (OTT) pada empat pejabat negara, serta pengelolaan kebijakan pandemi yang masih ambigu, memicu refleksi kritis: “apakah Indonesia layak mengampu presidensi 2022?”
Kerentanan yang bertubi-tubi, membuat citra (image) ajang perayaan Presidensi G20 sebagai ajang yang ambisius dan tidak empatik. Perlu disadari secara lebih luas, Presidensi G20 bukan sekadar momentum branding, tetapi juga momentum perubahan.
Melalui partisipasi luas negara industri dan pasar negara berkembang utama, G20 merupakan model tepat untuk kerjasama dunia global. G20 mampu membuka peluang investasi, memicu paket stimulus fiskal di seluruh dunia dan menyelamatkan jutaan lapangan kerja yang terancam hancur.
Baca juga : Sepanjang 2021, MK Tangani 277 Perkara Dan Hasilkan 253 Putusan
Bukan Indonesia jika menyerah dan mundur dari kritik atas artikulasi G20. Sudah sejak masa Soekarno, Indonesia mengambil keberanian out of the box. Di tengah pertarungan politik luar negeri yang terbelah menjadi blok Barat da Timur, Indonesia berani menginisiasi prinsip politik luar negeri “Bebas-Aktif”.
Indonesia bahkan berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika, mempersatukan kekuatan ekonomi negara-negara non-blok. Jika sekarang Indonesia mengambil langkah berani memegang tampuk presidensi, ini artinya Indonesia siap mengambil peran dalam kebijakan perekonomian dunia.
Presidensi G20 bukan hanya momentum branding, tetapi juga momentum perubahan. Melalui presidensi G20, Indonesia punya kesempatan untuk berbenah. Di jalur Sherpa (isu ekonomi non keuangan), Indonesia punya kesempatan membangun strategi pemulihan kesehatan nasional dan strategi transformasi pendidikan digital era normal baru.
Baca juga : Menteri Bintang Kebut Penyusunan DIM RUU TPKS
Sedangkan pada jalur keuangan, Indonesia memiliki peluang untuk mengedepankan pariwisata dan keterbukaan informasi sebagai exit policy pemulihan ekonomi global pasca pandemi.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya