Dark/Light Mode

Presidensi G20 dan Tantangan Kebangsaan Kita!

Sabtu, 12 Februari 2022 16:30 WIB
Iif Fikriyati Ihsani, Peneliti Kebijakan Setara Institute, Pranata Humas Muda UIN Syarif Hidaatullah Jakarta
Iif Fikriyati Ihsani, Peneliti Kebijakan Setara Institute, Pranata Humas Muda UIN Syarif Hidaatullah Jakarta

 Sebelumnya 
Presidensi G20 harus menjadi ajang penguatan komunikasi dan koordinasi antar unit dan sub unit pada Kementerian Lembaga, pada Pemerintah Pusat dan Daerah dalam berbagai tingkatannya. Arahan Presiden Jokowi untuk membangun komunikasi masif dalam dan luar negeri untuk membangun terus kepada Indonesia, perlu dimanifestasikan secara nyata. Tata kelola pemerintahan wajib mengorkestrasi narasi inklusif, transparan dan akuntabel.

Pemerintah di momen Presidensi sudah sepatutnya membuka lingkungan keterlibatan dari kekuatan yang beragam; etnis, agama, budaya, gender, masyarakat minoritas dan marjinal. Tata kelola pemerintah harus didesain untuk mendukung partisipasi, toleransi dan keterbukaan publik, menciptakan rasa hormat serta koneksi dari berbagai kelompok.

Penganggaran program dan kegiatan berada pada ranah yang berkelanjutan, bukan pada pemenuhan administratif kinerja yang ujungnya berakhir pada penghabisan jumlah pembiayaan.

Baca juga : DEWG Presidensi G20 Tekankan 3 Prinsip Penting Pemanfaatan Teknologi Digital

Ada banyak pekerjaan rumah yang bisa diakselerasi dalam momentum presidensi G20. Infrastruktur dan hak asasi manusia di antaranya.

Infrastruktur mempersyaratkan pemodal, tata ruang dan juga lingkungan, jika dalam menyelenggarakan infrastruktur, mengabaikan hak-hak asasi manusia, maka pekerjaan rumah ini dapat menjadi bumerang konflik. Artikulasi ambisius G20 wajib sejalan dengan artikulasi Sustainable Development Goals 2030 yang mempersyaratkan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pada kesetaraan dengan prinsip universal, terintegrasi, tanpa seorang pun terlewatkan (no-one left behind).

Presidensi G20 hanya akan menjadi momentum branding jika seluruh bangsa Indonesia tanpa terkecuali, baik pemerintah, masyarakat, swasta serta media, secara bersama-sama memiliki kesadaran me-recovery keadaan. Melihat pandemi sebagai landasan perbaikan kesehatan nasional, memandang investasi sebagai aset bersama, menempatkan gotong royong sebagai hubungan interaksi setara antara pemerintah (yudikatif, eksekutif, legislatif) dengan masyarakat.

Baca juga : Sepanjang 2021, MK Tangani 277 Perkara Dan Hasilkan 253 Putusan

Semua kembali kepada intensi bangsa Indonesia, apakah Presidensi G20 akan menjadi titik tolak kebangsaan atau sekadar koordinat siklus sejarah yang hanya terekam di buku PKN. Sebab refleksi kritis yang muncul pada perayaan Presidensi G20 bukan refleksi yang tabu. Pengangguran dan kemiskinan adalah hal nyata, korupsi dan kolusi politik menjadi tontonan sehari-hari, radikalisme-ekstremisme dan pelanggaran hak asasi manusia masih menjadi pekerjaan yang berjalan di tempat.

Tanpa perubahan nyata, pencapaian seperti Presidensi G20 akibatnya tidak bisa dihargai. Bangsa ini tidak merasa bangga dengan apa yang telah dicapai. Mereka akan menganggap pencapaian sebagai formalitas semata.

Sudah waktunya kita untuk Recover Together-Recover Stronger! (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.