Dark/Light Mode

Jokowi Berkali-Kali Revisi Aturan, Salahnya Di Mana?

Rabu, 23 Februari 2022 08:30 WIB
Presiden Joko Widodo. (Foto: : BPMI Setpres).
Presiden Joko Widodo. (Foto: : BPMI Setpres).

RM.id  Rakyat Merdeka - Perintah Presiden Jokowi ke Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah agar segera merevisi aturan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) menambah daftar aturan yang direvisi pemerintah setelah aturan itu mendapat penolakan dan aksi demo besar-besaran dari masyarakat. Kenapa hal seperti ini berulang? Salahnya di mana ya?

Aturan JHT yang ada dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu, memang bikin iklim politik panas. Dalam aturan tersebut disebutkan JHT baru bisa dicairkan saat pekerja berusia 56 tahun. Aturan ini ditentang keras banyak pihak. Dari buruh, akademisi, oposisi, sampai koalisi.

Karena protes terhadap JHT ini makin membesar, Senin (21/2), Presiden Jokowi meminta agar aturan yang diteken Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, 2 Februari lalu, untuk direvisi. Jokowi ingin buruh dipermudah dalam mencairkan JHT.

Baca juga : Swiss-Kitchen Restaurant Hadirkan Menu Baru Nusantara

Revisi seperti ini bukan kasus pertama. Sebelumnya, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 soal vaksinasi Covid-19 juga bernasib sama. Diteken Menteri Kesehatan Februari 2021, lalu dibatalkan Jokowi sekitar 5 bulan kemudian, yakni Juni 2021. Pembatalan ini dilakukan Jokowi setelah melihat gelombang besar penolakan vaksinasi aturan berbayar yang ada dalam Permenkes itu.

Tak cuma aturan yang diteken menteri yang pernah dibatal. Aturan yang diteken langsung Jokowi juga ada yang seumur jagung, dan langsung dibatalkan. Yang fenomenal adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2015.

Perpres tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Mobil Baru tersebut jadi isu hangat saat itu. Perpres itu dianggap tidak pro rakyat. Perpres itu memuat kenaikan fasilitas uang muka kendaraan bagi pejabat negara dari Rp 116.650.000 menjadi Rp 210.890.000.

Baca juga : Ekspor Bahan Mentah Sudah Nggak Zaman

Sadar ada kekeliruan, Jokowi langsung bertindak. Perpres itu pun tak berumur panjang. Diteken Jokowi pada Maret 2015, Perpres itu dicabut pada April 2025. Saat itu, Jokowi beralasan, tidak sempat membaca isi Nomor 39 Tahun 2015. Karena setiap hari dia harus meneken tumpukan berkas.

Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal juga bernasib sama. Lampiran yang memuat tentang investasi minuman keras (miras) dalam Perpres itu mendapat protes keras dari masyarakat. Termasuk dari MUI, PBNU, Muhammadiyah, pemuka agama, dan ormas lainnya. Alhasil, 2 Februari diteken, 2 Maret dicabut. Praktis, Perpres itu hanya bertahan sebulan.

Lalu, kenapa Jokowi sampai berkali-kali merevisi aturan? Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin beralasan, revisi atau pencabutan aturan yang sudah diteken presiden maupun menteri bukanlah hal tabu dilakukan. "Ya, normal saja itu," kata Ngabalin, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.