Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Reklame Melebihi Ukuran Dan Tak Sesuai Zonasi Di Kota Bandung Adalah Korupsi

Sabtu, 26 Februari 2022 12:12 WIB
Pengamat Hukum yang juga Advokat di Kota Bandung Sachrial. (IST)
Pengamat Hukum yang juga Advokat di Kota Bandung Sachrial. (IST)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan soal ukuran dan zonasi reklame yang tak beraturan di Kota Bandung.

Hal itu disampaikan politisi Partai Demokrat, Aat Safaat Hodijat. Menurut penilaian Aat, kesemrawutan reklame di Kota Bandung masuk dalam kategori brutalisme dan vandalisme.

Apa yang disampaikan Aat tersebut mendapat dukungan dari pengamat hukum Kota Bandung Sachrial.

Sachrial yang juga Advokat ini menilai, kritik yang disampaikan Aat merupakan sebuah langkah maju dalam membereskan kesemrawutan visual di Kota Bandung.

"Kesemrawutan ini tentu karena para pelaku dan semua yang terkait tidak mematuhi aturan yang telah berlaku baik pada Perda dan Perwal itu sendiri. Kami sangat sepakat apa yang diminta oleh Kang Aat. Apalagi dalam dunia reklame invesible hand punya pengaruh besar dalam kesemrawutan tersebut," ujar Sachrial, Sabtu (25/2).

Menurut Sachrial, persoalan reklame tidak boleh dianggap sepele. Walaupun Pemerintah menaikkan biaya cukai agar konsumsi rokok tidak menjadi beban JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

Baca juga : Gerindra Nyinyirin PKS

Sachrial menyebut, cukai rokok bisa mencapai Rp 17,9-Rp 27 triliun per tahun. Dari total biaya tersebut Rp 10,5 hingga Rp 15,6 triliun biaya perawatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.

Artinya, sekitar 20-30 persen dari subsidi PBI (Penerima Bantuan Iuran) JKN sebesar Rp 48,8 triliun.

"Tentu ini sangat ironis bila Pemerintah menggenjot agar beban biaya konsumsi merokok berkurang dengan kebijakan naik cukai tetapi iklan rokok yang sudah diatur malah menabrak aturan. Maka percuma saja reklame rokok bila tidak taat aturan, yang sesungguhnya masuk pada kategori korupsi," terangnya.

Sachrial menjelaskan, Indonesia merupakan sebuah kesatuan yang integral. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2022-2024 disebutnya sebuah acuan agar Indonesia sesuai dengan koridor hukum.

Disebutkan, Pada RPJMN ini, berdasar hasil survei Balaitrankes tahun 2017 biaya kehilangan tahun produktif yang timbul karena penyakit, disabeling, kematian dini akibat merokok diperkirakan mencapai Rp 374 triliun.

"Tren jumlah perokok anak terus meningkat naik 7,2 persen di 2013 menjadi 9,1 persen di 2018. Maka kenaikan cukai ini menekan pula angka perokok pada anak-anak. Tentu di tingkat kota pun harus sesuai dengan RPJMN-nya. Pada RPJMN 2022-2024 Pemerintah menargetkan prevelensi angka anak turun menjadi 8,7 persen di 2024," jelasnya.

Baca juga : Menpora Yakin Tim Basket Indonesia Bisa Berprestasi Di Ajang FIBA Asia Cup 2022

"Bila reklame rokok tak sesuai aturan malah ukurannya ditambah melebihi ketentuan Perwal, maka sesungguhnya boleh dikatakan bahwa Pemkot Bandung melakukan 'perlawanan' atas RPJMN Pemerintah. Apalagi apa yang dikatakan Aat bahwa reklame non rokok tidak boleh ada di rumah ibadah, sekolah dan instansi," tambahnya.

Adanya reklame di instansi, kata Sachrial, menegaskan bahwa instansi tersebut melanggar aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah.

Seharusnya, tambahnya, para pihak terkait yang dibiayai oleh uang rakyat tidak boleh menjadi pelanggar aturan dan harus menjadi tauladan aturan yang bisa ditiru oleh warganya.

"Maka langkah Aat syafaat meminta agar KPK turun adalah sebuah ijtihad konstitusional dalam penegakan hukum," tandasnya.

Sebelumnya, Eks Anggota DPRD Kota Bandung Aat Safaat Hodijat menyoroti semrawutnya reklame di Kota Bandung.

Politisi Partai Demokrat itu menilai, pelanggaran peletakan titik reklame, ukuran dan pelayanan perizinan menjadi masalah paling menonjol saat ini.

Baca juga : MotoGP Mandalika Jalan Terus

"Contoh dari pelanggaran itu adalah reklame rokok. Selain banyak yang menyalahi ukuran, peletakan tidak sesuai zonasi yang diatur dalam Perda dan Perwal menjadikan Kota Bandung saat ini layak disematkan predikat 'Kota Lautan Reklame Rokok'," katanya, Jumat (25/2).

Menurutnya, ada baiknya Pemkot Bandung meminta bantuan supervisi KPK dalam melakukan penyempurnaan regulasi dan tindakan penegakan hukumnya.

"Pekerjaan rumah yang sungguh tidak ringan bagi Wali Kota Bandung, di sisa masa jabatannya saat ini untuk menyelamatkan wajah kota dari polusi visual akibat brutalisme dan vandalisme reklame," pungkasnya. [DR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.