Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kalau Pemilu Dipaksakan Ditunda

Demokrasi Indonesia Menuju Sakaratul Maut

Kamis, 10 Maret 2022 08:15 WIB
Peneliti PARA Syndicate, Virdika Rizky Utama saat menjadi narasumber dalam diskusi PARA Syndicate bertajuk ‘Tunda Pemilu Vs Tunda IKN’ secara daring, Rabu (9/3/2022). (Foto: Istimewa)
Peneliti PARA Syndicate, Virdika Rizky Utama saat menjadi narasumber dalam diskusi PARA Syndicate bertajuk �Tunda Pemilu Vs Tunda IKN� secara daring, Rabu (9/3/2022). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Meski Presiden Jokowi dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD telah menjawab wacana penundaan Pemilu serta perpanjangan masa jabatan Presiden, namun publik masih belum puas. Warga pun diminta tetap waspada dengan wacana ini.

Virdika Rizky Utama, Peneliti PARA Syndicate mengatakan, wacana ini tidak mewakili aspirasi publik, dan punya alasan konstitusional yang bisa jadi pintu masuk.

“Penundaan pemilu harus ada kegentingan seperti dulu ada pemberontakan DITII, Pengolakan Irian Barat. Tidak ada satupun alasan konstitusional yang membenarkan ini,” kaya Virdi saat menjadi narasumber dalam diskusi PARA Syndicate bertajuk ‘Tunda Pemilu Vs Tunda IKN’ secara daring, kemarin.

Baca juga : PDGI Serahkan Donasi Huntara Ke Indonesia Care

Hadir dalam diskusi ini, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K. Harman; Pemimpin Redaksi Koran Tempo, Jajang Jamaludin; Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti; dan Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo sebagai host.

Virdi menyebut, wacana ini meski sudah dibantah, namun belum tegas. Oleh karenanya, publik harus terus mengawalnya. Sebab, kekuatan pendukung wacana ini cukup besar jika dibawa ke mekanisme amandemen di MPR.

“Kalau ada 50 anggota DPD (Dewan Pimpinan Daerah) saja setuju, ditambah tiga partai pengusul PKB, Partai Golkar, dan PAN. Ditambah ada lobi-lobi, cukup ambil satu partai lain yang setuju amandemen penundaan pemilu, kejadian ini. Sangat berbahaya,” ulasnya.

Baca juga : Imin Tahan Malu

Dia mengingatkan, jika wacana ini terlaksana bisa berdampak negara akan menjadi sangat kuat, rakyat kian lemah, menjadi pintu masuk otoritarianisme, polariasi masyarakat semakin menjadi, hingga berujung instabilitas poltik hingga ekonomi.

Seharusnya, lanjut Virdi, Presiden Jokowi tegas dalam pernyataannya. Tidak membuka ruang dengan menyebut wacana ini sah dalam alam demokrasi. Presiden jangan semakin menegaskan menjadi man of contradiction seperti yang disebut banyak pihak. “Konsekuensinya akan sangat besar jika penundaan pemilu dilakukan. Potensi chaos-nya besar. Lebih jauh, ini soal keutuhan NKRI,” tandasnya.

Jajang Jamaludin menyebut, alasan-alasan penundaan pemilu hampir semua terbantahkan. Misalnya, klaim big data 100 juta pengguna medsos mendukung ini, ternyata tak ada klaster yang mendukung sama sekali. “Selain itu, klaim sejumlah pihak menyatakan masyarakat menginginkan penundaan, juga terbantahkan oleh hampir semua hasil lembaga survei,” tuturnya.

Baca juga : KPU Lamongan: Pemilu Dan Pilkada Tak Akan Ditunda

Semua pihak harus menolak wacana ini. Alasan mendasarnya, sebut Jajang, jelas melabrak konstitusi. Yang patut diwaspadai, pemerintah saat ini menguasai 81 persen koalisi sehingga konstitusi bisa mudah diamandemen.

Dikatakan, saat ini, untuk mematikan demokrasi, bukan pakai kudeta militer. Tetapi pelan-pelan oligarki membajak institusi dengan mengubah aturan main dan merusak pagar-pagar demokrasi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.