Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ngeri Amat, Politisasi Agama Bisa Picu Radikalisme Dan Terorisme

Sabtu, 4 Juni 2022 08:27 WIB
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwahid (Foto: Istimewa)
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwahid (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwahid menegaskan, politisasi agama atau menggunakan agama dalam ajang politik adalah salah satu pemicu utama munculnya radikalisme dan terorisme.

"Akar masalah radikalisme dan terorisme itu adalah ideologi. Pemicu utamanya, politisasi agama. Sehingga, sangat relevan dengan kegiatan seperti ini, kita melakukan ikrar bersama. Menandatangani pakta integritas. Agar di Pemilu 2024 nanti, tidak ada lagi yang namanya politisasi agama," ujar Nurwahid dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/6).

Dia menjelaskan, apa pun argumen atau alasannya, agama adalah firman Tuhan. Semestinya, agama bisa menjadi sumber inspirasi untuk kemanfaatan semua pihak.

Baca juga : BNPT dan BPSDM Siap Kolaborasi Cegah Paham Radikal Dan Terorisme

"Politisasi agama adalah pemicu utama radikalisme dan terorisme. Itu harus ditiadakan," kata Nurwahid saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Publik 2022 bertema "Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024" yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto, Jumat (3/6).

Nurwahid mengingatkan, Indonesia sebagai negara yang sangat majemuk, memiliki potensi yang sangat besar untuk memunculkan konflik. Karena itu, masyarakat harus berhati-hati. Jangan gampang terpolitisasi.

"Negara kita punya potensial konflik yang paling besar di dunia. Di Arab, hanya beberapa etnis dan suku bangsa, pecah jadi berbagai negara. Bangsa Indonesia? Ada 1.300 lebih suku bangsa. Tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Agamanya ada enam. Alirannya juga begitu banyak. Tapi, ini bisa disatukan dalam NKRI. Bayangkan, betapa besar potensial konfliknya. Itu harus hati hati dan dijaga," beber Nurwahid, yang juga pernah menjabat Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror.

Baca juga : Korlantas Polri: Yang Bisa Tilang ETLE Mobile Hanya Petugas Tertentu

Masyarakat harus bangkit melawan radikalisme dan politisasi agama. Sebab, dua hal tersebut merupakan penyebab terjadinya konflik yang ada. tak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.

"Setelah kami riset, pola terjadinya konflik di negara Muslim itu diawali dengan masifnya radikalisme, kemudian bergabung dengan kelompok anti pemerintah, dan intervensi asing. Seperti di Suriah dan negara-negara lainnya," ungkap Nurwahid.

Dalam konteks ini, Nurwahid mengingatkan pentingnya Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Pancasila sebagai dasar negara yang dirumuskan para pendiri bangsa, terbukti mampu menyatukan bangsa Indonesia. Serta menghalau berbagai macam tantangan, yang sebelumnya dapat memecah belah bangsa.

Baca juga : Koalisi Airlangga Bisa Dijual Ke Capres Non Partai

"Pancasila adalah dasar pemersatu bangsa. Untungnya, kita memiliki Pancasila yang telah dirumuskan oleh para founding fathers bangsa kita. Dan itu sudah teruji mulai dari Orde Lama, yang di dalamnya ada berbagai macam pemberontakan, dengan G30S sebagai puncaknya. Dilanjut zaman orde baru, dan hingga saat ini bangsa ini masih bisa bersatu karena Pancasila," pungkas Nurwahid. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.