Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Isu ganja medis kembali mencuat, setelah seorang ibu bernama Santi Warastuti, membentangkan poster "Tolong, anakku butuh ganja medis" di Bundaran HI Jakarta, Minggu (26/6).
Santi datang dari Yogyakarta bersama suaminya: Sunarta dan Pika (14), anak perempuannya yang terbaring lemah di stroller karena menderita cerebral palsy atau lumpuh otak.
Dia mendesak Mahkamah Konstitusi, untuk segera memberikan putusan dalam upaya uji materi UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang dilayangkan olehnya serta sejumlah orang tua pasien cerebral palsy dan lembaga swadaya masyarakat, sejak November 2020.
Komisi III DPR pun bergerak cepat menindaklanjuti masalah ini, dengan menggelar forum Rapat Dengar Pendapat Umum dalam rangka menyerap aspirasi Santi Warastuti dan pengacaranya, Singgih Tomi Gumilang dan Yayasan Sativa Nusantara bentukan Lingkar Ganja Nusantara.
Baca juga : Begini Cara Media Liputan Jakarta Fair Kemayoran 2022
Rapat yang juga diikuti peneliti ganja dari Universitas Syiah Kuala Aceh Profesor Musri Musman ini ditujukan untuk memberi masukan terhadap Panja RUU tentang Narkotika. Agar tanaman ganja dapat dilegalkan sesuai dengan kemanfaatannya untuk kesehatan.
Bagaimana sebetulnya penggunaan ganja untuk tujuan medis? Apakah betul, bisa menjadi pilihan terapi kesehatan yang aman?
Terkait hal ini, Guru Besar FKUI yang juga Dokter Spesialis Onkologi, Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM mengatakan, di sejumlah negara, ganja medis memang dilegalkan. Namun, tidak berarti sepenuhnya aman.
"Jika penggunaannya tidak ketat, bisa terjadi penyalahgunaan yang menyebabkan konsekuensi kesehatan bagi penggunanya," ujar Prof. Zubairi yang akrab disapa Beri, via akun Instagram.
Baca juga : Bantu Sukseskan Mudik, DLU Raih Penghargaan Dari Kemenhub
Studi Tentang Ganja
Saat ini, sudah banyak sekali studi tentang ganja. Beberapa bisa menjadi obat. Namun, masih banyak aspek lain tentang tanaman ini, yang belum diketahui. Termasuk, bagaimana ganja berinteraksi dengan obat lain, serta tubuh manusia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah menyetujui satu obat ganja nabati (Epidiolex), yang mengandung cannabidiol murni (CBD) dari tanaman ganja. Obat ini digunakan untuk mengobati kejang, serta kelainan genetik langka.
FDA juga telah menyetujui dua obat sintetis tetrahydrocannabinol (THC). Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati mual pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi (antimuntah), dan untuk meningkatkan nafsu makan pada pasien HIV/AIDS.
Baca juga : Teken MoU Dengan MediSage, PDUI Ingin Tingkatkan Kompetensi Dokter
"Belum ada bukti obat ganja lebih baik, termasuk untuk nyeri kanker dan epilepsi. Namun ganja medis bisa menjadi pilihan atau alternatif. Tapi, bukan yang terbaik. Sebab, sampai saat ini, belum ada penyakit yang obat primernya adalah ganja," terang Prof. Beri.
Efek Ketergantungan
Mengenai efek ketergantungan dan halusinasi yang ditimbulkan ganja, Prof. Beri mengaitkannya dengan pengawasan dan dosis berlebihan.
Itulah sebabnya, penggunaan ganja medis harus sangat ketat oleh dokter yang meresepkannya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya