Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Bersih-Bersih BUMN Jalan Terus, Erick Gandeng BPPIK
- Hong Kong Art Toy Story 2024 Jakarta Digelar 15-24 November Di Mall of Indonesia
- Jeda Kompetisi, Persija Liburkan Pemain
- Prabowo Ingatkan Kabinet Bersih Dari Dendam Politik Dan Tidak Kongkalikong
- Jaksa Agung Burhanuddin Resmikan Gedung Baru Kampus STIH Adhyaksa
RM.id Rakyat Merdeka - Hasil survei elektabilitas yang dilakukan sejumlah lembaga kepada para kandidat bakal calon presiden, merupakan potret sesaat saja.
Hal itu dikatakan pengamat komunikasi dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing. Menurutnya, hasil tersebut tidak bisa mutlak menjadi acuan kemenangan seseorang dalam kontestasi politik, baik itu di Pilkada maupun Pilpres.
"Itu hanya bahan untuk memprediksi elektabilitas pada Pilpres yang akan datang, boleh. Tetapi tidak mutlak eletabilitas yang tinggi, pada Pilpres kemudian menang. Belum tentu," kata Emrus, Minggu (17/7).
Tidak hanya itu, Emrus juga menyebutkan, elektabilitas seseorang tinggi merupakan hasil kontruksi sosial yang diwacanakan. Bahkan di-framing, sehingga menjadi perbincangan di ruang publik, terutama di media sosial.
Baca juga : Skandal Di Tirta Kamandanu
Lantaran sering diperbincangkan, sambung dia, maka itulah yang dikenal, sehingga orang akan mempengaruhi perilaku pemilih.
“Saya sebut tokoh-tokoh semacam ini seperti padi yang tidak berisi. Kenapa? kalau padi berisi itu kan semakin merunduk. Tetapi, elektabilitas itu kan wacana seperti padi yang lurus ke atas tidak ada isinya (kosong)," papar dia.
Lebih lanjut, ketika ditanyakan bagaimana perolehan elektabilitas Ketua DPR Puan Maharani disejumlah survei yang masih berada di papan bawah? Emrus mengatakan, Puan seorang pekerja keras. Dalam keberhasilan kinerjanya, acap kali tidak terpublikasi di ruang publik.
Bahkan, dari pengamatannya, puteri Megawati Soekarnoputri ini tidak mengejar elektabilitas maupun popularitas dari setiap tindakan maupun kebijakannya.
Baca juga : Ibu Hamil Mau Melahirkan, Terjebak Banjir Di Puri Kartika Ciledug
Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan dan dinikmati oleh orang-orang yang elektabilitasnya tinggi, sehingga publik terbius pada hasil survei elektabilitasnya saja.
Contoh, banyak tokoh atau pakar akademisi di kampus-kampus yang hebat, tetapi tidak terekspos keluar.
Sementara sosok Puan, lanjut Emrus, tidak begitu mengoptimalkan atau memanfaatkan sosmed, tetapi lebih pada kinerja.
Puan sebagai anggota DPR, menjadi Ketua Fraksi PDIP era SBY, hingga menjabat sebagai Menko PMK, dan kini sebagai Ketua DPR, selalu bekerja pro rakyat.
Baca juga : Tangani Alergi Secara Mandiri, Bebas Kantuk
Sebagai Ketua DPR, banyak program pro rakyat yang dikawalnya. Misalnya, UU TPSK, dan mengawal RUU KIA, bukankah itu program kerakyatan.
Nah hanya saja, kata Emrus, Puan Maharani bukan seperti tokoh-tokoh lain yang menjadi perbincangan, dia itu ibarat padi yang merunduk.
"Sehingga tidak diperbincangkan orang. Karena ini kan soal persepsi, persepsi mempengaruhi elektabilitas, nah itu yang terjadi," pungkasnya.■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya