Dewan Pers

Dark/Light Mode

AS Dan China Oleng

Alhamdulillah, Ekonomi Kita Baik-baik Saja

Selasa, 11 Oktober 2022 06:40 WIB
Ilustrasi Ekonomi Indonesia. (Foto: Istimewa).
Ilustrasi Ekonomi Indonesia. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Badai resesi sudah menyapu negara-negara maju. Ekonomi Amerika Serikat (AS), China, dan negara-negara di Eropa mulai oleng. Untungnya, badai resesi itu belum mampir ke sini. Hingga saat ini, alhamdulillah, ekonomi Indonesia masih baik-baik saja.

Olengnya ekonomi AS ditandai dengan menyusutnya produk domestik bruto (PDB) hingga 0,6 persen selama kuartal II-2022, sebagaimana perkiraan dari Biro Analisis Ekonomi AS. Laju inflasi tahunan AS juga sempat menyentuh 9,06 persen pada Juni 2022, tertinggi sejak 1981. Beruntung pada September 2022, inflasi AS sedikit mereda di angka 8,3 persen.

Berita Terkait : Alhamdulillah, Kita Selamat

Kebijakan moneter super ketat AS pun dimainkan untuk menekan inflasi hingga mencapai target 2 persen. Di antaranya dengan peningkatan bunga acuan atau Fed Fund Rate yang semakin mencekik perekonomian AS maupun global.

Ekonomi China juga kian loyo. Hal ini diperparah dengan kebijakan nol Covid-19 yang mengakibatkan banyak dunia usaha tutup.

Berita Terkait : Menteri Erick Dorong Telkom Jadi Garda Ekonomi Digital Bangsa

Merosotnya ekonomi China tergambar dalam laporan China Real Estate Information Corp (CRIC). Sebanyak 34 persen toko di mal distrik keuangan Lujiazui Shanghai, dilaporkan tutup. Kemudian, rata-rata 9 persen toko di 20 mal utama Shanghai sudah ditutup sejak lockdown akibat Covid-19 dan memburuk pada kuartal II-2022. Meskipun data itu kemudian dibantah otoritas setempat.

Pertumbuhan ekonomi negeri Xi Jinping itu juga terus melorot hingga di angka 0,4 persen (year on year/yoy) pada kuartal II-2022 seperti dirilis Trading Economics pada Rabu (5/10). Angka ini jauh turun dibandingkan kuartal I-2022 yang masih berada di level 4,8 persen.

Berita Terkait : Siapa Bilang Laki-laki Tidak Butuh Skincare

Perang dagang AS versus China semakin memperburuk keadaan. Nilai tukar Yuan terus melemah terhadap dolar AS, hingga di level terendah dalam beberapa dekade. Kondisi itu mengakibatkan investor takut hingga memicu ketidakpastian sektor keuangan China.

Bahkan, raksasa teknologi China seperti Tencent dan Alibaba mengalami penurunan laba hingga 50 persen. Sejumlah investor mulai menarik uang tunai atau menjual sahamnya.
 Selanjutnya