Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

BPOM Harus Tanggung Jawab

Jumat, 21 Oktober 2022 06:40 WIB
Petugas mengumpulkan berbagai jenis merek obat sirup yang dilarang dijual untuk sementara waktu di salah satu apotek, Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis, 20 Oktober 2022. (Foto : ANTARA /Jojon).
Petugas mengumpulkan berbagai jenis merek obat sirup yang dilarang dijual untuk sementara waktu di salah satu apotek, Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis, 20 Oktober 2022. (Foto : ANTARA /Jojon).

RM.id  Rakyat Merdeka - Tiga zat kimia berbahaya: Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) diduga menjadi penyebab utama kasus gangguan ginjal akut pada anak yang terjadi di 20 provinsi dengan kematian mencapai 99 kasus. Yang menjadi pertanyaan, kenapa zat berbahaya tersebut bisa masuk dalam obat dalam bentuk sirup dan beredar di Indonesia. Soal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus tanggung jawab.

Hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan, balita yang terkena gagal ginjal akut ini terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya yaitu EG, DEG, EGBE. Beberapa jenis obat sirup yang digunakan pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, yang seharusnya tidak ada/sangat sedikit kadarnya di obat-obatan tersebut.

Baca juga : Pendeta Albert: Pejabat Publik Punya Tanggung Jawab Kepada Tuhan

Menanggapi kasus ini, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno menilai, BPOM ambigu menanggapi kasus ini. Ia pun menyayangkan BPOM terlambat mendeteksi keberadaan zat beracun dalam obat sehingga menelan korban. Selain itu, BPOM pun tak tegas dengan hanya merilis sejumlah obat yang mengandung EG dan mengimbau masyarakat tidak mengonsumsinya.

"Mestinya Badan POM juga melakukan mandatory recalling (menarik) obat yang terbukti dari penelitian beredar pasaran," kata Agus, saat dikontak, tadi malam.

Baca juga : Moeldoko: Harga Komoditas Pangan Masih Stabil

Agus meminta BPOM bergerak cepat dan sinergis dalam menangani kasus ini demi memberikan perlindungan yang menyeluruh pada masyarakat, khususnya anak-anak. Jangan sampai korban terus berjatuhan dan eskalatif.

Kritikan lebih pedas disampaikan Anggota Komisi IX DPR Lucy Kurniasari. Menurut politisi Partai Demokrat ini, kasus gagal ginjal pada anak seharusnya tak perlu terjadi bila BPOM bekerja secara baik dan benar. Sebab, salah satu fungsi BPOM melaksanakan pengawasan obat dan makanan sebelum dan selama beredar.

Baca juga : Please...Harga BBM Subsidi Jangan Naik Ya

Menurut dia, kasus ini menunjukkan fungsi BPOM dalam melakukan pengawasan obat tidak berjalan. "BPOM harus bertanggung jawab atas terjadi kasus obat sirup paracetamol yang berdampak pada kasus gagal ginjal pada anak-anak," kata Lucy, dalam keterangannya, kemarin.

Bagaimana tanggapan BPOM? Tadi malam, badan yang dinahkodai Penny Lukito ini mengeluarkan keterangan melalui akun Instagram resminya. Pers rilis hanya bisa dilihat di Instagram, karena situs resminya down seharian kemarin. Nomor kontak Kepala BPOM Penny Lukito pun bisa dihubungi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.