Dark/Light Mode

HSN Momentum Santri Berjihad Dalam Perdalam Ilmu

Selasa, 25 Oktober 2022 00:32 WIB
Ketua Ittihadul Mutakhorrijin Al Falah Ploso KH Shohibul Ulum Nafi`a. (Foto: Istimewa)
Ketua Ittihadul Mutakhorrijin Al Falah Ploso KH Shohibul Ulum Nafi`a. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Momen Hari Santri Nasional (HSN) merupakan menjadi momen berharga tatkala negara merekognisi dan mengafirmasi pentingnya peran santri. Dengan pijakan sejarah tersebut, perlu ada rekontekstualisasi semangat resolusi jihad dalam tantangan kekinian. Semangat jihad untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara dari berbagai ancaman invasi ideologi dan tantangan perpecahan saat ini penting dilakukan.

Ketua Ittihadul Mutakhorrijin Al Falah Ploso (Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso/ IMAP), Kediri, KH Shohibul Ulum Nafi'a, menyebut bahwa momen Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober merupakan penghargaan yang luar biasa dari Pemerintah kepada para santri atas jasanya dalam sejarah kemerdekaan.

“Hari Santri merupakan bentuk penghargaan dari Pemerintah untuk kalangan Santri. Ini berkat kepemimpinan Bapak Presiden Jokowi yang mengakui peran dari santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia,” ujarnya, seperti keterangan yang diterima redaksi, Senin (24/10).

Dia melanjutkan, dalam konteks kekinian, para santri tidak lagi harus berperang angkat senjata dalam mempertahankan Tanah Airnya. Lebih dari itu, para santri kini dihadapkan dengan perang ideologi dan perpecahan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Baca juga : Kepala BPIP: Santri Berperan Dalam Pembangunan Bangsa

“Dalam satu maqolah ulama itu didahulukan tholabul Ilmi. Itu merupakan satu wujud bentuk jihad. Karena Islam itu bisa berjalan, bisa menjadi sukses ya lewat ilmu. Islam itu akan jaya selagi syariatnya dijalankan. Nah untuk menjalankan syariat itu harus dengan ilmu,” jelas pengurus Syuriah Nahdlatul Ulama Kabupaten Pekalongan ini.

Menurutnya, ketika sudah tidak ada lagi yang belajar ilmu syariat, secara pasti Islam itu akan hilang dengan sendirinya. Terlebih, Indonesia akan memasuki tahun politik, dimana semua pihak perlu bersiap akan potensi munculnya politik identitas pemecah belah.

Dia berharap, para santri mampu ikut berperan di dalam dengan membawa dan menularkan nilai-nilai akhlakul karimah. “Negara kita adalah negara demokrasi mau tidak mau santri juga harus berperan. Karena sesuai yang dikatakan Mbah Moen (almarhum KH Maimun Zubair), Indonesia itu masih butuh pasangan antara nasionalis-religius atau religius nasionalis,” ungkapnya.

Ia menilai keanekaragaman dan kebhinekaan di Indonesia harus terakumulasi dengan baik. Juga jangan sampai menimbulkan kubu-kubu perbedaan yang akan merenggangkan persatuan bangsa yang tak ternilai.

Baca juga : Benahi Rantai Pasok Berbasis Teknologi, Pemerintah Redam Inflasi

“Jangan sampai agama justru dijadikan sebagai alasan untuk mengkotak-kotak seluruh kehidupan yang ada di negara kita ini. Banyak perbedaan di negara kita, tapi tetap bisa menjadi satu. Tentunya itu sangat mahal harganya, sangat mahal sekali,” jelas Pengurus Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Kabupaten Pekalongan.

Pria yang kerap disapa Gus Shohib ini lalu mengungkapkan proyeksi santri pada 10 tahun ke depan. Menurutnya para santri sudah harus mulai mewarnai berbagai sudut kehidupan mulai demokrasi, pendidikan, hingga hal-hal esensial dalam pemerintahan dengan membawa nilai akhlakul karimah yang melekat erat pada pribadi santri.

“Kita tetap berharap santri betul-betul bisa ikut mewarnai mulai dari demokrasi yang ada di negara ini, termasuk juga pendidikan dan juga hal-hal yang lain. Karena mohon maaf,  di dunia santri itu yang dididik pertama itu adalah tentang akhlakul karimah. Coba anda bayangkan seandainya pejabat-pejabat kita diawali dengan dasar yang kuat tentang akhlakul karimah,” ungkap Pengurus Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Kabupaten Pekalongan ini.

Ia juga berharap, Pemerintah bisa turut hadir dan memberikan perhatian kepada pendidikan pesantren. Pasalnya, memiliki potensi besar mampu menciptakan sumber daya manusia yang memiliki nasionalisme dan pondasi agama yang kokoh.

Baca juga : Satunya Kata Dan Perbuatan

“Pemerintah wajib hadir dalam pendidikan pesantren untuk membantu terkait penyediaan sarana prasarana yang mumpuni. Itu penting agar pesantren  dilirik masyarakat kota untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren pesantren yang haluannya Aswaja, Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu salah satu aliran pemahaman teologi dalam akidah Islam,” ucap Gus Shohib.

Untuk itu, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ustmani Kajen, Kabupaten Pekalongan, ini berpesan kepada segenap santri untuk terus mempelajari agama sebagaimana yang dikehendaki Nabi Muhammad SAW, ajaran yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta dan anti kekerasan. “Para santri untuk terus giat belajar. Seperti apa Islam yang dikehendaki oleh Kanjeng Nabi Muhammad. Jadi santri-santri harus sabar dan bersungguh dalam proses belajarnya untuk nanti biar betul-betul paham dengan apa yang dikehendaki oleh  kanjeng  Nabi,” ujar Gus Shohib mengakhiri.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.