Dark/Light Mode

Berkaca Pada Kasus Perum Perindo

Jangan Sampai Karena Kebijakan, Direksi BUMN Dikriminalisasi

Sabtu, 29 Oktober 2022 21:02 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

 Sebelumnya 
"Saya pikir pokok persoalannya di situ. Ketika pak Syahril menjabat sebagai Dirut, membuat kebijakan, menerbitkan MTN, kemudian ternyata eksekusinya pasca pak Syahril tidak menjabat dipergunakan untuk hal-hal yang diduga merugikan keuangan negara," tandasnya.

Observer persidangan dari Sequoia Associate Agust Saputra Doloksaribu menyatakan, berdasarkan fakta persidangan, hampir seluruh saksi, kecuali satu orang, baik dari internal maupun eksternal Perum Perindo, menyatakan betapa tingginya integritas Syahril dalam memimpin Perum Perindo.

"Keuntungan perusahaan sangat signifikan di bawah kepemimpinannya," tuturnya.

Agust menambahkan, tiga dakwaan yang ditimpakan jaksa kepada Syahril dinilai tidak terbukti. Karena itu, jika diperkenankan memberikan uraian yang objektif, dengan adagium pidana dimana apabila salah satu unsur dakwaan terbantahkan, maka demi hukum terdakwa harus dibebaskan atau dilepaskan.

Baca juga : Wapres Temui Menteri Haji Saudi Bahas Kebijakan Baru Haji

"Demikianlah SJ (Syahril Japarin) sepatutnya diperlakukan dalam perkara ini," ucap Agust.

Mantan Hakim Pengadilan Tipikor Sofialdi mengungkapkan, berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPK tahun 2017-2018 secara gamblang sudah menyatakan, perbuatan yang merugikan keuangan negara terjadi setelah Syahril tidak menjabat sebagai Dirut Perum Perindo.

Syahril hanya menjabat selama Januari 2016 sampai Desember 2017. Sehingga dengan demikian, kata Sofialdi, kesalahan yang ada ketika dia tidak lagi menjabat tidak bisa lagi dibebankan kepadanya.

"Terlihat majelis hakim telah mengesampingkan Tempus delicti atau waktu tindak pidana dilakukan, juga mengabaikan fakta-fakta persidangan dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU dan penasehat hukum. Direksi hanya bertanggungjawab sampai akhir masa jabatannya. Setelah digantikan, maka tanggung jawab ada pada yang menggantikan," tegasnya.

Baca juga : Anak Muda Jawa Barat Yakin Ganjar Bisa Kembangkan Potensi Pariwisata Indonesia

Sementara Ahli Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Supardji Ahmad menyatakan, ada indikasi-indikasi kriminalisasi dalam kasus yang menimpa beberapa Direksi BUMN, termasuk Syahril.

"Itu salah satu fakta yang tak bisa dipungkiri. Persoalannya adalah apa yang menyebabkan terjadinya kriminalisasi itu?" tuturnya.

Berdasarkan pengamatannya, Supardji menyebut, pertama, soal regulasi yang tidak sinkron.

"Berbagai regulasi itu membuat BUMN berada dalam posisi dilematis. Pada satu sisi dituntut produktif sebagai entitas bisnis pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, tapi di sisi lain ada jeratan-jeratan tindak pidana korupsi," ungkapnya.

Baca juga : Airlangga: Pasarnya Besar, Pemerintah Kerek Industri Modifikasi

Penyebab kedua, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan keuangan BUMN adalah keuangan negara yang dikelola dengan prinsip business judgement rules.

"Tafsir putusan MK itu tidak jelas implementasinya. Ketika sudah hati-hati, sudah cermat, tidak ada konflik kepentingan, tapi mengalami kerugian, itu akhirnya juga dijerat tindak pidana korupsi," beber Supardji.

Contohnya, eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, yang terjerat tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009. Dia akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA). Kemudian yang ketiga, kesalahan pemahaman para penegak hukum.

"Dalam konteks misalnya, asas praduga tak bersalah," tandasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.