Dark/Light Mode

RKUHP Jamin Kebebasan Berpendapat Dan Demokrasi

Minggu, 27 November 2022 19:50 WIB
Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP Dr. Albert Aries. (Foto: Istimewa)
Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP Dr. Albert Aries. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Saat ini, beredar narasi seolah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ini jika mengkritik Presiden, Wakil Presiden, Pemerintah atau Lembaga Negara maka langsung dipenjara.

Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP Dr. Albert Aries membantahnya. Kata dia, isu tersebut tidak tepat dan perlu diluruskan.

Menurut Albert, Pasal 218 RKUHP tentang penyerangan harkat dan martabat diri Presiden/Wapres dan juga Pasal 240 RKUHP tentang Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara, semuanya sudah diberikan uraian penjelasan yang lengkap untuk dapat membedakan mana yang termasuk kritik dan mana yang merupakan penghinaan (tindak pidana).

Baca juga : BPIP Matangkan Kebijakan Internalisasi Dan Institusionalisasi Pancasila

"Konstitusi kita telah menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat, tetapi sama sekali tidak memperbolehkan menghina orang lain," kata Albert dalam keterangannya, Minggu (27/11).

Lebih lanjut, uraian penjelasan dari Pasal 218 dan Pasal 240 RKUHP juga diadopsi dari Pasal 6 huruf d UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yaitu kritik dalam pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

"Jadi kedua pasal ini sama sekali tidak membatasi kebebasan berekspresi dan berdemokrasi, karena kritik yang disampaikan, termasuk dalam unjuk rasa/demonstrasi bukan merupakan tindak pidana. Itulah wujud demokratisasi dan dekolonisasi yang diusung oleh RKUHP," tegas Albert.

Baca juga : Pengamat: Tudingan Ke Kabareskrim Bentuk Serangan Balik Sambo Dan Hendra

Albert menjelaskan, Pasal 218 RKUHP bukan untuk menghidupkan kembali Pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden yang dianulir MK yang merupakan Delik Biasa, tetapi mengacu pada Pertimbangan Putusan MK Nomot 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian Pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden (Hal. 60).

MK berpendapat Pasal 207 KUHPidana tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum dapat digunakan Presiden/Wapres sebagai Delik Aduan, yaitu dalam hal penghinaan itu ditujukan ke Presiden/Wapres selaku pejabat (als ambtsdrager), sehingga tidak ada proses hukum tanpa pengaduan dari Presiden/Wapres, sekaligus menutup ruang bagi simpatisan untuk melapor.

Bahkan kata Albert, pengaturan ini juga selaras dengan pengaturan penghinaan terhadap kepala negara sahabat, merupakan pemberatan sanksi dari penghinaan terhadap warga negara biasa dan penghinaan terhadap pejabat (semuanya Delik Aduan).

Baca juga : KPK Tetapkan AKBP Bambang Kayun Tersangka Suap Dan Gratifikasi

"Keduanya merupakan pasal lama yang tidak pernah dibatalkan oleh MK, serta memiliki sanksi alternatif berupa Pidana Denda, sehingga tidak serta merta dipidana penjara," pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.