Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pengembangan Kasus Bupati Kuansing

Eks Kakanwil BPN Ditahan

Jumat, 2 Desember 2022 07:30 WIB
Tersangka Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau (2019-2022) M Syahrir, ditahan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, kemarin. (Foto: Tedy Kroen/Rakyat Merdeka/RM.id).
Tersangka Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau (2019-2022) M Syahrir, ditahan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, kemarin. (Foto: Tedy Kroen/Rakyat Merdeka/RM.id).

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir menjadi tersangka penerimaan suap Rp 9 miliar. Rasuah disimpan di rekening anak buahnya.

Modus ini dilakukannya sejak menjabat Kepala BPN Kabupaten Kampar, Riau. “Syahrir menerima sejumlah uang baik melalui rekening bank atas nama pribadi Syahrir maupun atas nama dari beberapa pegawai,” ungkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron.

Informasi ini dibeberkan dalam keterangan pers penahanan Syahrir. Ghufron mengungkapkan Syahrir menyuruh anak buahnya membuka rekening. Lalu dikuasai Syahrir untuk menampung duit haram.

Termasuk uang dari Frank Wijaya, pemegang saham PT Adimulia Agrolestari. Rasuah ini untuk pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU). Syahrir menerima Rp 791 juta kurun September sampai 27 Oktober 2021.

Baca juga : Kasus Suap HGU, KPK Tahan Kakanwil BPN Riau

Kurun 2017 sampai 2021, Syahrir meraup rasuah miliar rupiah. “Sekitar Rp 9 miliar dalam jabatannya selaku Kanwil BPN di beberapa provinsi,” ungkap Ghufron. KPK masih menelusuri si pemberi suap.

Kasus Syahrir terkuak setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra. Yang diduga menerima suap dalam penerbitan rekomendasi perkebunan plasma. Rekomendasi ini menjadi syarat untuk perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari.

Dalam perkara ini, Andi Putra divonis 5 tahun 7 bulan penjara. Ia terbukti menerima Rp 1,5 miliar dari General Manajer PT Adimulia Agrolestari, Sudarso.

Di persidangan terungkap Sudarso tidak hanya memberikan uang kepada Andi Putra. Tapi juga jajaran Kanwil BPN Riau.

Baca juga : PUPR Kerahkan Timsus Untuk Data Kerusakan Rumah Di Cianjur

Penyidik KPK mengembangkan fakta persidangan. Alhasil, tiga orang ditetapkan tersangka. Yakni Frank Wijaya dan Sudarso selaku pemberi suap. Lalu Syahrir sebagai penerima rasuah.

Perkara ini bermula HGU PT Adimulia Agrolestari yang akan habis pada 2024. Frank Wijaya kemudian memerintahkan Sudarso mengurusnya.

PT Adimulia Agrolestari memiliki perkebunan sawit di Kabupaten Kuansing seluas 3.300 hektare.

Dalam pengurusan perpanjangan HGU ditemukan masalah. PT Adimulia Agrolestari harus membangun kebun plasma baru di Kabupaten Kuansing. Meski sudah membangun kebun plasma di Kabupaten Kampar.

Baca juga : Jaksa KPK Panggil Lagi Eks KSAU Senin Pekan Depan

Pada 2019 terjadi pemekaran wilayah. Sehingga perkebunan sawit PT Adimulia Agrolestari berada di dua kabupaten itu. Pembangunan kebun plasma itu, menjadi syarat perpanjangan HGU.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.