Dark/Light Mode

BMKG Vs BRIN, Kemendag Vs Kementan

Terkesan Susah Ya Sejalan Satu Suara

Jumat, 30 Desember 2022 07:20 WIB
Ilustrasi badai. (Foto: Antara)
Ilustrasi badai. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Salah satu masalah besar bangsa yang harus menjadi perhatian dan segera ditemukan solusinya adalah soal data. Sudah saatnya urusan data ini dibenahi. Jangan ada lagi beda data antar satu kementerian dan lembaga seperti yang terjadi baru-baru ini, yaitu beda data soal persediaan beras antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Perdagangan, juga tidak klopnya soal adanya ancaman badai besar antara peneliti BRIN dengan BMKG.

Polemik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini berawal dari cuitan peneliti Klimatologi BRIN, Erma Yulihastin setelah menganalisa data dari Satellite Early Warning System (Sadewa). Dari analisa itu, Erma memprediksi akan ada badai besar yang melintasi kawasan Jabodetabek pada Rabu (28/12). Ia pun mengingatkan agar warga yang tinggal di Jabodetabek bersiap menghadapi  hujan ekstrem dan badai dahsyat. 

Cuitan Erma di akun @EYulkishatin ini, jelas saja bikin panik warganet. Apalagi sejumlah media online menjadikan prediksi tersebut sebagai headline. 

Setelah isu ini heboh, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati buru-buru menyampaikan keterangan pers. Intinya, Dwikorita menyampaikan tak ada badai hebat di tanggal 28 Desember itu. Hasil analisa BMKG menyebut, di tanggal itu hanya akan ada hujan dengan intensitas sedang.

Ia juga menekankan, BMKG cenderung tidak menggunakan istilah badai. Namun, hujan sangat lebat disertai dengan angin kencang. 

Setelah cuitan penelitinya jadi sorotan, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan klarifikasi. Kata dia, prediksi cuaca yang disampaikan Erma bersifat personal, bukan pernyataan resmi yang dikeluarkan BRIN. Handoko melanjutkan, BRIN memiliki banyak periset mumpuni di sebagian besar bidang keilmuan. Namun, bukan berarti BRIN sebagai lembaga yang memiliki otoritas keilmuan di semua bidang. Otoritas keilmuan dimiliki para periset BRIN sesuai kepakarannya.

Baca juga : Soal Surplus Beras, Mendag & Mentan Beda Data

"Pada sebagian besar kasus, BRIN turut menjadi pemasok data utama berbagai informasi, termasuk untuk kebakaran hutan, cuaca, iklim, kebencanaan, kesehatan, nuklir dan lain sebagainya,” kata Handoko, dalam keterangan tertulisnya, kemarin. 

Handoko menegaskan, soal informasi cuaca tetap mengacu kepada BMkG. "Selama ini kami bekerja sama erat dengan BMKG. Informasi cuaca, publik harus mengacu ke BMKG,” ujar Handoko.

Menurutnya, beragam kasus misinformasi semacam ini harus semakin menyadarkan kita semua akan pentingnya penguatan literasi sains bagi publik.

Soal polemik ini, Presiden Jokowi ikut bicara. Dia memberikan peringatan kepada masyarakat agar hati-hati menghadapi cuaca ekstrem di akhir tahun. "Dan tetap melihat informasi yang disampaikan oleh BMKG," kata Jokowi, di sela kunjungan kerja di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, kemarin. 

Wapres Ma'ruf Amin menyampaikan hal senada. Kiai Ma'ruf mengimbau masyarakat untuk merujuk pada prediksi yang dikeluarkan BMKG sebagai  instansi resmi yang memiliki otoritas mengeluarkan prakiraan cuaca. Soal perbedaan prediksi, Kiai Ma'ruf menilai, perbedaan yang terjadi sebelumnya, bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya, faktor data yang belum tervalidasi.

“Saya kira mungkin ada peneliti yang belum divalidasi datanya, sehingga sempat mengumumkan hasil penelitiannya,” tutur Kiai Ma’ruf.

Baca juga : BPS Sebut Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia Sangat Memuaskan

Perbedaan data antara peneliti BRIN dan BMKG ini rupanya meresahkan. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, DPR akan memanggil BMKG dan BRIN usai reses nanti. Tujuannya agar kedua lembaga ini bisa menyinkronkan data sebelum menyampaikan informasi ke publik, sehingga tidak bikin cemas masyarakat. 

Anggota Komisi V DPR, Suryadi Jaya Purnama mengatakan, pentingnya pemerintah mengatur informasi cuaca lewat satu pintu. Menurut dia, pemberitahuan terkait cuaca sebenarnya sudah diatur lewat Undang-Undang No 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Dalam undang-undang itu dijelaskan informasi tentang cuaca melalui BMKG. "Perbedaan informasi dikhawatirkan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat," kata Suryadi, kemarin. 

Ia pun mengingatkan agar semua pihak berhati-hati dalam penggunaan istilah dalam cuaca. Ia menyoroti istilah yang digunakan BRIN dan BMKG. "Karena hujan ekstrem dan badai itu berbeda," imbuhnya.

Mantan Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung menilai informasi yang disampaikan BRIN ini telah membuat panik dan heboh. Karena itu, harus ada sanksi yang diberikan kepada lembaga baru ini. Soalnya, gara-gara informasi akan ada badai besar, aktivitas masyarakat menjadi terganggu. Tak hanya itu, informasi tersebut juga mengacaukan perekonomian, sistem pendidikan, perencanaan libur keluarga. Banyak keluarga juga yang merasa khawatir dan akhirnya membatalkan rencana berlibur. 

Rocky juga menyayangkan BRIN tidak menkonfirmasi dari BMKG sebagai satu-satunya lembaga yang selama ini berwenang mengeluarkan status dan prakiraan cuaca. Kata dia, apa susahnya BRIN melakukan koordinasi dengan BMKG. "Kalau dia koordinasi dengan BMKG, pasti BMKG bilang oke kami periksa sebentar keadaannya, lalu nanti sama-sama bikin konferensi pers," kata Rocky, di akun YouTube, kemarin. Menurut dia, perbedaan pendapat BRIN vs BMKG ini menunjukkan tidak ada koordinasi dan hanya memunculkan kepanikan publik.

Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie menilai, kasus ini mengingatkan pentingnya Pemerintah melakukan  sinkronisasi data. Kata dia, sinkronisasi data ini penting lantaran data adalah adalah basis perumusan suatu kebijakan sehingga perlu dipastikan validitas dan akurasinya. Menurut Ahmad, data yang valid dan berkualitas akan menjadi navigator arah kebijakan dan program pemerintah. Sebaliknya, data yang tidak baik akan menimbulkan kebingungan yang tentu akan berdampak pada kebijakan yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran.

Baca juga : PKB Dan Gerindra Belum Satu Suara

"Sinkronisasi data cukup penting sebagai upaya mewujudkan visi Satu Data Indonesia sebagaimana amanat Perpres No. 39 Tahun 2019," ujar Ahmad.

Dalam Visi Satu Data Indonesia ada tiga pembina data, yaitu Kementerian Keuangan sebagai leader untuk urusan data keuangan, Badan Pusat Statistik (BPS) untuk kepentingan statistik, dan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk data spasial. Menurut dia, perbedaan data masih sering terjadi utamanya karena adanya ego sektoral yang masih cukup tinggi antar kementerian/lembaga.

Sebelumnya, perbedaan data juga terjadi antara Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Keduanya berbeda data soal stok beras. Mendag nggak yakin stok beras surplus, sehingga harus ambil kebijakan impor beras. Sementara Mentan sebaliknya menyatakan stok beras surplus.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.