Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Pebulutangkis Muda Indonesia Syabda Perkasa Wafat Usai Kecelakaan
- Ini Sederet Prestasi Almarhum Syabda Perkasa Belawa
- Awal Pekan, Rupiah Masih Kurang Tenaga
- Dubes RI Untuk Inggris Desra Jamu Dan Semangati Tim Indonesia Di All England
- Incar Pasar Anak Muda, Bank Mandiri Relaunching Kartu Kredit Khusus Pegolf
Terapkan Sistem Pemilu Tertutup, Caleg Lebih Berkualitas, Ongkos Pemilu Hemat
Sabtu, 14 Januari 2023 07:36 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Selain PDIP, penerapan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024 mendapat dukungan dari banyak pakar hukum tata negara. Dengan sistem ini, diyakini anggota legislatif yang nanti terpilih akan jauh lebih berkualitas. Juga, ongkos pemilu akan jauh lebih hemat.
Sistem proporsional terbuka yang mulai diterapkan pada Pemilu 2004 mendorong pertarungan antar politisi, pemodal, pemilik media dan juga penggunaan instrumen hukum untuk kepentingan elektoral. Selain itu, nepotisme dan oligarki makin menguat. Mengingat untuk terpilih sebagai anggota legislatif, memerlukan anggaran yang lebih besar. Di situlah investor politik hadir.
Demikian antara lain kesimpulan dari pernyataan sejumlah tokoh terkait plus minus sistem sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka.
Sejauh ini, ada banyak tokoh yang mendukung diberlakukan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 nanti. Tokoh-tokoh itu antara lain 3 eks Ketua Mahkamah Konstitusi, yakni Mahfud MD, Jimly Asshiddiqie dan Hamdan Zoelva. Lalu, ada juga Ketua Umum PBB yang juga pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Di kalangan akademisi, ada Prof Valina Singka dan Prof Ramlan Surbakti.
Partai Bulan Bintang (PBB) yang dikomandoi Yusril, sudah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebelumnya, MK menyidangkan gugatan enam orang politisi tentang sistem proporsional terbuka. Para penggugat meminta MK mengembalikan ke sistem proporsional tertutup.
Yusril tiba di Gedung MK, Jakarta, sekitar pukul 10 pagi, kemarin. Ia datang didampingi Sekjen PBB Afriansyah Ferry Noor. Setiba di lokasi, keduanya lalu menyerahkan surat permohonan menjadi pihak terkait dalam gugatan Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu mengenai sistem proporsional tertutup.
Berita Terkait : Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Elite Parpol Mulai Produktif
Kenapa ikut menggugat? Kata Yusril, gugatan proporsional terbuka di MK yang sudah disidangkan itu, diajukan oleh perseorangan. Menurut Yusril, gugatan itu kemungkinan ditolak karena tak mempunyai legal standing. Sebab, sesuai konstitusi, pemilihan umum itu diikuti oleh partai politik.
Yusril menambahkan, ada dua parpol yang mendukung proporsional tertutup yaitu PDIP dan PBB. Namun, PDIP tak bisa mengajukan gugatan karena terlibat dalam penyusunan UU Pemilu di DPR. Jadi, tak punya legal standing untuk mengajukan gugatan di MK. Sementara PBB, tak terlibat dalam pembuatan UU Pemilu. Apalagi PBB kini sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024. Jadi, permohonan PBB menjadi pihak terkait ini untuk memastikan agar MK tidak menolak gugatan.
“PBB punya kepentingan langsung terhadap pasal yang diuji di MK ini. Kami berharap Majelis menetapkan kami sebagai pihak terkait,” kata Yusril, di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini memberikan argumentasi kenapa lebih memilih sistem proporsional tertutup. Kata dia, dengan sistem proporsional tertutup, maka Pemilu akan menghasilkan anggota DPR yang berkualitas. Karena parpol bisa merekrut kader terbaiknya untuk maju sebagai caleg. Caleg yang maju adalah caleg yang telah melalui proses kaderisasi dan pendidikan politik, bukan berdasarkan popularitas atau kekuatan uang.
Selama ini, kata dia, justru yang terjadi tidak begitu. Parpol merekrut caleg siapa saja, yang penting terkenal, artis, dan punya uang besar. "Akhirnya, demokrasi kita berubah menjadi demokrasi kekuatan uang," tambah Yusril.
Selain itu, menurut Yusril, sistem proporsional terbuka membingungkan rakyat saat pencoblosan. Karena banyak nama caleg di kertas suara. Sedangkan dengan proporsional tertutup, pemilih hanya memilih gambar partai. Lebih simpel.
Berita Terkait : Cegah Berita Hoaks Pemilu
Di tempat terpisah, Hamdan Zoelva ikut bersuara soal sistem proporsional terbuka yang kini sedang digugat ke MK. Sama seperti Yusril, Hamdan juga mendukung pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Ia menilai, sistem ini lebih sederhana, proses perhitungan dan rekapitulasi suara juga lebih mudah dan berbiaya murah. Di saat yang sama, akuntabilitas pemerintah tetap terjaga. Sedangkan proporsional terbuka sangat rumit, dan memberatkan penyelenggara pemilu. Selain itu, memboroskan uang negara karena berbiaya besar.
Kata Hamdan, empat kali pemilu dengan sistem terbuka telah gagal memberikan dampak perbaikan bagi akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Akuntabilitas wakil rakyat yang terpilih yang diharapkan dari sistem terbuka juga tidak terbukti. Justru, yang terbukti adalah kuasa uang dan oligarki menjadi kuat. Karena itu, sistem ini dianggap tidak memungkinkan untuk mewujudkan demokrasi dan keadilan ekonomi yang dicita-citakan konstitusi.
“Ini yang dikhawatirkan para founding fathers kita bahwa sistem demokrasi liberal menghasilkan kekuasaan kapitalisme,” kata Hamdan, dalam keterangan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Penerapan sistem proporsional tertutup, lanjut Hamdan, memang menimbulkan kekhawatiran dominasi partai dalam menentukan nomor urut. Namun, hal ini bisa diantisipasi dengan menjadikan parpol sebagai badan hukum milik publik, bukan milik elite partai. “Parpol harus mau transparan dan diaudit BPK,” cetusnya.
Dorongan agar Pemilu 2024 menggunakan proporsional tertutup pernah disampaikan Prof Valina Singka saat dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia. Dalam pengukuhan itu, Valina menyampaikan pidato ilmiah berjudul “Sistem Pemilu dan Penguatan Presidensialisme Pasca Pemilu Serentak 2019”.
Intinya, Valina menyarankan agar Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Karena sistem tersebut dinilai dapat mendorong partai politik menjadi lebih kuat, aspiratif dan akuntabel, sehingga penyelenggaraan pemerintahan presidensial lebih efektif. Selain itu, sistem ini dianggap mudah diaplikasikan dan berbiaya rendah serta mampu memutus mata rantai praktik politik transaksional.
Berita Terkait : Banteng Sebut Lebih Mudah Dan Murah Tuh
Mahfud MD juga sempat menyampaikan dukungan terhadap sistem proporsional tertutup. Dukungan itu disampaikan saat menjadi narasumber diskusi tentang reformasi hukum nasional, akhir tahun lalu, atau saat topik ini belum menjadi polemik. Mahfud menyampaikan, MK tidak pernah memutuskan bahwa pileg dengan sistem proporsional tertutup inkonstitusional.
Saat itu, MK hanya mencoret frasa syarat anggota DPR terpilih. MK tak menyatakan tertutup atau terbuka. Namun, saat topik ini menjadi polemik apalagi 8 parpol sudah menegaskan dukungan terhadap sistem proporsional terbuka, Mahfud memilih tidak mengambil sikap. Apalagi sistem ini sedang digugat di MK. “Soal ini, pemerintah tidak boleh bersikap," kata Mahfud, di kantornya, akhir pekan lalu.
Guru Besar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof Ramlan Surbakti sebelumnya juga mengkritik soal proporsional terbuka. Menurutnya, proporsional terbuka gagal mencapai 5 tujuan. Pertama, memperkuat partai sebagai institusi demokrasi, tetapi yang terjadi partai dikelola secara oligarki atau personalistik. Kedua, gagal menyederhanakan partai politik. Ketiga, gagal menciptakan sistem perwakilan politik yang representatif. Bahkan, malah terbentuk sistem perwakilan politik yang tidak jelas.
Keempat, gagal menciptakan pemerintahan yang efektif di tingkat nasional maupun daerah. Terakhir, gagal menghasilkan politisi kompeten dan berintegritas. Sebaliknya malah menghasilkan politisi yang korup.
Dukungan proporsional tertutup juga sebelumnya disampaikan Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Mu‘ti menilai sistem proporsional tertutup dapat mengurangi kanibalisme politik dan politik uang.■
Tags :
Berita Lainnya